Bisnis.com, JAKARTA— Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengungkapkan penyusunan peta jalan kecerdasan buatan (AI) membutuhkan waktu lebih lama dari target awal karena melibatkan banyak pihak lintas kementerian dan lembaga.
Adapun potensi ekonomi dari AI di Indonesia sangat besar. Pada 2030, AI diproyeksikan berkontribusi hingga US$ 366 miliar atau Rp5.600 triliun.
Meutya menjelaskan, proses pembahasan peta jalan tersebut memakan waktu sekitar lima hingga enam bulan karena melibatkan 55 kementerian/lembaga (K/L).
“Ini mungkin salah satu regulasi paling banyak melibatkan KL dalam sejarah pembuatan peraturan atau regulasi,” kata Meutya dalam acara Kumparan AI for Indonesia di Jakarta pada Kamis (23/10/2025).
Meutya menekankan pelibatan banyak pihak tersebut penting karena penyusunan kebijakan AI harus dilakukan secara menyeluruh dan tidak bisa hanya berfokus pada satu instansi.
Dia menambahkan, dalam proses tersebut, setiap kementerian mengirimkan dua hingga tiga perwakilan, sehingga total peserta pembahasan mencapai sekitar 200 orang. Selain itu, pihaknya juga melibatkan para pemangku kepentingan lain dari kalangan akademisi dan sektor industri di mana jumlahnya lebih dari 400 orang.
Meutya menilai saat ini merupakan masa di mana dampak lebih penting dibandingkan kecepatan.
Dia mengatakan, waktu yang panjang dalam proses penyusunan regulasi bukan tanpa alasan, melainkan merupakan investasi untuk memastikan arah dan strategi penerapan AI di Indonesia benar-benar matang.
“Kami benar-benar berinvestasi waktu untuk berbicara tentang arah yang akan kita ambil untuk menerapkan atau merangkul AI di Indonesia,” katanya.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menargetkan peta jalan AI dapat terbit pada pertengahan Juli 2025. Namun, target tersebut mundur menjadi September 2025 dan hingga kini belum resmi diluncurkan. Kini, pemerintah menargetkan peta jalan AI tersebut dapat meluncur pada awal tahun 2026. Peta jalan ini nantinya diharapkan menjadi Peraturan Presiden (Perpres) tentang AI.
“Insya Allah tahun 2026 Perpres peta jalan ini sudah bisa keluar dan juga bisa menjadi guidance bagi kita semua,” kata Meutya.
Meutya menjelaskan pihaknya telah menyerahkan draf peta jalan tersebut kepada Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) dan kini tengah diproses di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk tahap harmonisasi.
Dia mengungkapkan salah satu perdebatan pada tahap awal penyusunan adalah menentukan aspek mana dari AI yang akan diatur terlebih dahulu.
Dia menekankan seluruh sektor memiliki peran penting, baik industri secara umum maupun sektor-sektor spesifik seperti pertahanan, perikanan, dan ketahanan pangan. Namun, Komdigi akhirnya memutuskan untuk memprioritaskan penyusunan pedoman etika dan keamanan AI sebagai langkah awal. Pemerintah juga akan memberikan panduan bagi setiap kementerian agar dapat membuat regulasi spesifik sesuai sektor masing-masing.
“Jadi kita mengharapkan bahwa setiap kementerian tahun depan itu mengeluarkan aturan-aturan terkait AI di sektornya masing-masing,” lanjut Meutya.
Menurutnya, kementerian atau lembaga terkait paling memahami cara melindungi sektor dan ekosistemnya masing-masing. Namun, dia menegaskan bahwa penggunaan AI sebaiknya tidak dilakukan sebelum adanya regulasi yang jelas.
“Aspek ini juga menjadi penting. Bagaimana talent kita dipersiapkan, ini juga menjadi fokus kita bagaimana kita bisa memanfaatkan AI dengan baik, dengan menciptakan digital talent, kemudian riset dan inovasi dan juga use case,” tutur Meutya.
