TRIBUNNEWS.COM JAKARTA – Indonesia Law & Democracy Studies (ILDES) yang diwakili oleh Juhaidy Rizaldy Roringkon mengajukan Permohonan Pengujian Materiil Pasal 23 Undang-Undang (UU) Kementerian Negara terhadap UUD NRI 1945.
“Kami mempermasalahkan perihal wakil menteri yang saat ini bisa merangkap jabatan sebagai komisaris dan dewan pengawas BUMN karena secara konstitusional wakil menteri dan menteri itu sama kedudukannya,” kata Rizaldy dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Selain itu, pihaknya meminta kepada MK agar frasa menteri dalam Pasal 23 UU Kementerian Negara itu dimaknai menteri dan wakil menteri.
“Sehingga ketika ada aturan ini, lanjut dia, wakil menteri tidak bisa lagi merangkap jabatan komisaris BUMN,” ujarnya.
Dikatakan bahwa saat ini ada 5 wamen di Kabinet Merah Putih pemerintahan Prabowo-Gibran yang merangkap komisaris dan dewan pengawas BUMN, yaitu:
– Kartika Wirjoatmodjo, Wakil Menteri BUMN merangkap Komisaris BRI;
– Aminuddin Maruf, Wakil Menteri BUMN merangkap Komisaris PLN;
– Dony Oskaria, Wakil Menteri BUMN merangkap Wakil Komisaris Utama Pertamina;
– Suahasil Nazara, Wakil Menteri Keuangan merangkap Wakil Komisaris Utama PLN;
– Sudaryono, Wakil Menteri Pertanian merangkap Ketua Dewan Pengawas Perum Bulog.
Rizaldy, yang juga merupakan lulusan Magister Hukum Kenegaraan Universitas Indonesia, menambahkan bahwa sejatinya jika dilihat, telah ada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 80/PUU-XVII/2019.
Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah sebenarnya telah melarang wakil menteri rangkap jabatan pada perusahaan negara atau swasta.
Alasannya, posisi wakil menteri karena sama dengan menteri yang diangkat oleh Presiden, maka harus juga tunduk pada Pasal 23 huruf b UU 39/2008.
Dimana aturan itu melarang melakukan rangkap jabatan, kata dia.
“Pertimbangan MK ini kami anggap rasional dan dapat diterima, yakni agar Wakil Menteri fokus pada beban kerja yang memerlukan penanganan secara khusus di kementeriannya sebagai alasan perlunya diangkat Wakil Menteri di kementerian tertentu,” kata Rizaldy menambahkan.
Tak hanya itu, Wakil Menteri merangkap Komisaris dan Dewan Pengawas seharusnya juga melanggar Pasal 27B UU BUMN dan Pasal 17 huruf a UU Pelayanan Publik, sehingga hal ini harus kami perjuangkan agar rangkap jabatan ini juga berpotensi menyebabkan terganggunya profesionalitas.
Sebab, rangkap jabatan menimbulkan tuntutan mengenai loyalitas terhadap masing-masing lembaga tempat orang yang bersangkutan bernaung.
“Bilamana dua institusi tersebut memiliki tujuan yang berbanding terbalik, seperti BUMN sebagai entitas yang cenderung berorientasi mencari keuntungan dengan kementerian atau lembaga negara yang berfungsi sentral untuk memberikan pelayanan publik, maka bertindak demi kepentingan entitas yang satu dapat berpengaruh terhadap entitas lainnya,” terang Rizaldy.
Jika dilihat perbandingan seperti Amerika Serikat dan Italia, dia mengatakan rangkap jabatan juga dianggap berpotensi menghilangkan adanya persaingan usaha yang berdampak pada indikasi monopoli sebuah perusahaan.
Oleh karenanya, rangkap jabatan di dua negara ini dilarang.
Kesamaan Menteri dan Wakil Menteri bukan hanya dari segi konstitusionalnya saja, tetapi alat perlengkapannya juga, seperti pin pejabat, nopol berlabel RI, serta protokoler dan pengamanan yang cukup ketat, imbuhnya.
Norma yang akan diuji yaitu Pasal Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara berbunyi:
“Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai:
a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau
c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara
dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
“Kami meminta agar tafsiran nantinya terhadap frasa menteri dimaknai menteri dan wakil menteri.
Sehingga pasal ini mengikat bagi para wakil menteri dan segera copot dari jabatan komisaris,” kata Rizaldy.
Seperti Pak Rosan, saat ini juga bisa dipersoalkan karena menteri jelas tidak bisa merangkap jabatan menjabat kepala lembaga negara lainnya, seperti BPI.
Danantara ingat, Danantara itu dibentuk oleh UU dan Pak Rosan diangkat berdasarkan Keputusan Presiden, layaknya saat dia diangkat menjadi menteri, tutup Rizaldy.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).