Bisnis.com, JAKARTA – Apple, produsen gawai asal Amerika Serikat, meminta hakim federal untuk menolak tuduhan Departemen Kehakiman AS yang menuduh iPhone mendominasi pasar smartphone secara ilegal.
Melansir dari Reuters, Kamis (21/11/2024) Hakim Distrik AS, Julien Neals mendengarkan argumen dari pengacara Apple yang mengatakan bahwa kasus pemerintah harus dibatalkan karena beberapa alasan, dan meminta hakim untuk membatasi proses penemuan (discovery), yaitu pertukaran informasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut.
“Pemerintah gagal menunjukkan secara wajar bahwa Apple memiliki kekuatan monopoli,” kata pengacara Apple, Devora Allon.
Maka dari itu, Apple berusaha membatalkan kasus tersebut dengan alasan bahwa pembatasan akses pengembang ke teknologinya adalah hal yang wajar.
Adapun, kasus yang menjerat Apple ini diajukan oleh DOJ dan koalisi negara bagian pada Maret lalu.
Laporan ini menyoroti pembatasan dan biaya yang dikenakan kepada pengembang aplikasi serta hambatan teknis terhadap perangkat dan layanan pihak ketiga
Kasus antitrust terhadap perusahaan-perusahaan teknologi besar ini semakin menjadi tren bipartisan. Kasus terhadap Apple dimulai pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump dan diajukan pada masa pemerintahan Presiden Joe Biden.
Dalam kasus lainnya, Alphabet ditemukan memiliki monopoli ilegal dalam pencarian daring, Meta Platforms menghadapi persidangan terkait klaim yang menyatakan bahwa mereka membungkam persaingan dengan mengakuisisi pesaing yang baru muncul.
Sedangkan pihak Amazon.com sedang melawan kasus terkait kebijakan mereka terhadap penjual dan pemasok.
Namun, beberapa klaim seperti yang ada dalam kasus Apple ini akhirnya gagal. Seorang hakim membatalkan klaim Komisi Perdagangan Federal (FTC) terhadap Meta terkait pembatasan pada pengembang aplikasi pihak ketiga.
Dalam kasus pencarian Google, hakim menolak klaim bahwa Google seharusnya lebih memperhatikan pengiklan di mesin pencari Bing milik Microsoft.
Apple mengutip keputusan tersebut dalam kasusnya, dengan mengatakan bahwa keputusan itu menunjukkan bahwa menahan akses terhadap teknologi tidak seharusnya dianggap sebagai tindakan anti-persaingan.