Bung Karno, Marinir, Pataka Unggul Jaya, dan Mimpi Besar Negara Maritim Dunia

Bung Karno, Marinir, Pataka Unggul Jaya, dan Mimpi Besar Negara Maritim Dunia

Surabaya (beritajatim.com) – Bung Karno, sapaan akrab Presiden Pertama Republik Indonesia Soekarno, sejak awal menempatkan Marinir sebagai kekuatan terdepan dalam menjaga kedaulatan Indonesia sebagai negara kepulauan.

Semangat itu kembali dihidupkan dalam peringatan HUT ke-80 Korps Marinir, ketika sejarah Pataka Unggul Jaya dan gagasan Indonesia sebagai Negara Maritim Dunia menjadi refleksi penting atas peran pasukan amfibi ini.

“…Dan kamu daripada Korps Komando Angkatan Laut telah menyabungkan jiwa ragamu… pada hakikatnya untuk membela dan menegakkan sesuatu ide,” ujar Presiden Soekarno saat menyerahkan Panji Unggul Jaya pada 15 November 1959.

Peringatan HUT Korps Marinir yang digelar setiap 15 November itu mengingatkan kembali bagaimana sejak 1945 Korps Komando (KKO)—cikal bakal Marinir—menjadi tameng terdepan penjaga kedaulatan negeri kepulauan. Bung Karno memandang kekuatan maritim sebagai identitas Indonesia sebagai bangsa bahari yang kuat.

Dalam gagasannya, Soekarno juga memperkenalkan Doktrin SSAT (Sistem Senjata Armada Terpadu) yang memadukan kekuatan kapal perang, pesawat udara, dan pasukan pendarat amfibi sebagai satu kesatuan operasi.

Kader PDI Perjuangan, Achmad Hidayat, menilai warisan pemikiran Bung Karno itu semakin relevan di tengah tantangan geopolitik dan keamanan laut Indonesia saat ini. Ia menegaskan bahwa Marinir merupakan fondasi utama Indonesia menuju negara maritim yang dihormati dunia.

“Sejak era Sriwijaya, Singosari, dan Majapahit, kekuatan Nusantara ditopang armada prajurit yang memiliki kualifikasi standar seperti Marinir masa kini. Secara geopolitik Indonesia strategis dan kedaulatan harus ditegakkan. Semoga Marinir menjadi tulang punggung Negara Maritim Dunia,” kata Achmad, Sabtu (15/11/2025).

Achmad kemudian memaparkan fakta geografis Indonesia yang memiliki 17.380 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km. Menurutnya, jumlah personel Marinir yang saat ini berada di kisaran 41.180 orang masih belum cukup untuk menjawab berbagai tantangan pengamanan maritim masa depan.

“Rasionya berarti hanya tiga personel Marinir menjaga satu pulau di Indonesia. Ini jelas tantangan serius bagi pertahanan negara,” ujarnya.

Ia mengusulkan penguatan jumlah personel Marinir hingga minimal 100.000 personel sebagai langkah strategis untuk memperkuat posisi Indonesia dalam percaturan internasional. Achmad menyebut penguatan sumber daya manusia ini akan berdampak pada stabilitas wilayah serta menjaga kekayaan alam Indonesia dari berbagai ancaman.

“Sebagai Negara Maritim Dunia, tidak rugi apabila personel Marinir minimal berjumlah 100.000. Indonesia akan menjadi kekuatan yang diperhitungkan dunia dari posisinya, kekayaan alam, potensi sumber daya manusia, dan keanekaragaman budaya,” katanya.

Achmad menyebut peringatan HUT Korps Marinir tahun ini menjadi pengingat bahwa visi Bung Karno tentang negara maritim adalah agenda besar yang masih harus diperjuangkan.

“Semangat Pataka Unggul Jaya yang pernah dikibarkan langsung oleh sang Proklamator menjadi pesan sejarah bahwa kekuatan laut Indonesia harus dibangun, diperkuat, dan diwariskan kepada generasi berikutnya,” pungkasnya. [asg/kun]