Waktu Mepet, Banggar DPRD Magetan Kritik Pembahasan PAD yang Tidak Maksimal

Waktu Mepet, Banggar DPRD Magetan Kritik Pembahasan PAD yang Tidak Maksimal

Magetan (beritajatim.com) – Persoalan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kembali menjadi titik krusial dalam pembahasan Rancangan APBD 2026.

Meski pemerintah daerah memaparkan serangkaian strategi optimalisasi, Badan Anggaran DPRD Magetan menilai pembahasan PAD berlangsung tidak maksimal, sehingga banyak persoalan mendasar tak tersentuh.

Hal itu ditegaskan Anggota Banggar DPRD Magetan, Didik Haryono, yang menyampaikan bahwa proses pembahasan PAD terlalu mepet atau sempit waktunya sehingga badan anggaran tidak dapat melakukan penilaian objektif terhadap sumber-sumber pendapatan daerah.

“PAD ya, kita pembahasan PAD sekali lagi karena keterbatasan waktu ini pembahasan PAD enggak maksimal. Badan anggaran tidak bisa melihat secara objektif terkait persoalan PAD,” tegas Didik.

Kenaikan PAD 15 Persen Dinilai Tidak Realistis

Dalam Raperda APBD 2026, pemerintah daerah menetapkan proyeksi kenaikan PAD dari sekitar Rp310 miliar menjadi Rp340 miliar atau naik 15 persen. Namun menurut Didik, kenaikan itu tidak pernah diuji apakah sesuai dengan realitas potensi pajak di lapangan.

“Ini enggak pernah sebenarnya, ini real enggak sesuai dengan potensi pajak? Terus bagaimana sih ada nggak langkah-langkah yang bisa menaikkan lagi? Ini enggak pernah terungkap,” ujarnya.

Banggar menilai pemerintah tidak membuka secara rinci peta potensi, strategi jangka menengah, maupun sumber-sumber PAD yang masih bocor.

Sorotan Tajam ke Sarangan: Potensi Besar, Kebocoran Juga Besar

Salah satu titik kritis yang disorot Banggar adalah Objek Wisata Telaga Sarangan, penyumbang PAD terbesar kedua di Kabupaten Magetan.

Tahun lalu, Sarangan ditargetkan menyumbang Rp24 miliar, namun tidak tercapai. Tahun ini targetnya naik menjadi sekitar Rp25 miliar. Dengan kontribusi sekitar 10 persen dari total PAD Rp200 miliar lebih, Sarangan merupakan aset strategis yang tidak boleh dibiarkan bocor.

Didik Haryono menyebut tiga rekomendasi penting dari Badan Anggaran untuk memperbaiki tata kelola retribusi Sarangan:

1. Perubahan sistem pencetakan tiket – harus diambil alih BPKAD

Selama ini, tiket retribusi dicetak oleh Dinas Pariwisata. Banggar menilai sistem ini rawan terjadi ketidakseimbangan data.

“Maka harus dirubah. Yang cetak itu BPKAD. BPKAD cetak tiap bulan, diserahkan ke Pariwisata untuk cek balance-nya di situ,” tegas Didik.

2. Sistem “cek dan ricek” di pintu masuk

Didik menyoroti minimnya pengawasan di pintu masuk Sarangan. Menurutnya, setiap pengunjung yang sudah membeli tiket harus menunjukkan bukti tersebut di pos pemeriksaan.

“Ini sederhana saja seperti di pasar malam. Yang masuk dicek, pakai gelang atau tiket. Ini yang bikin loss ini,” katanya.

Banggar menilai pola pengawasan saat ini membuka peluang kebocoran retribusi yang sangat besar.

3. Rotasi petugas pintu masuk

Rekomendasi ketiga adalah penyegaran SDM di pos retribusi Sarangan.

“Penjaga pintu masuk bertahun-tahun enggak pernah berubah, itu-itu saja. Itu enggak sehat bagi organisasi. Maka perlu dirotasi,” ujar Didik.

Banggar berharap Sekretaris Daerah selaku Ketua TAPD segera menindaklanjuti tiga rekomendasi tersebut agar disampaikan kepada OPD terkait.

Pemerintah Klaim Optimalisasi PAD, Namun Banyak Masalah Struktural Tersisa

Dalam jawaban resmi atas pemandangan umum fraksi , Pemerintah Kabupaten Magetan menyebut beberapa langkah optimalisasi PAD seperti:

pendataan objek baru,

elektronifikasi pembayaran pajak,

peningkatan kepatuhan wajib pajak,

penjajakan pemanfaatan aset di luar mekanisme sewa, dan

optimalisasi piutang daerah.

Namun banyak persoalan masih menggambarkan lemahnya struktur PAD Magetan:

Pendataan pajak dan retribusi belum mapan

Elektronifikasi belum mencakup seluruh transaksi

Aset daerah belum produktif

Piutang tidak tertagih karena berumur lama dan kurang dokumen

Retribusi wisata rawan kebocoran

Dari catatan pemerintah maupun kritik Banggar, tampak jelas bahwa PAD Magetan masih rapuh. Dengan proyeksi TKD turun pada 2026, ketergantungan pada dana pusat bisa menjadi ancaman serius bagi ruang fiskal daerah.

Sorotan DPRD terutama pada Sarangan menunjukkan bahwa potensi penerimaan sebenarnya besar, namun tata kelola masih lemah.

Tanpa perbaikan struktural, transparansi yang kuat, dan komitmen reformasi retribusi di sektor strategis, target PAD naik 15 persen akan sulit dicapai. [fiq/ted]