GELORA.CO – Anggota kantor politik Hamas Basem Naim mengatakan pihaknya menyambut baik perjanjian gencatan senjata Hizbullah-Israel seraya menegaskan bahwa Hamas “tidak merasa dikhianati” atas keputusan Hizbullah.
“Bukan hanya Hizbullah yang membuat keputusan itu. Jika rakyat Lebanon memutuskan bahwa mencapai kesepakatan dengan Israel adalah demi kepentingan mereka, itu tidak masalah bagi kami, karena tujuan kami bukanlah agar Netanyahu menghancurkan Lebanon,” katanya kepada surat kabar Italia Repubblica, Rabu (27/11/2024).
Namun Naim mengatakan, “Kesepakatan apapun dengan Lebanon, Yaman atau Iran tidak akan menjamin keamanan di kawasan. Tidak akan ada perdamaian hingga masalah Palestina terselesaikan.”
Sebelumnya pada Selasa malam, dengan muara mutlak, Kabinet Keamanan Israel menyetujui perjanjian gencatan senjata dengan Lebanon.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memandang perlu gencatan senjata, seraya menambahkan bahwa Israel akan menanggapi setiap kemungkinan dimulainya kembali permusuhan.
Selain itu, Presiden Amerika Serikat Joe Biden juga mengumumkan pada Selasa bahwa Pemerintah Israel dan Lebanon telah menyetujui usulan gencatan senjata dari Washington, yang mencakup penarikan tentara Israel dari Lebanon dalam waktu 60 hari.
Berdasarkan rencana tersebut, angkatan bersenjata Lebanon akan menguasai Lebanon selatan, sedangkan Hizbullah akan merelokasi para pejuangnya ke utara Sungai Litani.
Sementara itu, sebuah komite internasional yang dipimpin Amerika Serikat akan dibentuk untuk memantau kepatuhan kedua pihak terhadap ketentuan perjanjian gencatan senjata tersebut.
Kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan kelompok Hizbullah Lebanon yang ditengahi melalui upaya diplomatik AS dan Prancis mulai berlaku pada Rabu pukul 4 pagi waktu setempat (0200 GMT).
Berdasarkan kesepakatan tersebut, Angkatan Bersenjata Lebanon akan dikerahkan ke Lebanon selatan dalam waktu 60 hari, dan selama waktu tersebut Israel akan secara bertahap menarik pasukannya yang tersisa.
Kesepakatan tersebut juga mengharuskan Hizbullah untuk memindahkan pasukannya ke utara Sungai Litani.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden menegaskan bahwa meskipun tidak akan ada pasukan Amerika di Lebanon selatan, “Kami, bersama Prancis dan negara-negara lain, akan memberikan bantuan yang diperlukan untuk memastikan kesepakatan ini dilaksanakan secara penuh dan efektif.”
“Warga sipil di kedua belah pihak akan segera dapat kembali dengan aman ke komunitas mereka dan mulai membangun kembali rumah, sekolah, pertanian, bisnis, dan kehidupan mereka,” kata Biden.
Menurut sejumlah laporan, lima ribu hingga 10 ribu tentara Lebanon akan dikerahkan ke wilayah antara perbatasan Israel-Lebanon dan Sungai Litani. Pengerahan itu bertujuan untuk mencegah kelompok bersenjata dipersenjatai kembali, sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701.
Sedikitnya 55 orang tewas pada Senin dalam serangan Israel di Lebanon, sehingga jumlah korban tewas sejak Oktober 2023 menjadi 3.823 orang, kata Kementerian Kesehatan Lebanon pada Selasa.
Sebanyak 160 orang lainnya luka-luka dalam 24 jam terakhir, sehingga jumlah korban luka-luka menjadi 15.859 orang.
Dalam beberapa jam terakhir, serangan udara Israel ke ibu kota Lebanon, Beirut, dan pinggiran selatannya, serta provinsi selatan dan timur negara itu, semakin intensif, yang mengakibatkan puluhan orang tewas dan cedera.
Hizbullah memulai serangkaian serangan rudal balistik, roket, dan pesawat tak berawak terhadap Israel tak lama setelah kelompok Hamas Palestina melancarkan serangan lintas batas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.
Kelompok Lebanon itu mengatakan serangannya dimaksudkan untuk menunjukkan solidaritas dengan Hamas dan rakyat Gaza serta menekan Israel agar melakukan gencatan senjata di daerah kantong pantai yang terkepung itu.
Israel membalas dengan serangan udara besar-besaran ke negara kecil di Mediterania itu untuk melawan apa yang mereka sebut sebagai sasaran Hizbullah. Pada Oktober, Israel memperluas serangannya hingga mencakup invasi darat ke Lebanon.