Warga Medokan Ayu Surabaya Saling Klaim Tanah, Pemilik Sertifikat Bongkar Bangunan untuk Jalan

Warga Medokan Ayu Surabaya Saling Klaim Tanah, Pemilik Sertifikat Bongkar Bangunan untuk Jalan

Surabaya (beritajatim.com) – Kasus sengketa lahan di Medokan Ayu Surabaya terus berlanjut. Terbaru, Permadi warga setempat yang mengklaim memiliki sertifikat yang sah lantas membongkar bangunan yang berdiri dan difungsikan sebagai jalan.

“Saya sebagai pemilik tanah yang sah membongkar bangunan itu supaya fungsi tanah yang sebenarnya jalan itu bisa normal kembali,” kata Permadi, Sabtu (4/10/2025).

Permadi mengklaim jika dirinya sudah mengantongi izin mendirikan bangunan serta pengecekan batas dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sehingga, ia membongkar bangunan yang dimiliki warga lain berinisial M dan S itu. Ia menegaskan, pembongkaran itu untuk melindungi hak atas tanah serta mengembalikan fungsi awal yakni sebagai jalan.

“Sengketa sudah sejak tahun 2022. Sudah berbagai upaya sejak kepolisian, kelurahan, hingga pengadilan. Namun, upaya mediasi belum menghasilkan kesepakatan,” jelasnya.

“Saya bahkan sudah menawarkan kompensasi akses jalan sebagaimana diatur dalam Pasal 667 dan 668 KUH Perdata tentang larangan tanah terkurung. Tapi mereka justru meminta ganti rugi hingga Rp1,5 miliar. Itu tidak masuk akal dan saya anggap sudah mengarah ke pemerasan,” ujarnya.

Permadi lantas menunjukan dokumen bukti jika pengajuan izin bangunan milik M dan S pernah ditolak oleh Dinas Cipta Karya Kota Surabaya.

“Sebenarnya warga disini berharap persoalan tersebut diselesaikan melalui jalur hukum tanpa menimbulkan gesekan di lapangan,” tuturnya.

Kasus sengketa lahan ini sudah memasuki tahap persidangan perdata dengan agenda pemeriksaan saksi. Permadi berkomitmen mengikuti seluruh rangkaian persidangan kooperatif.

“Saya bukan orang yang kabur dari hukum. Kalau negara menyatakan saya salah, saya siap jalani. Bagi saya, ini perjuangan untuk melindungi hak saya,” tuturnya.

Sementara itu, Ahmad Anshori selaku petugas keamanan RT 11 RW 2 Medokan Ayu membenarkan adanya persoalan tersebut. Ia menyebut sebagian besar warga membeli rumah melalui pengembang, sehingga akses jalan telah disediakan sejak awal.

“Kalau sesuai peta, lokasi itu memang jalur delta yang peruntukannya untuk jalan. Jadi warga hanya mengikuti ketentuan pengembang. Kami tidak merasa merampas hak orang lain,” katanya. (ang/kun)