Ditetapkan Jadi Tersangka, Begini Kronologi Kasus Budi Said

26 January 2024, 17:06

Jakarta, CNBC Indonesia – Kejaksaan Agung telah menetapkan pengusaha properti asal Surabaya, Budi Said, sebagai tersangka dalam kasus penipuan jual beli emas PT Aneka Tambang (ANTM) Tbk (Antam). Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan secara intensif dikaitkan dengan alat bukti yang lain telah ditemukan penyidik, status Budi Said akhirnya dinaikkan menjadi tersangka.
Adapun kasus ini bermula saat Budi Said membeli 7 ton emas dari Antam pada 2018 dengan harga diskon atau senilai Rp 3,9 triliun. Namun, Budi hanya menerima sebanyak 5,9 ton dan 1,1 ton emas sisanya tidak pernah diterima.
Budi merasa ditipu dan mengirim surat ke Antam Cabang Surabaya, tetapi tidak pernah dibalas. Akhirnya dia berkirim surat ke Antam Pusat Jakarta dan dinyatakan bahwa Antam tidak pernah menjual emas dengan harga diskon. Kemudian dia membawa kasus ini ke meja hijau.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kasus pun bergulir di pengadilan. Budi menggugat Antam untuk mengganti kerugiannya sebesar 1,1 ton emas.
Adapun awal mula kasus ini terjadi sekitar Maret 2018 sampai November 2018. Diduga tersangka bersama dengan Endang Kumoro (EK), Kepala BELM Surabaya I Antam, Misdianto (MD), Tenaga Administrasi BELM Surabaya I Antam, Ahmad Purwanto (AP), General Trading Manufacturing And Service Senior Officer, dan Eksi Anggraeni (EA) telah melakukan pemufakatan jahat merekayasa transaksi jual beli emas dengan cara menetapkan harga jual di bawah harga yang telah ditetapkan oleh Antam dengan dalih seolah ada diskon.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kuntadi mengatakan dalam menjalankan aksinya Budi bekerja sama dengan sejumlah pegawai Antam untuk merekayasa transaksi jual beli emas melalui toko.
“Dengan cara menetapkan harga jual di bawah harga yang telah ditetapkan oleh PT Antam, dengan dalih seolah ada diskon dari PT Antam,” kata Kuntadi.
Guna mengaburkan rekayasa tersebut, transaksi dilakukan dengan cara menggunakan mekanisme yang tidak sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan PT Antam. Dampaknya, PT Antam tidak bisa mengontrol kesesuaian antara jumlah emas yang keluar dengan nilai transaksi yang masuk ke Butik Surabaya 1.
“Akibatnya antara jumlah uang yang diberikan oleh tersangka dan jumlah logam mulia yang diserahkan PT Antam terdapat selisih yang cukup besar,” tuturnya.
Selisih tersebut kemudian kembali ditutupi dengan membuat surat pernyataan palsu antara tersangka dengan Butik Surabaya 1.
“Yang pada pokoknya menyatakan seolah bahwa benar transaksi telah dilakukan dan benar PT Antam ada kekurangan dalam menyerahkan sejumlah logam mulia. Akibatnya PT Antam mengalami kerugian 1 ton 136 kilogram logam mulia atau mungkin bisa setara Rp 1,2 triliun,” imbuh Kuntadi.
Kuntadi menyebut rekayasa dilakukan dengan menjual emas di bawah harga yang ditetapkan PT Antam lewat modus pemberian diskon. Atas perbuatannya Budi diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Budi Said pernah memenangkan gugatan di Mahkamah Agung (MA) dengan tergugat PT Aneka Tambang (persero) Tbk. MA saat itu menghukum Antam membayar ganti rugi kepada Budi sebesar 1.136 kilogram atau 1,1 ton emas batangan 24 karat. Nilai ganti rugi itu sama dengan nilai kerugian yang diduga oleh Kejaksaan Agung.

