Tiga Catatan Komnas HAM usai Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan

3 October 2023, 0:12

Jakarta, CNN Indonesia — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberi catatan terkait satu tahun Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang usai Arema FC vs Persebaya Surabaya berlaga.
“(Pertama) putusan pengadilan tidak mengatur atau menegaskan tanggung jawab pelaku dalam restitusi atau rehabilitasi korban,” tulis Komnas HAM dalam keterangannya, Senin (2/10).
Kedua, kata Komnas HAM, layanan dan bantuan untuk pemulihan korban belum merata dan tidak tepat sasaran terkait layanan pemulihan fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“(Ketiga) mekanisme penerimaan dan penyaluran bantuan terhadap korban masih sporadis, tidak terkonsolidasi, dan tergantung pada kelompok, organisasi, atau lembaga tertentu,” tulis Komnas HAM.
Selain itu, lembaga kemanusiaan itu juga memaparkan beberapa faktor yang menyebabkan permasalahan tersebut. Di antaranya, tidak adanya data korban yang terkonsolidasi dan terintegrasi.

“Termasuk data jumlah korban, tipologi kerugian korban, dan layanan atau bantuan yang diperlukan dan telah diterima oleh masing-masing korban,” ujar Komnas HAM.
Selain itu, Komnas HAM juga mengatakan belum ada leading sector yang mengoordinir pemulihan korban, sehingga tidak ada mekanisme yang jelas dalam penerimaan dan penyaluran layanan kepada para korban.
Lembaga itu mengatakan proses penegakan hukum terkait Tragedi Kanjuruhan belum sepenuhnya mengungkap soal tembakan gas air mata ke tribun dan tangga pintu 13 Stadion Kanjuruhan secara mendalam.
Komnas HAM mengingatkan bahwa asap tembakan gas air mata masuk ke lorong tangga dan keluar melalui pintu 13. Hal itu menciptakan kepanikan dan menyebabkan desak-desakan para penonton untuk keluar stadion dalam kondisi mata perih, kulit panas, dan dada sesak.

“Kepanikan itu menyebabkan penumpukan di pintu 13, yang mengakibatkan banyak penonton terjepit, terjatuh, dan terinjak-injak,” kata Komnas HAM.
Tragedi Kanjuruhan terjadi satu tahun yang lalu. Tanggal 1 Oktober 2022 adalah hari paling kelam dalam sejarah sepak bola Indonesia.
Insiden fatal itu terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, beberapa saat setelah pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga 1. Kekalahan 2-3 Arema dari Persebaya membuat sekumpulan penonton menyemut ke dalam lapangan hijau.
Situasi semakin tak terkendali ketika aparat kepolisian menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton. Akses stadion yang tak mampu menampung ribuan orang dalam waktu bersamaan membuat penonton terjebak di ambang pintu keluar arena.
Penonton berdesak-desakan berebut keluar lapangan. Gas air mata menambah parah keadaan. Orang-orang bergelimpangan. Ada 135 jiwa pergi dari badan.
Selain 135 korban jiwa yang tercatat, terdapat korban luka-luka yang tak terhitung jumlahnya. Rata-rata korban luka mengalami masalah serupa yakni rusaknya penglihatan dan pernapasan.
Pemerintah melalui Kemenkopolhukam membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) untuk melakukan investigasi terhadap penyebab utama insiden. TGIPF menyatakan gas air mata adalah biang kerok Tragedi Kanjuruhan.
Di satu sisi, kepolisian menetapkan enam tersangka dalam tragedi ini. Rinciannya adalah Dirut PT LIB Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, Security Officer Suko Sutrisno, Kabag Operasi Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Danki III Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarman, dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Ahmadi.
Proses hukum terus berjalan. Status Akhmad Hadian Lukita sejauh ini dibebaskan. Sedangkan pihak Arema dijatuhkan vonis penjara, begitu juga dengan anggota Polri yang dianggap bertanggungjawab.
Berita Tragedi Kanjuruhan turut menjadi perhatian dunia. Bukan tanpa alasan, jumlah korban yang tewas terbanyak nomor dua dunia dari insiden serupa.

Presiden FIFA, Gianni Infantino sempat berkunjung ke Indonesia tak lama setelah Tragedi Kanjuruhan. FIFA ingin transformasi sepak bola dilakukan di Indonesia.
Kompetisi sepak bola Indonesia dalam hal ini Liga 1 dan Liga 2 juga sempat berhenti total setelah tragedi terjadi. Liga 1 bahkan sampai menghapus sistem degradasi. Kini, Liga 1 dan Liga 2 menerapkan larangan suporter tandang sebagai penerapan transformasi sepak bola yang direkomendasikan FIFA.
Kini kompetisi sudah kembali bergulir dari Liga 1 hingga Liga 2. Namun ingatan publik terhadap tragedi Kanjuruhan tetap menyala. (psr/dna)

[Gambas:Video CNN]

Partai

Institusi

K / L

BUMN

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Negara

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Transportasi