Babak Baru Kasus Nenek Elina: Samuel Diborgol dan Digiring ke Polda Jatim

Babak Baru Kasus Nenek Elina: Samuel Diborgol dan Digiring ke Polda Jatim

Surabaya (beritajatim.com) – Kasus dugaan pengusiran paksa terhadap Nenek Elina Widjajanti (80) memasuki babak baru. Samuel, pria yang diduga menyuruh sekelompok orang yang tergabung dalam organisasi kesukuan untuk mengusir korban dari rumahnya, dibawa ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Timur.

Pantauan di Mapolda Jatim, Samuel digiring ke dalam gedung Ditreskrimum Polda Jatim dengan mengenakan kaos hijau botol dan tangan terborgol. Ia dibawa oleh dua petugas kepolisian. Saat ditanya terkait penangkapan tersebut, Samuel memilih tidak memberikan komentar.

Hingga saat ini, Polda Jawa Timur belum menyampaikan keterangan resmi terkait status hukum Samuel maupun konstruksi perkara yang sedang ditangani penyidik.

Sebelumnya, Nenek Elina telah menjalani pemeriksaan oleh penyidik Polda Jatim pada Minggu (28/12/2025). Dalam pemeriksaan tersebut, Elina mengungkap kronologi dugaan pengusiran paksa yang dialaminya di rumah yang selama ini ia tempati.

“Saya diminta surat. Saya tanyakan surat-suratnya. Nyatanya Samuel yang tidak punya malah memperlihatkan suratnya. Mana suratnya, dia diam lalu pergi. Surat itu ya Letter C yang saya punya, tapi dia ngakunya yang punya surat,” ujar Elina.

Elina mengaku, saat kejadian terdapat puluhan orang berseragam merah yang mengaku berasal dari sebuah organisasi kesukuan. Mereka datang ke rumahnya dan memaksa dirinya keluar dari dalam rumah.

“Itu grup yang angkat saya keluar. Saya tidak boleh masuk ke dalam. Saya diangkat empat orang. Dua pegang kaki, dua pegang tangan. Saya melawan, posisi saya dibawa agak ke luar,” tuturnya.

Saat ditanya mengenai dokumen kepemilikan rumah atau tanah yang dibawa oleh pihak yang mengusirnya, Elina menegaskan bahwa Samuel tidak pernah menunjukkan satu pun surat kepemilikan. Ia hanya membawa sebuah map, namun tidak pernah memperlihatkan isinya.

“Saya tunjukkan Letter C saya. Saya tanya, kamu janjikan mana suratnya. Saya ada dua surat. Dia katanya cuma satu. Dia diam saja, map-nya cuma dikempit, lalu pergi,” ungkap Elina.

Kuasa hukum Elina, Wellem Mintarja, mengatakan penyidik Polda Jatim telah memeriksa empat orang saksi terkait peristiwa tersebut, yakni Elina, Iwan, Maria, dan Muslimah.

“Yang diperiksa adalah para penghuni rumah. Bu Maria masih kerabat. Pemeriksaan seputar kejadian itu. Klien kami diangkat, disuruh keluar, dan di lokasi banyak orang. Setelah Bu Elina diturunkan, mulutnya berdarah,” jelas Wellem.

Wellem menegaskan bahwa kliennya sama sekali tidak mengenal Samuel sebelum peristiwa pengusiran tersebut. Elina baru mengetahui sosok Samuel pada malam kejadian.

Ia juga menegaskan hingga kini Samuel tidak pernah menunjukkan bukti sah kepemilikan rumah atau tanah yang diklaimnya.

Menurut Wellem, rumah tersebut telah dihuni oleh Elina bersama kakaknya, Elisa Irawati, sejak tahun 2011. Elisa meninggal dunia pada 2017. Namun pada 5 Agustus 2025, Samuel tiba-tiba mengklaim pernah membeli rumah tersebut pada tahun 2014.

“Selama 11 tahun itu tidak pernah ada klaim, tidak pernah menunjukkan sebagai pembeli. Tiba-tiba pada 2025 muncul dan mengklaim,” ujar Wellem.

Sehari setelah klaim tersebut, tepatnya pada 6 Agustus 2025, terjadi pengusiran secara paksa terhadap Elina. Dalam proses pendampingan hukum, kuasa hukum menemukan adanya akta jual beli tertanggal 24 September 2025.

“Akta itu baru dibuat. Penjualnya Samuel, pembelinya juga Samuel,” ungkap Wellem.

Ia menambahkan, berdasarkan catatan Letter C desa, rumah tersebut masih atas nama Elisa Irawati. Namun pada 24 September 2025, Letter C tersebut diketahui telah dicoret tanpa melibatkan ahli waris.

“Seharusnya pencoretan melibatkan ahli waris. Faktanya, tidak pernah ada penjualan baik oleh Bu Elisa, Bu Elina, maupun ahli waris lainnya,” tegasnya.

Selain dugaan penguasaan rumah tanpa hak, pihak kuasa hukum juga menemukan adanya sejumlah dokumen penting milik kliennya yang hilang, antara lain Letter C tanah, sertifikat, serta surat emas perhiasan.

“Kami akan melaporkan hilangnya dokumen-dokumen tersebut,” kata Wellem.

Wellem juga membantah pernyataan Samuel yang menyebut telah melakukan pendekatan secara humanis sebelum pengusiran.

“Kalau mengaku membeli tahun 2014 lalu 11 tahun kemudian baru mengklaim, silakan masyarakat menilai sendiri. Kami sama sekali tidak pernah ditunjukkan surat kepemilikan apa pun,” ujarnya. [uci/beq]