Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Pembayaran Digital RI Diramal Tembus Rp2.908 Triliun 2025, Judol Berkontribusi?

Pembayaran Digital RI Diramal Tembus Rp2.908 Triliun 2025, Judol Berkontribusi?

Bisnis.com, JAKARTA – Pembayaran digital diramal masih menjadi tulang punggung ekonomi digital Indonesia pada 2025. Transaksi yang berputar pada pembayaran digital lebih tinggi dibandingkan dengan e-commerce. Banyak faktor yang menyebab lesatan transaksi, salah satunya judi online. 

Pembayaran digital Indonesia diprediksi mencapai Rp2.908 triliun pada 2025, naik 16,7% dibandingkan tahun 2024 yang mencapai Rp2.491 triliun seiring dengan penetrasi internet Indonesia yang makin luas dan perubahan gaya hidup masyarakat.

Direktur Ekonomi Digital Celios Nailul Huda mengatakan naiknya transaksi digital pada tahun depan berpotensi didorong oleh transaksi judi online. Namun, bukan faktor pendorong utama. Terlebih praktik tersebut merupakan ilegal dan terus ditekan pertumbuhannya. 

“Ya bisa jadi ada transaksi judi online di situ, karena ada beberapa ewallet yang menjadi media transaksi terkait judi online,” kata Huda kepada Bisnis saat dihubungi, Jumat (20/12/2024).

Pada Oktober 2024, Komdigi yang saat itu masih bernama Kemenkominfo, mengungkapkan lima dompet digital yang digunakan untuk judi online.

Menurut data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang diterima Komdigi, nilai transaksi di 5 dompet digital tersebut mencapai triliunan rupiah.

PT Espay Debit Indonesia Koe (aplikasi DANA) mencatatkan transaksi dengan nominal transaksi Rp 5,37 triliun dan jumlah transaksi 5,72 juta dan PT Visionet Internasional (OVO) dengan nominal transaksi Rp 216,62 miliar dengan jumlah transaksi 836.095.

Kemudian, PT Dompet Anak Bangsa (Go Pay) dengan nominal transaksi Rp89,24 miliar dengan jumlah transaksi 577.316, PT Fintek Karya Nusantara (LinkAja) dengan nominal transaksi Rp65,45 miliar dengan jumlah transaksi 80.171 dan Airpay International Indonesia dengan nominal transaksi Rp 6,1 miliar dengan jumlah transaksi 33.069.

Lebih lanjut, Huda menjelaskan kenaikan pembayaran digital di tahun 2025 dikarenakan adanya pola pembayaran yang berubah di masyarakat saat ini.

Sebab, saat ini masyarakat melalukan pembayaran secara digital dan sudah mulai meninggalkan pembayaran secara cash.

“Kita lihat di sini pun dengan Qris yang juga meningkat dalam beberapa tahun terakhir,” ucap Huda.

Selain pembayaran digital, Celios juga melihat pada tahun 2025 perdagangan daring juga mengalami kenaikan menjadi Rp471,01 triliun dibandingkan 2024 yang berada diangka Rp468,64.

Pengguna belanja di e-commercePerbesar

Meski mengalami kenaikan, Huda mengatakan bahwa kenaikan yang terjadi pada perdagangan daring di 2025 tidak terlalu signifikan.

Selain itu, Huda memprediksi adanya pertumbuhan transaksi pada sektor transportasi daring. Huda menyebut, pihaknya memprediksi transaksi transportasi daring tumbuh Rp12,66 triliun pada tahun 2025 atau naik sekitar 6% dibanding 2024 yang diketahui sebesar Rp11,94 triliun.

“Tapi transportasi daring ini tidak menghitung untuk pengantaran makanan, kita hanya menghitung untuk yang pengantaran orang,” pungkasnya.

Tantangan

Indonesia memiliki tiga tantangan utama guna menaikan pertumbuhan ekonomi digital Indonesia pada 2025. Salah satunya menipisnya investasi yang masuk ke startup.

Huda mengatakan tantangan pertama adalah seretnya investasi terhadap startup di Indonesia.

“Kita tahu di Indonesia sendiri, investasi di bidang digital itu mengalami penurunan yang cukup tajam,” kata Huda dalam diskusi Indonesia Digital Economy Outlook 2025, Kamis (19/12/2024).

Diketahui, investasi yang masuk ke startup global mengalami penurunan sekitar 35% menjadi US$345,7 miliar pada 2023 menurut laporan Pitchbook. Di Amerika Serikat penurunan pendanaan sekitar 30% menjadi US$170,6 miliar. 

Sementara itu, nilai pendanaan startup di Indonesia pada semester pertama tahun 2023 mengalami penurunan sekitar 74%.

Huda menuturkan, pada 2021 investasi di ekonomi digital Indonesia sempat mencapai Rp140 triliun. Namun, pada tahun 2022 angkanya menurun hampir setengahnya yakni berkisar Rp68 triliun.

Lebih lanjut, Huda menyebut tantangan selanjutnya yaitu masalah sumber daya manusia (SDM) yang sudah digantikan oleh Artificial Intelligence atau AI.

Huda menjelaskan, nilai Human Capital Index di negara-negara seperti Malaysia, China, dan India cenderung stabil di angka 0,60–0,70, menunjukkan konsistensi dalam pengembangan kualitas SDM. 

“Sedangkan Indonesia memiliki nilai HCI lebih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia, mencerminkan tantangan dalam peningkatan kualitas SDM,” ujarnya.

Perbesar

Huda menyebut, Singapura konsisten menduduki posisi teratas dengan skor 99,48 di 2022 dan 97,4 pada 2023, menunjukkan daya saing digital yang kuat di kawasan. 

Sementara Indonesia mengalami peningkatan bertahap, namun masih tertinggal di angka 56,74 pada 2022 dan 60,36 di 2023, menekankan perlunya investasi lebih pada infrastruktur digital dan SDM.

“Indonesia memiliki peringkat yang membaik dalam aspek talent, namun masih rendah, perlu peningkatan keterampilan SDM untuk memenuhi kebutuhan ekonomi digital dan AI,” ucap Huda.

Sementara, masalah terakhir yakni literasi finansial digital dan keamanan transaksi. Dirinya mengatakan bahwa nilai pilar infrastruktur dan ekonomi dari masyarakat digital Indonesia menurun di tahun 2024 dibandingkan tahun 2023.

“Nilai Pemberdayaan masih lebih rendah dibandingkan dengan nilai pilar lainnya yang menunjukkan ekonomi digital di Indonesia belum mampu menjadi motor pemberdayaan ekonomi yang signifikan,” pungkasnya.