JAKARTA – Israel menunda mengadakan rapat kabinet pada Kamis untuk meratifikasi gencatan senjata dengan Hamas.
Pejabat senior Hamas Izzat el-Reshiq mengatakan kelompoknya tetap berkomitmen terhadap perjanjian gencatan senjata, yang disepakati sehari sebelumnya, yang dijadwalkan berlaku mulai Minggu, 19 Januari, untuk mengakhiri pertumpahan darah selama 15 bulan.
Utusan Presiden Joe Biden Brett McGurk dan utusan Presiden terpilih Donald J. Trump Steve Witkoff berada di Doha bersama mediator Mesir dan Qatar berupaya menyelesaikan perselisihan terakhir yang tersisa, kata seorang pejabat AS, yang berbicara tanpa mau disebutkan namanya.
Perselisihan tersebut melibatkan identitas beberapa tahanan yang diminta Hamas untuk dibebaskan dan diperkirakan akan segera diselesaikan, kata pejabat AS tersebut.
Sementara itu, juru bicara pemerintah Israel David Mencer mengatakan kepada wartawan perunding Israel berada di Doha untuk mencapai solusi.
Perjanjian gencatan senjata yang rumit muncul pada Rabu, 15 Januari setelah mediasi oleh Qatar, Mesir dan Amerika Serikat untuk menghentikan perang yang telah menghancurkan wilayah pesisir dan mengobarkan gejolak Timur Tengah.
Kesepakatan itu menguraikan gencatan senjata awal selama enam minggu dengan penarikan bertahap pasukan Israel dari Jalur Gaza, tempat puluhan ribu orang terbunuh.
Sandera yang ditahan oleh kelompok militan Hamas, yang menguasai daerah tersebut akan dibebaskan dengan imbalan tahanan Palestina yang ditahan di Israel.
Kesepakatan itu juga membuka jalan bagi peningkatan bantuan kemanusiaan untuk Gaza, di mana sebagian besar penduduknya terpaksa mengungsi dan menghadapi kekurangan pangan akut, demikian peringatan para pakar keamanan pangan pada akhir tahun lalu.
Deretan truk bantuan berbaris di kota perbatasan Mesir, El-Arish, menunggu untuk menyeberang ke Gaza, setelah perbatasan dibuka kembali.
Penerimaan Israel terhadap perjanjian tersebut tidak akan resmi sampai disetujui oleh kabinet keamanan dan pemerintah negara tersebut, dan pemungutan suara dijadwalkan Kamis.
Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menunda pertemuan tersebut, menuduh Hamas membuat tuntutan pada menit-menit terakhir dan membatalkan perjanjian.
“Kabinet Israel tidak akan bersidang sampai para mediator memberi tahu Israel bahwa Hamas telah menerima semua elemen perjanjian tersebut,” kata pernyataan dari kantor Netanyahu dilansir Reuters.
Kelompok garis keras di pemerintahan Netanyahu masih berharap untuk menghentikan kesepakatan tersebut, meskipun mayoritas menteri diperkirakan akan mendukungnya.
