Surabaya (beritajatim.com) – Indonesia dikejutkan dengan penemuan uang tunai hampir Rp 1 triliun dan 51 kilogram emas di rumah mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar. Kasus ini menjadi sorotan publik dan memicu perdebatan tentang krisis hukum di negeri ini.
Penemuan tersebut terjadi dalam penggeledahan oleh Kejaksaan Agung di dua lokasi, yaitu rumah Zarof di Senayan, Jakarta Selatan, dan sebuah penginapan di Bali pada 24 Oktober 2024, terkait dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur.
Hardjuno Wiwoho, seorang pengamat hukum dan aktivis antikorupsi, menilai temuan ini mempertegas lemahnya pengawasan di lembaga peradilan. Ia menyebut kasus ini sebagai cermin buruknya integritas penegak hukum di Indonesia.
“Ketika mantan pejabat peradilan ditemukan menyimpan uang dalam jumlah fantastis, ini tidak hanya menjadi peringatan, tetapi juga ancaman bagi kredibilitas sistem hukum kita,” kata Hardjuno di Surabaya, Minggu (27/10/2024).
Selain uang rupiah, ditemukan pula lima jenis mata uang asing, termasuk dolar Amerika Serikat dan Singapura. Jika dikonversi, nilai keseluruhan uang yang disita mencapai Rp 920,9 miliar. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, mengakui bahwa penyidik pun terkejut dengan besarnya jumlah uang yang ditemukan.
“Kami tidak menduga di dalam rumah ada uang hampir Rp 1 triliun dan emas seberat hampir 51 kilogram,” ungkap Qohar, Jumat (25/10).
Hardjuno menekankan bahwa kasus ini seharusnya menjadi momentum bagi reformasi hukum yang lebih mendalam. Ia menyoroti pentingnya transparansi dalam pengelolaan kasus, terutama pada tahap kasasi yang sering melibatkan pejabat tinggi.
“Kita butuh reformasi yang tidak hanya memperketat aturan, tetapi juga mekanisme pengawasan yang memungkinkan setiap praktik korupsi terdeteksi lebih dini,” tambahnya.
Zarof, yang baru-baru ini memproduksi film “Sang Pengadil”, semakin memperparah ironi dengan terlibat dalam kasus korupsi. “Ketika seorang mantan pejabat peradilan yang memproduksi film berjudul Sang Pengadil justru terjerat kasus suap, ini menjadi paradoks memalukan bagi lembaga peradilan kita,” tegas Hardjuno.
Menurutnya, reformasi hukum harus terus diperjuangkan agar kepercayaan publik tidak semakin runtuh. “Keberhasilan Kejagung dalam mengungkap kasus ini patut diapresiasi, namun ini baru permulaan. Penegak hukum di semua level harus diingatkan untuk tidak bermain-main dengan keadilan,” pungkasnya.[asg/ted]