PKPU Penuh Kejanggalan
Menang secara perdata di MA, Budi Said mengajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). PKPU ini pun dianggap penuh kejanggalan.
Kejanggalan pertama, pemohon PKPU tidak memiliki legal standing. Antam dapat dipersamakan dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sesuai kesepakatan ketentuan pasal 1 angka 1 Undang-Undang BUMN (UU BUMN), Putusan MK Nomor 48/2013, Putusan MK Nomor 63/2013 dan Putusan MA 21 P/HUM/2017 karena sebagian besar sahamnya dimiliki oleh negara dan memiliki saham seri A dwiwarna.
Oleh karena itu, sesuai ketentuan pasal 2 ayat 5 UU KPKU, permohonan PKPU terhadapnya hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. Hal ini juga sudah ditegaskan oleh Putusan PKPU Nomor 267 perkara Waskita melawan PT Bukaka Teknik Utama, Putusan PKPU PT Indonesia Power melawan Liliana Wibisono dan putusan-putusan PKPU Putusan PTPN I.
Kejanggalan kedua adalah dasar tagihan pemohon PKPU juga dijadikan dasar permohonan eksekusi di Pengadilan Negeri Surabaya (PN Surabaya). Padahal proses atas eksekusi telah berjalan dan telah mencapai pemeriksaan atas permohonan sita yang diajukan Budi Said, sementara penetapan belum dikeluarkan oleh PN Surabaya.
Terlebih, masih ada perkara yang masih berjalan, yakni Peninjauan Kembali ke-2 (PK 2) di Mahkamah Agung (MA) dan, Gugatan perdata di PN Jakarta Timur yang masih berjalan yang dapat mengubah status hukum utang piutang Antam dengan Budi Said dan proses eksekusi di PN Surabaya.
Kemudian kejanggalan ketiga adalah permohonan PKPU seharusnya ditujukan kepada Eksi Anggraeni dan pihak yang membantu penjualan emas, sebab yang menjanjikan adanya pembelian emas dengan harga diskon adalah Eksi Anggraeni selaku broker yang telah bekerja sama dengan Oknum Kepala Butik Emas Logam Surabaya 01 atau Endang Kumoro serta oknum pegawai PT ANTAM Tbk lainnya, yaitu, Misdianto dan Ahmad Purwanto. Sehingga, permohonan PKPU Budi Said dianggap salah sasaran.
Di sisi lain, Antam juga merupakan perusahaan yang sehat dan memiliki kemampuan bayar yang tinggi, sehingga tidak masuk akal jika dijatuhi PKPU.
Kejanggalan keempat adalah kreditor lain tidak memiliki utang yang jelas. Karena dasar utang kreditor lain telah diperiksa pengadilan dan dinyatakan tidak dapat diterima, dan ada yang telah ditolak pengadilan namun masih proses banding.
Alasan lainnya, utang Budi Said selaku Pemohon PKPU tidak sederhana karena masih adanya perkara perdata dan pidana yang sedang berjalan. Perkara pidana yang berjalan, yakni pada persidangan tindak pidana korupsi ditemukan fakta baru bahwa Eksi Anggraini mengakui diperintahkan Budi Said memberikan hadiah kepada oknum-oknum karyawan Antam, sehingga Budi Said diduga melakukan tindakan gratifikasi.
Penetapan Budi Said sebagai tersangka juga mempertegas adanya dugaan kerugian negara yang berasal dari klaim yang diajukan oleh Budi Said. Sehingga semakin menunjukkan bahwa utang tidak sederhana. Keberadaan kerugian negara menjadikan suatu utang tidak sederhana dalam PKPU telah disebutkan dalam perkara PKPU terhadap Pertamina Foundation.
Masuk Ranah Perdata
Perihal sengketa emas 1,1 ton, mulai masuk ke ranah perdata sejak Februari 2020. Budi Said mengajukan gugatan di PN Surabaya. Tergugatnya termasuk Antam, Endang Kumoro, Misdianto, Ahmad Purwanto, serta Eksi Anggraeni. Budi Said mempertanyakan soal nasib kekurangan emas 1,1 ton yang belum diterimanya.
Pada 13 Januari 2021. PN Surabaya mengabulkan gugatan Budi Said. PT Antam harus membayar Rp 817.465.600.000 atau menyerahkan emas 1.136 (1,1 ton) kepada Budi Said. Selain itu, menghukum Eksi membayar kerugian Rp 92 miliar kepada Budi Said. PT Antam dan Eksi juga dihukum membayar kerugian immateriil Rp 500 miliar kepada Budi Said.
Namun, pada 19 Agustus 2021, Pengadilan Tinggi Surabaya membatalkan putusan Pengadilan Negeri. Antam batal dihukum membayar kepada Budi Said. Akan tetapi, Mahkamah Agung mengabulkan kasasi Budi Said.
Peninjauan Kembali yang diajukan PT Antam ditolak MA pada 21 Juni 2023. Antam pun mengajukan PK untuk kedua kalinya. Alasan Antam mengajukan PK kedua kali adalah dalam berbagai perkara yang juga melibatkan Eksi Anggraeni dan bentuk transaksinya serupa, hanya perkara Budi Said yang dikabulkan. Perkara yang lain tidak dikabulkan.

