Mastel Soroti Prospek 700 MHz dan 2,6 GHz untuk Dorong Layanan 5G

Mastel Soroti Prospek 700 MHz dan 2,6 GHz untuk Dorong Layanan 5G

Bisnis.com, JAKARTA— Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menilai pemanfaatan pita frekuensi 700 MHz dan 2,6 GHz menjadi peluang penting bagi Indonesia untuk mempercepat pengembangan layanan 5G sekaligus memperluas jaringan broadband nasional. 

Ketua Umum Mastel Sarwoto Atmosutarno mengatakan, posisi Indonesia dalam hal infrastruktur internet saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara (Asean).

Berdasarkan data Speedtest per Februari 2025, kecepatan rata-rata mobile broadband (MBB) Indonesia hanya sekitar 45 Mbps, menempati peringkat kesembilan dari 11 negara Asean, sementara kecepatan fixed broadband (FBB) mencapai 39,8 Mbps, berada di posisi ke-10 dari 11 negara.

“Dari sisi harga, rata-rata biaya layanan internet di Indonesia juga masih paling mahal di Asean, yakni sekitar US$0,41 per Mbps [Rp6.478 per Mbps] ,” kata Sarwoto saat dihubungi Bisnis pada Kamis (9/10/2025). 

Sarwoto menambahkan, keterlambatan implementasi layanan 5G menjadi salah satu isu utama. Menurutnya, layanan 5G di Indonesia tertinggal 4 hingga 5 tahun dibandingkan negara lain yang sudah mulai meluncurkan 5G sejak 2017. 

Padahal, kata dia, teknologi 5G memiliki peran strategis di era kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan transformasi digital lintas sektor. Oleh sebab itu, Sarwoto menilai Indonesia masih memiliki peluang untuk memperkuat layanan 5G melalui pemanfaatan dividend spectrum di pita 700 MHz serta frekuensi ideal di 2,6 GHz.

“Namun, kuncinya tetap pada kemampuan investasi penyelenggara telekomunikasi yang saat ini masih rendah,” katanya. 

Sarwoto mengatakan, pemerintah perlu membuat terobosan kebijakan, misalnya melalui konsep 5G neutral network, yang memisahkan penyelenggaraan jaringan 5G dengan penyelenggaraan jasanya untuk use case tertentu. Dia menekankan 5G tidak hanya untuk komunikasi, tetapi juga akan mempercepat transformasi di sektor kesehatan, pendidikan, energi, pangan, industri, perdagangan, hingga pemerintahan.

Dia juga mendukung adanya pemberian insentif atau skema pembayaran secara bertahap pada biaya keseluruhan pita frekuensi yang akan dilelang. Menurut Sarwoto, langkah tersebut akan memberikan nilai tambah yang lebih besar dalam jangka panjang karena dapat memperluas layanan 4G dan 5G dibandingkan hanya berfokus pada penerimaan BHP frekuensi saat ini.

Senada dengan Mastel, pengamat telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Agung Harsoyo menilai momentum saat ini bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki kebijakan biaya regulasi bagi industri telekomunikasi.

Menurut Agung, kehadiran Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang memahami aspek teknologi dapat membuka peluang untuk meninjau ulang struktur biaya regulasi yang harus dibayar oleh operator seluler, termasuk BHP Frekuensi.

“Tim dari Kementerian Keuangan bersama Komdigi bisa melakukan evaluasi terhadap kesehatan industri telekomunikasi dari sisi regulatory cost. Hasilnya diharapkan melahirkan kebijakan yang menyeimbangkan kepentingan industri, masyarakat, dan pemerintah,” kata Agung kepada Bisnis pada Kamis (9/10/2025). 

Dia menambahkan, salah satu opsi yang bisa dipertimbangkan adalah memberikan skema pembayaran BHP secara cicilan, agar operator memiliki ruang finansial yang lebih leluasa untuk melakukan ekspansi jaringan dan mempercepat pembangunan infrastruktur digital.

Sementara itu, di sisi industri, dua operator besar yaitu PT Indosat Tbk (Indosat Ooredoo Hutchison/IOH) dan PT XLSmart Telecom Sejahtera Tbk (EXCL) sama-sama menyatakan minat terhadap pita frekuensi 700 MHz dan 2,6 GHz, meskipun keduanya memilih mundur dari seleksi pita frekuensi 1,4 GHz yang tengah digelar Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

Director & Chief Business Officer Indosat Ooredoo Hutchison Muhammad Buldansyah menegaskan setiap langkah strategis yang diambil perusahaan tidak semata-mata didorong oleh faktor modal finansial, tetapi juga berdasarkan pertimbangan ekonomi dan bisnis yang matang.

“Semua yang Indosat lakukan mempertimbangkan aspek ekonomi bisnis, layanan pelanggan, serta dukungan terhadap objektif pemerintah. Ujung-ujungnya tetap pertimbangan bisnis,” kata Buldansyah di Kantor Indosat pada Selasa (7/10/2025).

Dia menambahkan, setiap keputusan perusahaan bermuara pada tujuan untuk menjaga industri telekomunikasi nasional agar dapat tumbuh sehat dan berkelanjutan. Ketika ditanya mengenai rencana keikutsertaan dalam lelang frekuensi 700 MHz dan 2,6 GHz, Buldansyah belum memberikan konfirmasi lebih jauh.

“Nanti ada sesinya, nanti ada waktunya,” ujarnya singkat.

Sikap serupa juga ditunjukkan oleh XLSMART. Group Head Corporate Communications & Sustainability XLSMART Reza Mirza mengatakan, perusahaan tetap berminat terhadap pita frekuensi 700 MHz dan 2,6 GHz. Namun, mereka berharap pemerintah memberikan skema pembayaran yang lebih fleksibel, misalnya dengan sistem cicilan.

“Sebenarnya kan kami minat untuk kedua itu [frekuensi 700 MHz dan 2,6 Ghz]. Cuma dari sisi pembayarannya kan sekarang regulatory cost lumayan mahal. Sekarang kan di angka 12–13%,” kata Reza ditemui usai acara Road to Grand Final Axis Nation Cup 2025 di Jakarta, pada Selasa (7/10/2025). 

Menurutnya, beban biaya yang besar membuat operator perlu berhitung matang sebelum mengikuti lelang. Meski demikian, XLSMART telah melakukan komunikasi informal dengan pemerintah untuk menyampaikan aspirasi industri.

“Kami mau membantu pemerintah. At the same time pemerintah tolong bantu [industri] telko” katanya.

Komdigi diketahui masih fokus pada lelang pita frekuensi 1,4 GHz, yang kini menyisakan tiga peserta yakni PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom), PT Eka Mas Republik (MyRepublic), dan PT Telemedia Komunikasi Pratama (Viberlink).

Setelah itu, pemerintah berencana menyiapkan lelang pita 700 MHz dan 2,6 GHz, yang ditargetkan dapat digelar pada akhir tahun ini.

Pita frekuensi 700 MHz termasuk kategori low band yang memiliki cakupan luas dan cocok untuk memperluas akses jaringan di wilayah pelosok. Sementara pita 2,6 GHz merupakan mid band yang menawarkan keseimbangan antara cakupan dan kapasitas jaringan, ideal untuk mendukung implementasi layanan 5G dan peningkatan kapasitas data di kawasan urban.