Ekonom Ingatkan Menteri Ikut Kampanye, Awas Ekonomi RI 2024 Tertekan

13 February 2024, 18:10

Jakarta, CNBC Indonesia – Kalangan ekonom menyoroti kinerja menteri-menteri ekonomi pemerintahan Presiden Joko Widodo yang saat ini cenderung sibuk kampanye memasuki masa pemilihan umum atau Pemilu 2024. Bahkan di antaranya ada yang mengusulkan supaya ada penyederhanaan kursi menteri agar permasalahan tidak terulang.

Ekonom senior dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Anggito Abimanyu yang juga merupakan Kepala Ekonom CNBC Indonesia mengatakan, kinerja para menteri ekonomi tersebut kini terbilang buruk, tercermin dari kebijakan mereka untuk merespons tekanan ekonomi yang terjadi sejak 2023.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Misalnya, harga-harga kebutuhan pokok saat ini masih tinggi, termasuk beras, membuat tren konsumsi masyarakat melambat. Pertumbuhan ekonomi pada 2023 juga turut melambat, bahkan, dari sisi nominal terus mengalami penurunan secara konsisten sejak kuartal III-2022.

Panel Harga Badan Pangan menunjukkan, per Selasa 1(3/2/2024, data diakses pukul 13.04 WIB), harga beras kembali naik. Harga beras premium naik Rp50 ke Rp15.800 per kg dan beras medium naik Rp60 ke Rp13.890 per kg.

Sepekan lalu, 6 Februari 2024, harga beras premium masih di Rp15.540 per kg dan beras medium di Rp13.630 per kg. Harga tersebut adalah rata-rata harian nasional di tingkat pedagang eceran.

“Maka jangan hanya urusi masalah pilpres saja karena ekonomi ini kalau kita tidak punya insentif baru kita tidak akan tumbuh 5% 2024 dan itu akan menyulitkan pemerintahan yang akan datang,” kata Anggito dalam program Squawk Box CNBC Indonesia dikutip Selasa (13/2/2024)

Sementara itu, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) konsumsi rumah tanggap pada kuartal IV-2023 hanya tumbuh 4,47% secara tahunan atau year on year (yoy), turun dari kuartal III-2023 sebesar 5,05% yoy, dan kuartal IV-2022 sebesar 4,5%.

Sepanjang 2023 pun, atau secara kumulatif (cumulative to cumulative/ctc), level konsumsi rumah tangga bahkan hanya tumbuh 4,82%, lebih rendah dari pertumbuhan 2022 yang sebesar 4,94%.

Seiring dengan tren konsumsi yang porsinya terhadap produk domestik bruto atau PDB mencapai 53,83%, pertumbuhan ekonomi 2023 secara kumulatif hanya tumbuh 5,05%, lebih lambat dari tingkat pertumbuhan sepanjang 2022 yang sebesar 5,31%.

Secara nominal, berdasarkan indeks transaksi belanja (intrabel) BCA, pertumbuhan tingkat konsumsi tercatat turun 3,95% secara tahunan atau year on year per 25 Januari 2024. Tren penurunan belanja ini sudah terjadi sejak pertengahan 2021 dari angkanya saat itu tumbuh di level kisaran 30%.

Sama seperti pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) nominal, nilai konsumsi itu terus turun. Meskipun secara volume naik, yakni 11,17% yoy per 25 Januari 2024 seperti PDB riil 2023 yang masih tumbuh 5,05%. Namun PDB Nominal terus turun tingkat pertumbuhannya, dari sejak kuartal III-2022 tumbuh 17,09% menjadi hanya tumbuh 4,51% pada kuartal III-2023.

Anggito mengatakan, selain tingkat konsumsi, juga terjadi deindustrialisasi di Indonesia, tercermin dari rasio kontribusi manufaktur terhadap PDB yang terus turun dua dekade terakhir, dari 2002 sumbangannya 32% menjadi hanya 18,34% pada 2022. Meskipun pada 2023, angkanya sedikit naik menjadi 18,67%.

Demikian juga dengan angka Incremental Capital Output Ratio (ICOR) atau rasio antara tambahan output dengan tambahan modal yang masih persisten bengkak. Berdasarkan catatan BPS data ICOR Indonesia pada 2016 masih 6,73%, 2017 sebesar 6,95%, 2018 baik ke 6,72%, 2019 naik 6,88%, 2021 menjadi 8,16%, serta 2022 sebesar 6,2%.

“Rasio investasi pada PDB itu turun dan kalau kita lihat PMTB dari investasi dalam PMTB sebagian besar sektor bangunan, jadi investasi-investasi yang kita harapkan khususnya padat karya hampir kecil sekali. Saya kira menteri investasi, menteri perdagangan, menteri industri fokus ke ekonomi kalau tidak pertumbuhan tidak akan mencapai 5%,” tegasnya.

Kepala Ekonom Bank Central Asia atau BCA, David Sumual juga menyoroti secara khusus terkait ICOR yang masih tinggi. Menurutnya, level ICOR itu menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur yang dilakukan selama dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak membuat investasi semakin efisien dan produktivitas ekonomi meningkat.

“Dulu ICOR kita bisa 4% sekarang 5%, terakhir angkanya 7% itu kacau sekali, artinya perlu 7 biar keluar 1, dulu hanya perlu 5 atau 4, berarti efisiensi capital yang masuk enggak imbang dengan output yang keluar,” tegasnya.

“Jadi PR kita sudah punya infrastruktur tapi dipakai tidak? pelabuhan, lapangan udara, jalan tol, macam-macam, kalau enggak kepakai nanti kita enggak ada cashflow, yang kejadian (kredit) macet nanti semua,” tutur David.

David menilai, persoalan itu semua bermuara pada masih belum efisiennya birokrasi di Indonesia, khususnya terkait dengan proses perizinan berusaha yang berbelit dan perlu melalui banyak kementerian atau lembaga. Birokrasi yang rumit pun menurutnya produk dari sistem demokrasi di Indonesia.

“Birokrasi menurut saya ini konsekuensi dari sistem demokrasi kita juga, kita kan ada adagium 1-3-1, 1 tahun pertama konsolidasi politik, nyari kawan banyak-banyak, dikasih posisi juga dong nanti, lalu 3 tahun eksekusi, 1 tahun terakhir bubar karena kampanye. Jadi karena posisi yang dikasih harus banyak jadi tidak efisien birokrasinya,” ungkap David.

Oleh sebab itu, David menganggap, yang perlu diubah saat ini memang pemangkasan proses birokrasi melalui penyederhanaan jumlah kursi menteri. Menurutnya itu sudah dilakukan oleh negara lain seperti di Argentina. Sebagaimana diketahui Presiden Argentina Javier Milei memangkas kursi menterinya dari 18 menjadi hanya 9.

“Ini kan kita menteri hampir 40 mereka dari 18 cuma 9 karena banyak yang enggak perlu. Jadi uang kita bisa dipakai buat yang lain dan lebih streamlining buat bisnis, menjadi lebih gampang enggak banyak izin ini itu ke tiap K/L untuk izin,” tutur David.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Tiba-Tiba Jokowi Panggil Menteri Rapat, Ada Apa?

(arm/mij)

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Kab/Kota

Provinsi

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi