Aksi Hari Perempuan di Patung Kuda Sentil Jokowi Lemahkan Demokrasi

8 March 2024, 19:38

Jakarta, CNN Indonesia — Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) menggelar demonstrasi di samping Patung Arjuna Wiwaha Jakarta pada Jumat (8/3) sore. Ratusan buruh perempuan itu menyampaikan aspirasi mereka di Hari Perempuan Internasional.
Aksi demonstrasi itu diawali long march dari depan Kantor ILO. Mereka menilai pemerintah kerap mengeluarkan kebijakan yang memiskinkan perempuan dan merampas hak-hak dasar perempuan. Gebrak juga berpendapat pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melemahkan demokrasi.
Perwakilan dari Gebrak, Siti Eni menyoroti kebijakan Jokowi yang dinilai ‘jahat’. Di antaranya, pelemahan KPK, menerbitkan UU Cipta Kerja, menerbitkan KUHP, dan revisi kedua UU ITE.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Selama ini UU Cipta Kerja atau Omnibus Law telah melemahkan hak-hak buruh karena menghilangkan jaminan kepastian kerja, memperluas sistem kerja kontrak, praktik politik upah murah, mempermudah PHK, dan mengurangi hak pesangon,” kata Siti.
Siti mengatakan segala kebijakan itu berdampak kepada perempuan. Ketimpangan ekonomi dengan lonjakan harga-harga bahan pokok misalnya, juga memperburuk kondisi perempuan di Indonesia.

Ia pun menyinggung kendati ada kenaikan pendapatan meski 2-4 persen per tahun, namun angka tersebut tidak sebanding dengan peningkatan jumlah PHK massal di berbagai sektor.
“Ruang kebebasan sipil pun menyempit sepanjang pemerintahan Jokowi dengan berbagai represi pada kebebasan sipil,” kata dia.
Berdasarkan data KontraS, sepanjang 2023, ada 622 pelanggaran dan serangan terhadap kebebasan sipil, termasuk kebebasan berekspresi, berserikat, dan berkumpul secara damai.
Siti juga menyoroti meski Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) telah disahkan, namun kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual, masih terjadi dalam jumlah yang signifikan.
Rezim gagal lindungi perempuan
Komnas Perempuan melaporkan sepanjang 2022 terjadi 459.094 kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan kekerasan seksual sebagai bentuk yang paling dominan, yaitu 2.228 kasus.
“Serta rezim ini gagal melindungi perempuan pekerja rumah tangga. Lebih dari satu dekade RUU PRT mangkrak tidak disahkan segera,” jelasnya.
Lebih lanjut, Siti juga membeberkan krisis iklim yang lebih besar dialami oleh perempuan, anak-anak dan kelompok rentan lainnya, justru diperburuk dengan ambisi Presjden dan oligarkinya melalui proyek-proyek neoliberal yang mengatasnamakan kepentingan umum seperti Proyek Strategis Nasional (PSN) dan hilirisasi sumber daya alam.
Proyek-proyek itu menurutnya banyak menggusur kaum perempuan, tani, masyarakat adat, dan meningkatkan kecelakaan kerja para buruh. Menurut Catahu KPA, selama dekade Jokowi (2015-2023), terjadi setidaknya 2.939 letusan konflik agraria, yang mengorbankan 181 perempuan (109 dianiaya, 69 dikriminalisasi, 1 tertembak dan 2 tewas) karena mempertahankan tanah dan sumber penghidupannya.
Pun Siti menganggap puncak penderitaan rakyat selama sepuluh tahun ini adalah ketika Jokowi mencurangi Pemilu 2024 dengan menyalahgunakan sumber daya negara untuk memuluskan anaknya Gibran Rakabuming untuk memenangi Pemilu.
“Sehingga Gebrak mengajak seluruh perempuan dan masyarakat Indonesia untuk bersatu membangun kekuatan politik alternatif yang sejati untuk mencabut UU Cipta Kerja, melawan politik dinasti dan rezim oligarki,” ujarnya.

(khr/DAL)

[Gambas:Video CNN]