Purbaya Setujui Bantuan Pakaian Reject untuk Sumatra, Bakal Dibebaskan Pajak

Purbaya Setujui Bantuan Pakaian Reject untuk Sumatra, Bakal Dibebaskan Pajak

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa membuka peluang pembebasan pajak terhadap penyaluran bantuan pakaian reject untuk korban bencana di Sumatra. 

Hal itu disampaikan Purbaya usai menghadiri rapat arahan Presiden Prabowo Subianto kepada Kepala Daerah se-Papua dan Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua di Istana Negara, Selasa (16/12/2025).

Purbaya menjelaskan, pakaian reject yang dimaksud bukan berasal dari bantuan pemerintah atau barang sitaan negara, melainkan dari pabrik yang berada di kawasan berikat.

“Kan itu bukan dari balpres, dari pabrik, di kawasan berikat. Mau dikirim ke luar negeri tapi ada cacat, kita lihat lah. Kan itu bukan barang ilegal, harusnya ada. Nanti kita lihat,” ujar Purbaya.

Terkait permintaan Presiden Prabowo agar Kementerian Keuangan membantu kelancaran penyaluran bantuan tersebut, termasuk soal keringanan pajak, Purbaya menyatakan secara prinsip hal itu memungkinkan dilakukan.

“Bisa lah, gampang itu kan [kondisi] kalau ada bencana, ada pengecualian,” katanya.

Adapun mengenai jumlah perusahaan yang akan terlibat dalam penyaluran bantuan pakaian reject tersebut, Purbaya mengatakan hingga kini baru dua perusahaan yang disebutkan.

“Kan yang disebutin baru dua. Saya nggak tahu totalnya berapa. Nanti kita lihat seperti apa,” tandasnya.

Pemerintah saat ini masih akan mengkaji lebih lanjut mekanisme serta cakupan pembebasan pajak agar penyaluran bantuan ke Papua dapat berjalan cepat dan tetap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bantuan pakaian tersebut berawal dari laporan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian kepada Presiden Prabowo Subianto mengenai kesediaan dua perusahaan garmen besar di kawasan ekonomi khusus untuk membantu korban Banjir Sumatra. Kedua perusahaan tersebut memiliki stok pakaian layak pakai yang merupakan produk reject export, yakni barang yang tidak memenuhi standar ekspor akibat kesalahan produksi ringan.

“Mereka banyak menyimpan [pakaian] reject export. Jadi banyak yang ekspor tapi karena kurang standar sedikit. Jadi mereka simpan,” ujarnya.

Tito menyebut, satu perusahaan mampu menyediakan sekitar 100.000 pakaian, sementara perusahaan lainnya menyiapkan 25.000 pakaian, sehingga total bantuan mencapai 125.000 potong pakaian. Seluruh pakaian tersebut rencananya akan disalurkan kepada korban banjir bandang dan tanah longsor di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.

Namun, penyaluran pakaian reject export dari kawasan ekonomi khusus tersebut memerlukan izin dari dua instansi, yakni Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan serta Kementerian Perdagangan. Meski begitu, terdapat ketentuan dalam undang-undang yang memungkinkan barang ekspor digunakan untuk kepentingan penanggulangan bencana, sepanjang ada surat permintaan resmi dari instansi pemerintah.

Atas dasar itu, Kementerian Dalam Negeri telah mengirimkan surat resmi dan meminta dukungan dari Kementerian Keuangan serta Kementerian Perdagangan agar proses perizinan dapat dipercepat. Presiden Prabowo pun menyetujui usulan tersebut dan meminta agar bantuan disalurkan di bawah pengawasan pemerintah serta diterima langsung oleh para korban bencana.

“Ada pasalnya dalam rangka untuk kepentingan bencana dapat digunakan asal ada surat permintaan resmi dari instansi. kami sudah mengeluarkan surat resmi kami mohon dukungan dari pak Menkeu dan pak Mendag agar bisa dikirimkan secapat mungkin,” kata Tito.