Dugaan Korupsi Mencuat
Sengketa emas ini juga masuk dalam ranah korupsi. Eksi dan tiga mantan pejabat Antam yang terlibat kasus penipuan menjadi terdakwa dalam perkara korupsi. Kasus ini mulai bergulir pada Agustus 2023.
Mereka dituding melakukan korupsi yang merugikan negara terkait jual beli emas Antam. Dalam dakwaan, disebutkan ada empat perbuatan yang dilakukan Eksi dan Endang Kumoro dkk:
– Memfasilitasi Eksi Anggraeni untuk menjual emas BELM Surabaya 01 Antam dengan harga di bawah harga resmi
– Memfasilitasi Eksi Anggraeni dalam penyerahan emas melebihi faktur pembayaran. Sehingga mengakibatkan kekurangan emas Antam seberat 152,80 kg di BELM Surabaya 01 agar Eksi memenuhi kesepakatan dengan para pembelinya.
– Memanipulasi laporan stok opname harian emas Antam di BELM Surabaya 01 Antam. Seolah-olah tidak terjadi kekurangan stok emas.
– Menerima uang maupun barang dari Eksi Anggraeni sebagai imbal memberi kemudahan dalam penjualan emas di bawah harga resmi dan pemberian emas melebihi faktur pembayaran.
– Sejak awal menjabat pada 2018, Endang Kumoro selaku Kepala BELM Surabaya 01 Antam berkenalan dengan Eksi Anggraeni selaku broker.
“Dalam menjual emas, Endang Kumoro melakukannya melalui Eksi Anggraeni. Baik menggunakan nama pribadi maupun orang lain,” jelas Fernandes.
Mekanismenya, Eksi melakukan pembayaran sesuai nama pembeli lain yang tercantum di faktur. Selanjutnya, ia menerima emas sesuai permintaan dari nama yang tercantum di faktur. Salah satu pembeli Eksi ialah Budi Said.
Eksi bersama Endang Kumoro dkk diduga berkongkalikong mengakali faktur. Setiap kali transaksi, terjadi penyerahan emas melebihi nilai faktur. Akibatnya terjadi selisih dalam penyerahan emas kepada Eksi.
Alhasil terjadi kekurangan emas Antam hingga 152,80 kilogram di BELM Surabaya 01 akumulasi transaksi September-Desember 2018. Endang Kumoro dkk diduga memanipulasi laporan untuk menutupi kekurangan stok emas tersebut. Nilai 152,80 kilogram itu sekitar Rp 92.257.257.820 (Rp 92,2 miliar).
“Telah mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara yang terjadi pada PT Antam Tbk. adalah kekurangan fisik emas Antam di BELM Surabaya 01 sebanyak 152,80 kg atau senilai Rp 92.257.257.820,” bunyi putusan PN Surabaya.
Perbuatan kongkalikong tersebut membuat Eksi Anggraeni memperoleh uang sejumlah Rp 92.257.257.820,00 (sembilan puluh dua miliar dua ratus lima puluh tujuh juta dua ratus lima puluh tujuh ribu delapan ratus dua puluh rupiah) dari penyerahan emas PT Antam, Tbk seberat 152,80 kg oleh Endang Kumoro, Ahmad Purwanto Dan Misdianto kepada Eksi Anggraeni melebihi nilai faktur, yang lalu dibagikan kepada Endang Kumoro, Ahmad Purwanto dan Misidianto sejumlah Rp. 5.190.250.000,00 (lima miliar seratus sembilan puluh juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) dalam bentuk uang dan barang.

Pemufakatan Jahat Terbongkar
Bahkan, setelah menetapkan dan menahan tersangka Budi Said, Kejagung juga melakukan penggeledahan di sejumlah tempat, salah satunya rumah Budi Said di wilayah Surabaya, Jawa Timur.
Keputusan tersebut pun disambut baik oleh pihak Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Staf Khusus III Menteri BUMN Arya Mahendra Sinulingga memberikan apresiasi terhadap upaya hukum yang dilakukan oleh Kejagung.
Menurut dia, tindakan ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberantas praktik-praktik tidak sah yang merugikan perusahaan BUMN.
“Saya mengapresiasi tindakan cepat dan tegas Kejaksaan Agung dalam menindaklanjuti kasus penipuan emas Antam. Dari awal saya juga sudah curiga dan merasa aneh bahwa ada yang tidak benar dalam kasus pembelian emas oleh Budi Said ke Antam, dan terbukti kan sekarang!” ujar Arya, Jumat (19/1/2024).
Lebih lanjut, dia menyatakan bahwa langkah tegas yang diambil oleh Kejagung dinilai tepat dalam upaya menegakkan keadilan dan memberantas tindak kejahatan yang dapat merugikan keuangan negara.
“Saya percaya bahwa Kejaksaan Agung telah melakukan investigasi dengan teliti dan memiliki alat bukti yang kuat untuk menetapkan status tersangka terhadap Budi Said. Kami juga mengapresiasi Masyarakat yang telah menaruh perhatian besar atas penegakan hukum yang berjalan di Kejaksaan Agung agar kasus ini tidak membuat kerugian keuangan negara,” ucapnya.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Video: Pemula Mau Investasi Emas, Simak Tipsnya

(dpu/dpu)

Partai

Institusi

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi