Prabowo–Gibran Genap Setahun, Perlindungan di Ruang Digital Jadi Sorotan Positif – Page 3

Prabowo–Gibran Genap Setahun, Perlindungan di Ruang Digital Jadi Sorotan Positif – Page 3

Keseriusan pemerintah Prabowo-Gibran menjaga anak di ruang digital dibuktikan dalam kurun waktu setahun terakhir. Melalui kebijakan dan regulasi yang diberi nama Peraturan Tata Kelola Perlindungan Anak di Ruang Digital ini mewajibkan platform digital untuk lebih proaktif dalam melindungi pengguna muda.

Media sosial kini menjadi pedang bermata dua bagi anak-anak, membuka dunia, sekaligus mengancam kesehatan mental mereka. Ketika konten negatif kian merajalela dan memengaruhi kepercayaan diri serta kestabilan emosional, pemerintah tak bisa lagi menunda kehadiran regulasi yang kokoh untuk menjaga masa depan generasi muda Indonesia.

Platform digital kini tak bisa lagi bersembunyi di balik kebebasan pengguna. Mereka dituntut ikut bertanggung jawab melindungi keamanan, khususnya bagi anak-anak. Regulasi baru hadir untuk memastikan teknologi pengamanan makin canggih dan edukasi kepada masyarakat berlangsung lebih luas dan berkelanjutan.

Meski sudah mengantongi PP Nomor 71 Tahun 2019 dan Permen Kominfo Nomor 5 Tahun 2020, yang mewajibkan platform seperti Google, Facebook, dan TikTok untuk mendaftar dan diverifikasi, kemudian Komdigi juga terus melakukan pemblokiran terhadap situs-situs berbahaya.

Kesadaran dan literasi digital adalah benteng pertama bagi anak-anak di dunia maya. Pemerintah boleh bergerak, tetapi kewaspadaan masyarakat tak kalah penting. Jika regulasi diperkuat, literasi diperluas, dan semua pihak terlibat aktif, ruang digital Indonesia bisa menjadi tempat yang aman bagi anak-anak untuk belajar dan bertumbuh.

Pemerintah memperkuat komitmennya melindungi anak-anak dan kelompok rentan di dunia maya melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP TUNAS).

Regulasi yang ditetapkan pada 28 Maret 2025 dan mulai berlaku pada 1 April 2025 ini menjadi dasar hukum kuat bagi negara untuk menghadirkan ruang digital yang aman, sehat, dan berkeadilan.

Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa PP TUNAS adalah respons strategis pemerintah untuk mengatasi persoalan ini secara sistematis.

“Kami di Komdigi tidak hanya melihat dampaknya (ruang digital) terhadap anak-anak, tetapi kepada keseluruhan. Bagaimana ruang digital ini berdampak kepada seluruh warga negara yang menggunakan,” ujar Meutya Hafid dalam Podcast Merdekast di Jakarta Selatan, Jumat (2/5/2025).

Data terbaru menunjukkan, 48 persen pengguna internet di Indonesia adalah anak-anak di bawah usia 18 tahun. Karena itu Meutya menyoroti makin meningkatnya risiko yang dihadapi anak-anak saat menggunakan internet dan media sosial. Dalam pandangannya, tidak semua platform digital layak diakses bebas oleh anak. Sebab, terdapat konten yang berisiko tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan psikologis mereka.

“Platform dengan risiko tinggi hanya boleh diakses oleh anak-anak berusia 16 tahun ke atas, dan itu pun harus dengan pendampingan orang tua,” ujarnya.

Dalam PP Tunas, setiap platform digital memiliki klasifikasi batas usia anak yang berbeda-beda sesuai tingkat risikonya. Klasifikasi usia anak mengakses platform digital dibagi dalam beberapa jenjang.

Pertama, di bawah 13 tahun, hanya boleh mengakses platform yang sepenuhnya aman, seperti situs edukasi atau platform anak. Kedua, 13–15 tahun, diperbolehkan mengakses platform dengan risiko rendah hingga sedang. Ketiga, 16–17 tahun, bisa mengakses platform dengan risiko tinggi, tetapi harus dengan pendampingan orang tua. Keempat, 18 tahun ke atas, diperbolehkan mengakses secara independen semua kategori platform.

Sejalan dengan itu, pemerintah pun meluncurkan Indonesia Game Rating System (IGRS) sebagai panduan bagi masyarakat dan orang tua untuk memilih gim yang aman sesuai usia anak. IGRS menjadi pedoman bagi para orang tua untuk mengetahui gim yang layak dimainkan oleh anak.

Dalam regulasi ini, seluruh produk gim, baik lokal ataupun global yang beredar di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan kelompok usia, yakni 3+, 7+, 13+, 15+, dan 18+. Langkah ini menandai komitmen pemerintah menciptakan ruang digital yang aman sekaligus mendukung industri kreatif nasional.

“Penerapan IGRS ini dilakukan untuk melindungi industri gim, tapi di saat yang bersamaan juga melindungi para gamers, khususnya anak-anak,” ujar Menteri Meutya saat bertemu awak media usai acara Indonesia Game Developer Exchange (IGDX) Conference 2025 di The Stones Hotel, Bali, Sabtu (11/10/2025).

Bagi Rendra Nuris (32) asal Jakarta, perubahan itu nyata terasa. Sosialisasi tentang literasi digital semakin masif, dan orang tua kini tak lagi hanya menonton dari jauh, mereka perlahan seolah diajak pemerintah untuk bisa mendampingi anak-anaknya berinternet dengan bijak.

“Kalau dilihat selama setahun ini, langkah pemerintah Prabowo-Gibran soal pelindungan anak di dunia digital itu udah mulai kelihatan hasilnya sih. Edukasinya juga makin gencar, orang tua juga secara nggak langsung diajak terlibat,” kata dia. Sebagai orang tua dengan anak berusia sembilan tahun, ia merasakan betul pentingnya pembatasan usia di media sosial. Aturan itu, katanya, kini mulai tampak dijalankan lebih serius.

“Sekarang sih sudah mulai ditegaskan kayaknya ya. Jadi anak-anak yang belum cukup umur enggak bisa sembarangan bikin akun dan nonton konten yang enggak sesuai sama umurnya. Itu penting banget tuh buat ngejaga perkembangan mental dia,” ungkap Rendra.

Harapannya sederhana, agar pemerintahan Prabowo–Gibran semakin berani menegakkan aturan dan menjatuhkan sanksi tegas kepada platform digital yang melanggar privasi anak. Karena di dunia maya sekalipun, anak-anak tetap berhak atas perlindungan yang nyata.