Bisnis.com, JAKARTA— Kekhawatiran publik tentang potensi kecerdasan buatan (AI) menggantikan manusia terus bergema di tengah isu pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri teknologi.
Namun, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengakui secara global, ada kekhawatiran besar terkait dampak AI terhadap lapangan pekerjaan.
“Dikabarkan kecerdasan artificial akan menggantikan sekitar 85 juta pekerjaan pada 2025. Ini angka yang menakutkan di dunia ya. Tapi di saat yang bersamaan kita juga membaca literatur yang mengatakan AI juga bisa atau berpotensi menciptakan 90 juta pekerjaan baru di berbagai bidang seperti data science dan kolaborasi manusia kecerdasan artificial,” kata Meutya dalam acara Kumparan AI for Indonesia pada Kamis (23/10/2025).
Meutya juga menyebut Indonesia berada pada posisi yang cukup optimistis dalam menyikapi fenomena tersebut. Menurutnya, sikap optimistis masyarakat Indonesia terhadap AI merupakan tanda baik.
Meutya menambahkan pentingnya menempatkan AI bukan sebagai ancaman, melainkan sebagai peluang untuk menciptakan nilai baru.
“Jadi kita sepakat dulu dalam pemahaman apakah AI sesuatu yang menakutkan atau tidak, ya rasanya diwaspadai perlu, tapi ditakuti sekali tidak. Insya Allah tidak akan kemudian menggerus tanpa mengganti pekerjaan-pekerjaan yang saat ini ada,” tuturnya.
Lebih lanjut, Meutya menyoroti potensi ekonomi dari AI yang dinilai mampu mempercepat pertumbuhan global, di mana potensinya mencapai Rp15,7 triliun pada 2030.
Senada dengan Meutya, CEO GDP Labs sekaligus CTO GDP Venture, On Lee, menilai AI bukan untuk menggantikan peran manusia, melainkan memperkuat kemampuan mereka.
“Orang-orang yang tidak menggunakan AI, akan diganti dengan orang-orang yang menggunakan AI. AI sendiri tidak akan mengganti manusia,” ujarnya.
Menurut On Lee, AI berperan sebagai amplifier atau penguat bagi keterampilan manusia. Dia juga menekankan kemampuan beradaptasi terhadap AI akan menjadi pembeda antara tenaga kerja berdaya saing tinggi dan yang tertinggal.
“Jika seseorang berhasil menjadi native AI, tiba-tiba, ini akan menjadi performa tinggi terhadap orang-orang yang tidak mengambil AI,” ujarnya.
Lebih jauh, On Lee menggambarkan bagaimana perusahaannya telah menerapkan AI dalam hampir seluruh proses bisnis, mulai dari otomatisasi hingga pengembangan digital workforce.
“Sekarang, setiap pekerja di GDP, setidaknya memiliki satu AI yang membantu mereka. Perusahaan membayar uang ini karena produktivitas mereka meningkat dengan dua kali lipat,” ungkapnya.
