Kasus Korupsi Izin TKA: Kontrakan, Mobil hingga Lahan Disita dari Tangan Eks Dirjen Binapenta Nasional 29 September 2025

Kasus Korupsi Izin TKA: Kontrakan, Mobil hingga Lahan Disita dari Tangan Eks Dirjen Binapenta
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        29 September 2025

Kasus Korupsi Izin TKA: Kontrakan, Mobil hingga Lahan Disita dari Tangan Eks Dirjen Binapenta
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan fakta terbaru terkait proses penyidikan kasus pemerasan pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
KPK menyita aset tanah dan bangunan berupa kontrakan di Depok, Jawa Barat dan rumah di Sentul, Bogor dari tersangka bernama Haryanto selaku Dirjen Binapenta Kemenaker periode 2024-2025 sekaligus Staf Ahli Menaker.
“Pekan lalu, penyidik melakukan penyitaan aset dari salah seorang tersangka dalam perkara ini (Sdr. H – Dirjen Binapenta dan PKK),” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Minggu (28/9/2025).
“Aset tersebut berupa 2 bidang tanah/bangunan yaitu kontrakan seluas 90 m2 di wilayah Cimanggis, Kota Depok dan rumah seluas 180 m2 di wilayah Sentul, Kab. Bogor,” sambungnya.
Budi mengatakan, penyidik juga menemukan bahwa aset tersebut dibeli secara tunai dan diduga berasal dari hasil korupsi.
Selain itu, kedua aset tersebut dibeli dengan mengatasnamakan kerabatnya.
“Kedua aset tersebut dibeli secara tunai, yang diduga uangnya bersumber dari hasil dugaan tindak pemerasan kepada para agen TKA,” ujarnya.
Budi juga mengungkapkan bahwa penyidik menemukan bahwa Haryanto meminta satu unit mobil kepada agen pengurusan izin TKA.
“Ditemukan fakta bahwa tersangka (Haryanto) dimaksud juga meminta kepada salah seorang agen TKA untuk dibelikan satu unit kendaraan roda empat di sebuah diler di Jakarta,” tuturnya.
Budi mengatakan, saat ini mobil dengan merek Toyota Innova itu sudah disita KPK.
“Saat ini kendaraan tersebut juga sudah dilakukan penyitaan oleh KPK,” ujarnya.
Budi menyebutkan bahwa penyitaan-penyitaan aset yang diduga terkait ataupun berasal dari dugaan tindak pidana korupsi ini dibutuhkan untuk proses pembuktian perkara, sekaligus upaya awal dalam optimalisasi asset recovery.
“Selain upaya penindakan ini, KPK juga terus mendorong berbagai langkah pencegahan korupsi di Kemenaker, untuk menutup adanya peluang bagi oknum-oknum melakukan tindak pidana korupsi, yang ujungnya menciderai kualitas pelayanan bagi publik,” ucap dia.
Pada awal September, KPK menyita 18 bidang tanah dengan total luas 4,7 hektare dari Haryanto dan Jamal Shodiqin selaku staf di Kemenaker.
KPK mengatakan, aset-aset tersebut dibeli dengan mengatasnamakan kerabat.
“Dan aset-aset itu di atas nama keluarga dan kerabat,” kata Budi pada Rabu (3/9/2025).
Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan 8 tersangka dalam kasus pemerasan pengurusan izin TKA di Kemenaker pada pertengahan Juli lalu.
Mereka adalah Suhartono (SH) selaku eks Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK);
Haryanto (HY) selaku Dirjen Binapenta Kemenaker periode 2024-2025 sekaligus Staf Ahli Menaker.
Kemudian Wisnu Pramono (WP) selaku Direktur Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA) Kemenaker tahun 2017-2019;
Devi Angraeni (DA) selaku Koordinator Uji Kelayaan Pengesahan Pengendalian Penggunaan TKA; Gatot Widiartono (GTW) selaku Kepala Sub Direktorat Maritim dan Pertanian di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja; dan Putri Citra Wahyoe (PCW), Jamal Shodiqin (JMS), Alfa Eshad (ALF) selaku staf.
KPK mengatakan, para tersangka telah menerima uang hasil pemerasan sebesar Rp 53,7 miliar dari para pemohon izin RPTKA selama periode 2019-2024.
Budi merinci uang yang diterima para tersangka di antaranya, Suhartono (Rp 460 juta), Haryanto (Rp 18 miliar), Wisnu Pramono (Rp 580 juta), Devi Angraeni (Rp 2,3 miliar), Gatot Widiartono (Rp 6,3 miliar), Putri Citra Wahyoe (Rp 13,9 miliar), Alfa Eshad (Rp 1,8 miliar), dan Jamal Shodiqin (Rp 1,1 miliar).
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.