Dibanding Pilpres dan Pileg, Pilkada Justru yang Paling Dikhawatirkan KPU dari Segi Partisipasi Pemilih

22 September 2023, 8:38

BANDUNG, suaramerdeka.com – Untuk urusan tingkat partisipasi pemilih, KPU Jawa Barat justru lebih mengkhawatirkan pelaksanaan Pilkada Serentak dibanding hajatan Pileg terlebih Pilpres 2024. Menurut Ketua KPU Jawa Barat, Rifqi Ali Mubarok, pelaksanaan Pilkada tak menutup kemungkinan bakal mengalami penurunan minat dari warga. Pasalnya, dua hajatan sebelumnya itu bakal lebih menguras tenaga terutama dari parpol dan juga pemilihnya. Baca Juga: Lawan LASK, Jadi ‘Laga Debut’ Jersey Ketiga Liverpool yang Berwarna Ungu, Intip Penampakannya “Pileg dan Pileg dulu baru Pilkada ini kan ibaratnya orang sudah ke puncak, pilih Presiden sudah klimaks, kita khawatir orang justru tak tahu Pilkada,” katanya pada Silaturahmi dan Diskusi KPU Jabar-PWI Jabar: Pers & Pemilu 2024 di Bandung, belum lama ini. Kondisi tersebut berbeda dibandingkan dengan pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan itu pada 2019.

Polanya sebaliknya. Pilpres menjadi tahapan puncak setelah sebelumnya warga memilih pemimpin daerahnya terlebih dahulu. Baca Juga: Terawangan Cinta Zodiak Pisces, Virgo, Scorpio, Sabtu 23 September 2023: Pertemuan Romantis, Ada Penghargaan Dengan pola paling gres itu, Rifqi menyebut bahwa tahapan Pilkada seperti nyaris dilupakan. Persiapan dari parpol dan figur yang dianggap pantas tampil juga masih senyap. Belum lagi, kompleksivitas yang harus dihadapi. Baca Juga: Prediksi Cinta Zodiak Gemini, Sagitarius, Leo, Sabtu 23 September 2023: Banyak Fantasi dan Menuntut Di antaranya syarat pengusungan yang merujuk hasil Pemilu terbaru hingga jadwal pelaksanaan yang bakal membuat anggota dewan yang baru terpilih harus secepatnya mengundurkan diri. “Calon-calon belum muncul, karena siapa pengusung dari partainya juga belum jelas. Karena hasil 2019 hangus. Calonnya juga disuruh nyaleg dapat kursi dulu baru nyalon.” “Itu pun apakah September atau November, jadwal Pilkadanya, karena ini jadi problem. Dia baru dilantik jadi dewan tapi harus mundur padahal biasanya calon pemimpin itu dari legislatif,” jelasnya. Baca Juga: Soal Sosok ‘Mawar’ yang Diduga Kaesang dalam Video Unggahan PSI, Tanggapan Gibran: Bisa Saja Itu Afgan “Partai juga tak menutup kemungkinan bakal capai. Karena logistiknya bisa jadi sudah habis di Pileg Pilpres di sisi lain mereka harus harus mempersiapkan seperti biaya untuk pelaksanan Pilkada dan juga calon,” jelasnya. Merujuk pada pengalaman Pemilu 2019, dia menyebut bahwa sosialisasi gencar harus dilakukan. Momennya pun diharapkan bisa tepat sehingga masyarakat bisa tetap menjaga gairah pada saat Pilkada. Baca Juga: Demokrat Deklarasi Dukung Prabowo, Begini Tanggapan Yoyok Sukawi “Pada saat itu pemerintah gencar juga melakukan sosialisasi, dan itu berujung pada peningkatan partisipasi sekolah.” “Tingkat partisipasi pemilih di Jawa Barat pada pemilu sebelumnya itu mencapai 79 persen,” tandasnya. Sekretaris PWI Jawa Barat, Tantan Sulton Bukhawan menyatakan bahwa untuk menunjang tingkat partisipasi pemilih, masyarakat perlu mencermati informasi yang beredar terutama di sosmed. Dengan demikian, mereka bisa mengambil hikmah termasuk perspektif baru sehingga bisa jadi pertimbangan dalam menentukan hak pilihnya. “Masyarajat harus tahu produk jurnalistik dan informasi di sosmed. Kami sendiri terus mendorong produk jurnalistik yang berkualitas termasuk dari sisi kode etik, sekali pun bermain pula di platform sosmed yang nyaris jadi bagian dari keseharian masyarakat,” katanya.***