Bojonegoro (beritajatim.com) – Momen Hari Jadi Bojonegoro (HJB) ke-348 tahun ini terasa berbeda. Senin (20/10/2025) kemarin bukan hanya perayaan usia baru, tetapi menjadi sebuah titik balik penting: kebangkitan sejarah yang lama tertidur. Museum Rajekwesi, yang penataannya telah lama dinanti, akhirnya resmi dibuka untuk umum.
Peresmian ini menjadi simbol refleksi besar-besaran, di mana masa lalu Bojonegoro kini memiliki ‘rumah’ baru yang representatif di jantung kota, Jl Pahlawan, tepat di selatan alun-alun. Koleksi museum sebelumnya telah dipindah beberapa kali, mulai di komplek perkantoran Dinas Pendidikan, kemudian dipindahkan ke bangunan mess pemain Persibo Bojonegoro, hingga lama di SDMT Sukowati.
Peresmian yang penuh makna ini ditandai dengan prosesi “Boyong Museum Rajakwesi”. Sesaat setelah upacara HJB di alun-alun, Bupati Setyo Wahono didampingi Cantika Wahono dan Wabup Nurul Azizah memimpin langsung prosesi. Suara pecah kendi dan pemotongan ronce melati menjadi penanda dibukanya pintu museum yang menempati gedung eks Inspektorat tersebut.
“Kita harus berbangga hati. Museum bukan hanya tempat menyimpan barang, tapi juga refleksi bagi generasi muda untuk belajar, mengenal tokoh budaya, dan membentuk Bojonegoro hingga ke depan nanti,” ungkap Bupati Setyo Wahono dalam sambutannya.
Langkah bupati dan rombongan Forkopimda meninjau isi museum seolah menjadi langkah pertama menyusuri lorong waktu. Di ruang pra sejarah, fosil gigi hiu purba dan tulang gajah kuno menjadi bukti bisu bahwa Bojonegoro jutaan tahun lalu adalah lautan dangkal.
Bergeser ke ruang Hindu Budha, koleksi unggulan Prasasti Adan-adan menyapa pengunjung, menceritakan peradaban masa lalu. Tak ketinggalan, ruang pertanian memamerkan pacul dan ani-ani (alat panen padi tradisional), mengingatkan akar agraris kabupaten ini.
Kebangkitan museum ini tak hanya dirayakan oleh pemerintah. Ketua panitia, Ari Komari, menjelaskan bahwa 30 paguyuban dari dalam dan luar kota—seperti Madiun, Solo, hingga Cirebon—turut hadir. Mereka menggelar pameran benda pusaka, patung, hingga lukisan selama tiga hari (20-22 Oktober 2025).
“Museum ini aset bangsa. Peninggalan pusaka ini wajib kita boyong ke museum untuk kita lestarikan. Ini wujud kepedulian yang harus kita tularkan kepada anak cucu,” ujar Ari.
Benar saja, titik balik itu langsung terasa. Sehari setelah dibuka, Selasa (21/10/2025), Museum Rajekwesi langsung diserbu pengunjung. Puluhan siswa sekolah dan masyarakat umum tampak antusias melihat koleksi yang selama ini mungkin hanya mereka dengar ceritanya.
Teguh, seorang guru dari SMP Negeri 5 Bojonegoro, membawa 50 muridnya dan mengapresiasi lokasi baru ini. “Sangat mudah dijangkau karena berada di pusat kota. Ini sangat bernilai edukasi bagi siswa,” katanya.
Kasi Budaya Disbudpar Bojonegoro, Damiati, menyampaikan bahwa museum ini dibuka gratis untuk umum, setiap Senin hingga Jumat pukul 08.00-16.00 WIB. “Yang mungkin awalnya hanya bisa melihat dari gambar, sekarang bisa langsung melihat bentuk aslinya,” terang Damiati.
Damiati juga berpesan, peresmian ini adalah ajakan bagi publik. Jika ada warga yang menemukan fosil atau benda purbakala, museum siap menjadi rumahnya. Ini adalah cara bersama untuk merawat sejarah panjang Bojonegoro, dari dasar lautan purba hingga menjadi lumbung energi seperti sekarang. [lus/aje]
