Terima Suap Kasus CPO, Djuyamto: Semoga Kami Hakim Terakhir yang Hadapi Ini Nasional 10 September 2025

Terima Suap Kasus CPO, Djuyamto: Semoga Kami Hakim Terakhir yang Hadapi Ini
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        10 September 2025

Terima Suap Kasus CPO, Djuyamto: Semoga Kami Hakim Terakhir yang Hadapi Ini
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Hakim nonaktif Djuyamto berharap dirinya dan para terdakwa menjadi hakim terakhir yang terjerat kasus suap.
Djuyamto menyampaikannya dalam sidang kasus dugaan suap majelis hakim yang memberikan vonis onslag atau vonis lepas untuk tiga korporasi crude palm oil (CPO).
“Setidak-tidaknya, ini menjadi pelajaran bagi kita ke depan. Dan, saya berharap, kamilah hakim yang terakhir di republik ini untuk menghadapi peristiwa ini,” ujar Djuyamto saat sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (10/9/2025).
Pernyataan Djuyamto ini disambut Hakim Ketua Effendi yang akan mengadili kasus perkara ini.
“Amin,” kata Effendi.
Sementara itu, duduk di kursi saksi adalah Rudi Suparmono, eks Ketua PN Jakpus dan PN Surabaya yang juga terjerat kasus suap penanganan perkara.
Dalam sidang hari ini, Djuyamto sempat bertanya kepada Rudi terkait pertemuannya dengan seseorang bernama Agusrin Maryono.
Pada prosesnya, Rudi sempat ditawari 1 juta Dolar Amerika Serikat dari Agusrin yang meminta bantuan untuk kasus CPO.
“Setelah bertemu Agusrin, tadi kan Agusrin menawarkan (sejumlah uang). Setelah itu saudara memanggil majelis ya?” tanya Djuyamto kepada Rudi.
Rudi mengatakan, selaku Ketua PN Jakpus saat itu, ia pernah memanggil Djuyamto dan dua hakim lainnya usai bertemu dengan Agusrin.
Djuyamto menegaskan, dirinya dan para hakim telah mengaku menerima uang suap.
“Kalau soal kami majelis menerima uang, sudah kami akui sejak di penyidikan. Kami mengaku bersalah,” kata Djuyamto.
Ia berharap, sidang kali ini tidak berhenti untuk mencari siapa yang bersalah, tetapi untuk mengetahui proses yang terjadi.
“Artinya, sidang ini jangan hanya sekadar untuk mencari siapa yang bersalah, tapi juga prosesnya kenapa kami bersama (menerima suap),” lanjut Djuyamto lagi.
Dalam perkara ini, jaksa mendakwa lima orang hakim dan pegawai pengadilan menerima suap dari kuasa hukum tiga korporasi sawit untuk menjatuhkan vonis bebas dalam kasus korupsi terkait ekspor CPO.
Rinciannya, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta didakwa menerima Rp 15,7 miliar; panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, menerima Rp 2,4 miliar.
Sementara itu, Djuyamto selaku ketua majelis hakim menerima Rp 9,5 miliar, sedangkan dua hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.
Tiga korporasi tersebut adalah Permata Hijau Group yang terdiri dari PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo, dan PT Permata Hijau Sawit.
Kemudian, Wilmar Group yang terdiri dari PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Lalu, Musim Mas Group yang terdiri dari PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas-Fuji, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas.
Pada akhirnya, majelis hakim menjatuhkan vonis lepas terhadap tiga korporasi tersebut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.