Jakarta –
Tingkat kesuburan di Inggris anjlok ke level terendah. Rata-rata tingkat kesuburan total (FTR) atau jumlah rata-rata anak yang dilahirkan adalah 1,44 anak per wanita pada tahun 2023.
Menurut data kantor statistik nasional (ONS), ini merupakan nilai terendah sejak pencatatan dimulai pada tahun 1938, yakni sekitar 591.072 kelahiran hidup tercatat.
“Tingkat kesuburan total menurun pada tahun 2023, sebuah tren yang telah kita lihat sejak 2010,” terang kepala pemantauan kesehatan populasi di ONS, dikutip dari Sky News.
“Jika melihat lebih detail pada tingkat kesuburan di antara wanita dari berbagai usia, penurunan tingkat kesuburan paling dramatis terjadi pada kelompok usia 20-24 dan 25-29,” sambungnya.
UCL Centre for Longitudinal Studies mencoba menguak alasan anjloknya angka kelahiran di Inggris. Mereka menemukan bahwa hanya satu dari empat orang yang berusia 32 tahun di Inggris yang menginginkan anak dan berusaha untuk mendapatkannya.
Ketika para peneliti mencermati alasannya, tekanan finansial dan pekerjaan sering disebutkan oleh mereka yang lahir pada tahun 1989-1990.
Dr Alina Pelikh dari UCL mengatakan bahwa angka fertilitas yang menurun menyoroti tantangan yang dihadapi oleh generasi muda.
“Meskipun orang tua secara alami memiliki banyak alasan untuk memutuskan waktu dan jarak kelahiran anak-anak mereka, kemungkinan besar tekanan biaya hidup saat ini, dengan meningkatnya biaya perumahan dan pengasuhan anak, juga membentuk lingkungan tempat kelompok ini membuat keputusan fertilitas,” jelas Dr Pelikh, dikutip dari BBC.
Hal ini yang dialami seorang wanita di Wolverhampton, Inggris, bernama Katie. Wanita 38 tahun itu mengaku sempat ingin memiliki tiga anak.
Namun, menjadi orang tua tiri telah mengubah pendapatnya karena ‘tekanan’ menjadi orang tua.
“Saya senang melakukan apa yang saya lakukan sebagai wanita yang tidak memiliki anak, tidak harus terikat pada apapun,” katanya.
Itu termasuk bisa pergi berlibur selama masa sekolah dan memiliki banyak pendapatan yang bisa dibelanjakan. Namun, menurutnya keinginan wanita untuk tidak memiliki anak ‘masih tabu’.
“Ketika saya memberi tahu orang-orang bahwa saya tidak ingin punya anak, pertanyaan pertama yang mereka tanyakan kepada saya adalah ‘mengapa’,” ungkap Katie.
Untuk mengatasi kondisi ini, para ahli mengatakan bahwa pemerintah dapat memperkenalkan beberapa kebijakan untuk membantu. Misalnya, seperti melakukan intervensi langsung berupa penawaran cuti orang tua berbayar yang lebih lama.
“Lebih banyak dana untuk pengasuhan anak bagi orang tua yang bekerja, dan lebih banyak dana untuk perawatan kesuburan di NHS,” tutur Prof Bassel H Al Wattar dari Universitas Anglia Ruskin.
Namun, kebijakan untuk mendorong orang memiliki lebih banyak anak, seperti pinjaman atau insentif pajak.
Menurut seorang profesor demografi dan kesehatan populasi di Universitas Oxford, Melinda Mills, tidak hanya mahal, tetapi juga memiliki bukti terbatas bahwa kebijakan tersebut akan meningkatkan tingkat kesuburan secara keseluruhan.
(sao/kna)