Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto telah menyelesaikan rapat koordinasi evaluasi peraturan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA). Hasilnya, revisi aturan itu akan terbit pada Januari 2025.
Rapat itu dihadiri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono, Wakil Menteri Perindustrian Faisol Reza, hingga Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu.
Airlangga mengatakan, aturan DHE SDA itu akan diubah secara menyeluruh, mulai dari level Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri Keuangan (PMK), Peraturan Bank Indonesia (PBI), serta Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK). Sebagaimana diketahui PP DHE SDA kini diatur dalam PP Nomor 36 Tahun 2023.
“Jadi untuk kapannya (pengumuman perubahan) lagi kita siapin PP, PMK, dan juga kita siapin PBI nya, dan juga dari OJK. Time framenya mungkin sekitar sebulan dari sekarang,” kata Airlangga saat ditemui usai rapat koordinasi tersebut di kantornya, Jakarta, Jumat (20/12/2024).
Meski belum mau mendetailkan apa saja yang diubah dalam aturan PP DHE SDA, ia menekankan, dari hasil rapat evaluasi ini implementasi PP DHE yang wajib ditempatkan sebesar 30% dari total ekspor telah berjalan dengan baik dengan tingkat kepatuhan eksportir hampir 90%.
Selain itu, ia memperkirakan, potensi retensi dari hasil penempatan dolar hasil ekspor yang diwajibkan selama tiga bulan di sistem keuangan dalam negeri akan mencapai US$ 14 miliar.
“Kita perkirakan bisa sampai akhir tahun ini US$ 14 billion, tentu kita akan intensifkan lagi retensi yang 3 bulan, dan kita juga melihat kan kita punya trade baik, antara ekspor dan impor kan positif di November, tinggi,” ucap Airlangga.
Sebagaimana diketahui, kajian perubahan ketentuan PP DHE SDA ini sudah lama santer berhembus sejak pertengahan tahun lalu. Staf Khusus Menko Perekonomian Raden Pardede mengatakan, selain rancangan ketentuan durasi penempatan yang lebih lama di dalam negeri, nilai hasil ekspor yang harus disimpan di sistem keuangan domestik juga tengah dikaji.
Ia mengatakan, opsi yang dipertimbangkan ialah apakah menurunkan kewajiban penempatan dananya menjadi 25% dari yang selama ini sebesar 30% atau bahkan menaikkannya ke level 50% sampai dengan 75%.
“Apakah 50% atau 75%, apakah 25%, itu masih akan dikaji,” kata Raden seusai menghadiri acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Jakarta, pada awal Desember lalu.
Raden menekankan, perubahan ketentuan ini dilakukan dalam rangka pemerintah semakin menciptakan transparansi pencatatan nilai hasil ekspor yang selama ini terjadi di Indonesia. Selain itu, juga untuk makin mempertambah cadangan devisa pemerintah untuk stabilitas kurs.
“Kalau dia lebih banyak lagi yang bisa masuk maka cadangan devisa kita akan lebih baik, ya. Jadi kita jadi punya instrumen untuk bisa tetap membuat, menjaga rupiah stabil,” tegasnya.
Sebagai informasi, dalam aturan yang berlaku saat ini, para eksportir dengan nilai ekspor pada Pemberitahuan Pabean Ekspor 250 ribu dolar AS atau lebih, wajib menempatkan DHE-nya minimal 30% ke rekening khusus (reksus) dalam negeri yang difasilitasi oleh Bank Indonesia (BI) minimal 3 bulan.
(arj/mij)