Soroti RUU KUHAP, Ketua KPK: Upaya Paksa Tindak Pidana Korupsi Jangan Dikoordinir Pihak Lain

Soroti RUU KUHAP, Ketua KPK: Upaya Paksa Tindak Pidana Korupsi Jangan Dikoordinir Pihak Lain

Soroti RUU KUHAP, Ketua KPK: Upaya Paksa Tindak Pidana Korupsi Jangan Dikoordinir Pihak Lain
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
) Setyo Budiyanto meminta agar
upaya paksa
dalam penanganan
tindak pidana korupsi
tidak dikoordinir oleh pihak lain, sebagaimana diatur dalam draf Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (
RUU KUHAP
).
Upaya paksa
yang dimaksud Setyo adalah penyadapan, penyidikan, penyelidikan, pencekalan, dan lainnya.
“Upaya paksa ini jangan sampai kemudian harus berkurang, atau mungkin harus dikoordinir oleh pihak-pihak lain,” kata Setyo, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Setyo mengatakan, KPK dibentuk berdasarkan undang-undang yang secara khusus mengatur tugas-tugas di bidang pencegahan, pendidikan, dan penindakan, sehingga RUU KUHAP mestinya memperkuat kekhususan tersebut.
“Nah, dengan tugas-tugas ini, diharapkan justru malah ada penguatan dengan adanya RUU KUHAP ini, karena KUHAP yang kuat tentu upaya untuk pemberantasan korupsi akan semakin baik, akan semakin maksimal,” ujar dia.
Setyo juga menyampaikan informasi terakhir yang diterimanya bahwa beberapa upaya paksa tersebut sudah dikecualikan dalam tindak pidana korupsi.
Meski demikian, ia berharap seluruh upaya paksa tersebut telah dikecualikan.
“Jangan sampai nanti, kami berharap, khususnya kepada Panja, kemudian kepada pemerintah, antara batang tubuh dengan ketentuan peralihan ini tidak sinkron. Kalau seperti ini, tentu nanti akan menimbulkan sesuatu yang bias, tidak ada sebuah kepastian,” tutur dia.
Setyo meminta agar pembahasan RUU KUHAP dilakukan secara terbuka dan transparan agar semua pihak bisa dilibatkan.
“Sehingga bisa melihat pembuatan RUU KUHAP itu memiliki semangat untuk membangun proses hukum yang bermanfaat dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat,” ucap dia.
Sebelumnya, KPK mencatat 17 poin permasalahan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang sedang dibahas DPR dan pemerintah.
“Dalam perkembangan diskusi di internal KPK, setidaknya ada 17 poin yang menjadi catatan dan ini masih terus kami diskusikan,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (16/7/2025).
Budi mengatakan, KPK masih mendiskusikan poin-poin permasalahan tersebut untuk disampaikan kepada Presiden dan DPR sebagai masukan dalam draf RUU KUHAP.
“Dan hasilnya akan kami sampaikan kepada Bapak Presiden dan DPR sebagai masukan terkait dengan rancangan undang-undang hukum acara pidana tersebut,” ujar dia.
Budi menambahkan, salah satu poin yang disoroti KPK adalah isi draf RUU KUHAP yang mengesampingkan sifat kekhususan (
lex specialist
) dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi.
Dia menjelaskan, tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar biasa (
extraordinary crime
) yang membutuhkan upaya hukum khusus.
“Artinya, tentunya KUHAP juga butuh untuk mengatur itu (tindak pidana korupsi) secara khusus juga,” tutur dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.