Surabaya (beritajatim.com) – Anggota Komisi D DPRD Surabaya, Imam Syafi’i mengkritisi wacana pendirian Sekolah Rakyat di kota pahlawan. Imam menilai inisiatif tersebut justru berpotensi tumpang tindih dengan program yang selama ini sudah dijalankan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk warga kurang mampu.
Menurut Imam, konsep Sekolah Rakyat sesungguhnya telah lama berjalan dalam bentuk fasilitas pendidikan berbasis asrama yang dikelola Pemkot. Dia menyebut keberadaan UPTD Kampung Anak Negeri di Wonorejo Timur sebagai salah satu contohnya, di mana pelajar SD dan SMP dari kalangan tidak mampu sudah ditampung dan disekolahkan secara penuh.
“Ya, misalnya nanti sekolah rakyat itu modelnya yang untuk SD, SMP itu ditempatkan di asrama yang memang selama ini menampung pelajar SD dan SMP itu di Wonorejo, yaitu UPTD Kampung Anak Negeri,” ujar Imam kepada beritajatim.com, Selasa (13/5/2025).
Program serupa juga sudah ada bagi mahasiswa. Jadi menurut Imam, sekolah rakyat yang digagas pemerintah pusat, untuk di Surabaya, cukup bagi siswa SMA yang ditempatkan di asrama dan dikelola Universitas Negeri Surabaya (Unesa) dengan anggaran dari APBN, bukan APBD Surabaya.
Sedangkan untuk mahasiswa sudah dijalankan Pemkot Surabaya di kawasan Kalijudan bernama Asrama Bibit Unggul.
“Yang SMA itu yang dibuat di UNESA. Yang ada asramanya. Kalau yang asrama bibit unggul tadi itu mereka ya tinggal di situ, tidur di situ,” imbuh politisi NasDem ini.
Imam menegaskan bahwa semua kebutuhan pendidikan hingga tempat tinggal ditanggung oleh Pemkot, kendati program ini tidak diberi label “Sekolah Rakyat”. Menurutnya, esensinya sama yakni melayani warga tak mampu dengan fasilitas pendidikan gratis.
“Pemkot sudah menjalankan itu. Ya jenenge enggak sekolah rakyat tapi isinya ya rakyat yang tidak mampu dilebokno asrama dan disekolahi semuanya dibiayai oleh Pemkot dan bantuan dari swasta,” tegasnya.
Terkait wacana pembangunan fisik sekolah rakyat, Imam menyampaikan keraguan. Dia menyebut bahwa syarat pembangunan Sekolah Rakyat membutuhkan lahan sedikitnya lima hektare dalam satu tempat. Sesuatu yang saat ini tidak dimiliki Pemkot Surabaya.
“Enggak usah nggawe meneh (tidak usah bikin lagi). Wis enggak duwe duit gawe tuku (sudah tidak punya uang buat beli) tanah lima hektar. Seandainya ada lahan pun ngapain juga,” katanya,
Imam menyimpulkan bahwa Pemkot Surabaya sejatinya sudah memiliki konsep dan implementasi yang sejalan dengan gagasan Sekolah Rakyat. Oleh karena itu, dia menyarankan agar wacana tersebut tidak dilanjutkan jika hanya akan mengulang kebijakan yang sudah berjalan.
“Sebenarnya Pemkot sudah punya konsep yang sama. Jadi enggak perlu lagi ada,” pungkasnya. [asg/aje]
