Jakarta –
Bandar narkoba buronan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) bernama Roman Nazarenco berhasil ditangkap Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di Bangkok, Thailand. Polri menyebut buronan asal Ukraina ini tidak terkait dengan gembong narkoba jaringan internasional, Fredy Pratama.
“Ini kasus tidak terkait dengan Fredy,” kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa di Terminal 3 kedatangan Bandara Soekarno Hatta, Banten, Minggu (22/12/2024).
Mukti menerangkan Thailand menjadi surga bagi para pengguna narkotika. Dia menyebut banyak buronan narkoba di Indonesia kabur ke Thailand.
“Karena kan Thailand mungkin surganya para pelarian narkotika, banyak DPO-DPO di Thailand, masih banyak DPO-DPO kita di Thailand,” kata Mukti.
Mukti memastikan pihaknya bersama Divisi Hubinter Polri akan terus bekerja sama menangkap buronan bandar narkoba lainnya. Dia juga menegaskan akan terus memburu gembong narkoba, Fredy Pratama.
“Nanti mungkin dengan bantuan Hubinter kita bisa sama-sama kerja sama untuk melakukan penangkapan lagi, kalau Fredy pasti kita tangkap,” ungkapnya.
“Pasal yang dilanggar adalah pasal 114 subsider 112, subsider 127, ancaman hukuman mati, minimal 5 tahun, dengan denda Rp 10 miliar,” kata Mukti.
Seperti diketahui, Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri sebelumnya telah menggerebek sebuah vila di Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali. Vila itu diduga menjadi pabrik narkoba.
Adapun modus operandi yang digunakan sindikat ini yakni membuat clandestine lab narkoba di tengah-tengah pemukiman penduduk sebagai kamuflase untuk menyamarkan kegiatan terselubung para tersangka.
Jaringan ini mendirikan laboratorium narkoba rahasia di basement vila tersebut. Di sana, ketiga WNA tersebut membuat dua clandestine lab sekaligus dalam vila tersebut. Ini juga menjadi yang pertama kalinya terjadi di Indonesia.
Selama ini, clandestine lab narkoba berdiri sendiri. Tapi di vila ini, tiga WNA tersebut membuat laboratorium hidroponik dan juga kimiawi sekaligus dalam satu tempat.
Di salah satu ruangan, terdapat clandestine lab memphedrone, bahan baku ekstasi. Sementara ruangan lainnya, jaringan narkoba ini memanfaatkannya untuk budidaya ganja hidroponik.
Mereka juga menggunakan kripto sebagai alat transaksi. Mereka menggunakan forum darknet sebagai sarana promosi dan penjualannya.
Jaringan yang menamakan diri ‘Hydra Indonesia’ ini menggunakan teknologi digital. Mulai dari tahapan produksi, distribusi hingga transaksi dilakukan melalui dunia nyata maupun dunia digital.
Polri menyita kripto hasil penjualan narkoba senilai Rp 4 miliar. Selama kurun waktu 6 bulan, tiga tersangka WN Ukraina dan Rusia ini telah meraup miliaran rupiah dalam bentuk kripto.
(whn/imk)