Temuan Tim Investigasi BGN soal Laporan Keracunan MBG 9 Balita di Tasikmalaya

Temuan Tim Investigasi BGN soal Laporan Keracunan MBG 9 Balita di Tasikmalaya

Jakarta

Belasan warga, termasuk beberapa balita, dilaporkan mengalami mual dan muntah setelah mengonsumsi jatah dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kampung Sukaasih, Desa Cibeber, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya pada Senin (13/10/2025).

Kasus ini sempat diberitakan sebagai dugaan keracunan massal akibat menu MBG. Namun, investigasi Badan Gizi Nasional (BGN) mengklaim penyebabnya tidak sesederhana itu.

Kronologi Singkat yang Terverifikasi BGN

10.00-11.00 WIB (13/10/2025):

SPPG Tasikmalaya Manonjaya Cibeber mendistribusikan 3.896 porsi MBG (termasuk 190 porsi balita) ke empat titik Posyandu dan sejumlah sekolah.

Menu hari itu: ayam suwir bumbu kecap, tahu goreng tepung, tumis wortel-kembang kol, buah kelengkeng, dan susu UHT.16.00-

17.00 WIB (13/10/2025):

Sekitar sembilan balita baru mengonsumsi jatah MBG. Artinya, ada jeda lebih dari lima jam antara pengambilan dan waktu makan.

Malam hari (13/10/2025):

Anak-anak yang mengalami mual dan muntah dibawa ke bidan desa sekitar pukul 18.30-19.30 WIB, diberi obat, lalu dipulangkan.

14 hingga 15 Oktober 2025: Kepala SPPG dan tim BGN melakukan penelusuran.

Dinas Kesehatan mengambil sampel makanan untuk diuji, dan produksi MBG dihentikan sementara.

Ketua Tim Investigasi BGN, Karimah Muhammad, menjelaskan hasil awal menunjukkan perbedaan waktu konsumsi sebagai faktor paling krusial.

“Makanan MBG seharusnya dikonsumsi sebelum pukul 13.00. Begitu dibiarkan berjam-jam di suhu ruang, apalagi di daerah panas, risiko pertumbuhan bakteri meningkat drastis,” beber Karimah.

Ia menambahkan, di lokasi lain yang mematuhi waktu konsumsi, tidak ada kasus serupa. Kondisi ini mengindikasikan insiden terjadi karena penyimpanan dan keterlambatan konsumsi, bukan karena bahan atau proses masak.

Fakta yang Meluruskan Kabar Awal

Penelusuran BGN menemukan sejumlah hal yang sempat terlewat dalam laporan awal yakni salah satu balita yang dilaporkan sakit juga memakan pempek setelah mengonsumsi jatah MBG.

Sosok yang pertama kali melaporkan ke media, bernama Dindi, ternyata tidak terdaftar sebagai relawan maupun penerima manfaat MBG. Di titik distribusi lain dengan menu dan jadwal yang sama, tidak ditemukan keluhan kesehatan.

Makanan Pagi untuk Cadangan Sore

Tim juga menemukan faktor sosial-ekonomi yang berperan besar. Beberapa keluarga di Desa Cibeber hanya makan dua kali sehari, sehingga mereka membawa pulang porsi MBG untuk dimakan sore atau malam hari. Praktik ini memang bisa dimaklumi, tetapi disebut berisiko tinggi bila makanan tidak disimpan dengan benar.

“Sebagian besar masyarakat tidak punya kulkas, jadi makanan dibiarkan di suhu ruang. Di situlah risiko muncul,” kata Karimah menambahkan.

BGN dan Dinas Kesehatan Tasikmalaya kini menghentikan sementara distribusi MBG di wilayah tersebut sampai hasil uji laboratorium keluar. Memperkuat edukasi keamanan pangan dengan penegasan waktu konsumsi melalui label atau selebaran. Meminta kader posyandu mengingatkan warga agar segera mengonsumsi jatah MBG atau menyimpannya dengan aman.

Kasus di Tasikmalaya menunjukkan bahwa keberhasilan program pangan publik tak hanya bergantung pada standar dapur produksi, tetapi juga perilaku penerima dan sistem distribusi di lapangan.

“Program makan bergizi tidak gagal, tapi kita belajar bahwa keamanan pangan itu tidak berhenti di dapur. Ia harus dijaga sampai ke piring penerima,” beber Karimah.

Halaman 2 dari 3

(naf/up)