Surabaya (beritajatim.com) – Kabar pemangkasan Dana Transfer ke Daerah (TKD) dari pemerintah pusat untuk Kota Surabaya pada tahun 2026 diperkirakan mencapai angka Rp730 miliar, Kamis (9/10/2025).
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, membenarkan telah menerima kabar pemangkasan TKD dengan jumlah yang tidak sedikit tersebut. Meskipun demikian, ia segera memastikan bahwa pengurangan dana transfer ini tidak akan mempengaruhi kualitas layanan pemerintah kota terhadap seluruh warga masyarakat Surabaya, termasuk bantuan sosial ekonomi.
“Pemangkasan TKD dari pemerintah pusat tersebut tidak akan berdampak kepada sejumlah sektor bantuan sosial ekonomi, seperti Beasiswa Pemuda Tangguh,” kata Eri Cahyadi, Kamis (9/10/2025).
Untuk mengatasi defisit anggaran akibat pemangkasan, Eri dengan pemerintahannya berencana melakukan inovasi dalam hal pembiayaan. Strategi utama yang diusung adalah melalui skema pembiayaan pembangunan jangka panjang.
Eri Cahyadi menjelaskan skema ini dengan membandingkan pekerjaan yang dilakukan secara bertahap versus pekerjaan yang diselesaikan lebih cepat di 2026 dengan skema cicilan.
Menurut perhitungannya, mengerjakan proyek lebih awal di tahun 2026 dan dicicil hingga 2029 ternyata lebih murah dan mampu menghasilkan selisih penghematan sekitar Rp50 miliar, dari pada dikerjakan bertahap setiap tahun.
“Ketika ada pekerjaan yang di tahun sampai dengan 2029, kami bandingkan dengan kita kerjakan di tahun 2026. Setelah itu kita cicil dan bandingkan dengan yang dikerjakan di tahun 2026, 2027, 2028, 2029. Ini selisihnya Rp50 miliar. Lebih murah yang kita kerjakan di tahun 2026 dengan dicicil,” jelasnya.
Lebih lanjut, langkah inovasi pembiayaan ini juga akan didorong oleh rencana pembangunan infrastruktur di sejumlah wilayah kota. Wali Kota mencontohkan bahwa pengerjaan jalan di wilayah Wiyung, Gunung Sari, dan Banyu Urip yang dimulai pada tahun 2026 secara otomatis akan memicu kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang diperkirakan akan mencapai sekitar Rp500 miliar pada tahun 2028.
“Ketika tahun 2026 sudah dikerjakan, otomatis ketika ada pekerjaan jalan seperti Wiyung, diversi Gunungsari, di Banyu Urip, maka NJOP-nya akan naik. Maka, tahun 2028 ada lonjakan sekitar Rp500 miliar untuk perubahan NJOP,” urainya.
Selain itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya juga menyiapkan strategi optimalisasi pendapatan lainnya. Strategi tersebut meliputi pemanfaatan sewa aset daerah dan upaya pengoptimalan penerimaan dari sektor pajak.
“Seperti juga opsen [pajak] kan juga ada rumusan sendiri. Jadi meskipun kita ini diberikan 66 persen, sejatinya tidak jauh dari 30 persen. Kalau dihitung cuma 35 persen, karena ada lagi peraturan yang mengatur bagaimana untuk pemerataan. Sehingga walaupun 66 persen, dapatnya seperti tahun lalu, hanya naik Rp200 miliar. Sehingga ini yang harus kita tutup,” tutup Eri. (rma/kun)
