Pengamat: Reshuffle Kabinet Prabowo Harus Perkuat Sistem Politik dan Ekonomi

Pengamat: Reshuffle Kabinet Prabowo Harus Perkuat Sistem Politik dan Ekonomi

Surabaya (beritajatim.com) – Pengamat hukum dan pembangunan, Hardjuno Wiwoho, menilai reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto, termasuk pencopotan Menko Polkam Budi Gunawan, harus dipahami sebagai evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola politik, hukum, dan ekonomi nasional.

Menurutnya, perubahan ini bukan hanya soal pergantian figur di kursi menteri.

“Pergantian Menko Polkam ini bukan soal siapa yang menduduki jabatan, melainkan bagaimana koordinasi antar lembaga bisa lebih solid, transparan, dan akuntabel. Menko Polkam bukan hanya jabatan politik, tapi garda depan dalam memastikan stabilitas nasional berjalan dengan menjunjung tinggi kepentingan rakyat,” tegas Hardjuno, di Surabaya, Selasa (9/9/2025).

Kandidat Doktor Bidang Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga (Unair) ini menilai, reshuffle tersebut menjadi sinyal adanya persoalan serius dalam koordinasi politik dan keamanan. Menurutnya, pergantian pejabat tak boleh berhenti pada level kosmetik.

“Yang lebih penting adalah membangun sistem yang transparan, sehingga praktik-praktik yang melemahkan demokrasi dan merugikan rakyat bisa dihentikan,” ujarnya.

Hardjuno juga menyebut perombakan di bidang ekonomi, terutama terkait posisi Sri Mulyani. Dia mengkritik strategi anggaran berbasis defisit yang dinilainya membuat utang negara terus meningkat.

“Selama ini, dengan model defisit, pemerintah cenderung menutup kebutuhan belanja dengan utang. Akibatnya, bank-bank lebih nyaman menaruh dananya di instrumen seperti SBI atau SUN, ketimbang menyalurkannya langsung ke sektor riil. Rakyat hanya jadi penonton, sementara uang berputar di lingkaran finansial,” paparnya.

Menurut Hardjuno, ketiadaan Sri Mulyani dalam kabinet baru harus menjadi momentum untuk mengubah arah kebijakan fiskal. Dia berharap pemerintah lebih berani mengurangi penerbitan utang dan mendorong penyaluran kredit ke sektor produktif.

“Kalau bank dipaksa mengalirkan uangnya ke sektor riil, UMKM bisa tumbuh, lapangan kerja tercipta, dan ekonomi rakyat bergerak. Inilah jalan agar ekonomi kita tidak terus bergantung pada utang,” tutur Hardjuno.

Dia juga mengingatkan bahwa reshuffle selalu sarat dimensi politik. Namun, kepentingan politik tidak boleh menyingkirkan kepentingan rakyat yang seharusnya menjadi prioritas utama.

“Kursi menteri bukan hadiah bagi kelompok tertentu, tapi amanah untuk mengelola negara. Publik akan menilai apakah reshuffle ini sungguh-sungguh untuk rakyat atau sekadar bagi-bagi kekuasaan,” katanya.

Hardjuno menekankan bahwa perombakan kabinet harus membawa arah baru bagi pembangunan nasional. Dia menilai, pemerintahan ke depan memerlukan kabinet yang kuat secara politik, memiliki visi hukum yang adil, dan mampu mewujudkan ekonomi inklusif.

“Indonesia sedang menghadapi tantangan besar, dari geopolitik global hingga ketimpangan domestik. Reshuffle harus memberi sinyal bahwa negara ini siap menjawab tantangan itu dengan kepemimpinan yang tegas, adil, dan berpihak pada rakyat,” pungkasnya.[asg/ted]