Tempat Fasum: Gedung Merah Putih KPK

  • Jokowi Minta Buktikan soal Utusan yang Minta PDIP Tak Memecat Dirinya: ada Batasnya

    Jokowi Minta Buktikan soal Utusan yang Minta PDIP Tak Memecat Dirinya: ada Batasnya

    TRIBUNJATIM.COM – Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) kini meminta agar sosok yang meminta PDIP untuk tak memecat dirinya bisa dibuktikan.

    Pada momen itu Jokowi juga membantah soal adanya utusan yang meminta PDIP tak memecat dirinya dari partai.

    Diketahui sebelumnya, pernyataan itu datang dari Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus.

    Ia menyebut jika ada utusan yang datang dan meminta PDIP tak memecat Jokowi dari partai.

    Jokowi mengaku tak memiliki kepentingan menyuruh utusan untuk datang ke PDIP dan meminta dirinya tak dipecat.

    Ia pun meminta lebih baik PDIP mengungkap siapa sosok yang dimaksud. 

    “Nggak ada (komentar). Ya harusnya disebutkan siapa biar jelas. Nggak ada,” kata Jokowi di kediaman Sumber, Banjarsari, Jumat (14/3/2025), dikutip dari TribunSolo.com. 

    “Kepentingannya apa saya mengutus untuk itu. Coba logikanya,” lanjutnya. 

    Jokowi mengaku selama ini banyak diam ketika difitnah, dijelekkan hingga dimaki. 

    Namun, ia menegaskan bahwa sikap diamnya itu ada batasnya. 

    “Saya udah diam loh ya. Difitnah saya diam. Dijelekkan saya diam. Dimaki-maki saya diam. Tapi ada batasnya,” tuturnya.

    Jokowi resmi dipecat dari PDI Perjuangan (PDIP) terhitung sejak 14 Desember 2024 lalu. 

    Jokowi telah merespons keputusan tersebut, ia memilih menerima dan menghormati apa sikap PDIP itu.  

    “Ya ndak apa. Ndak apa. Saya menghormati itu,” ungkapnya di kediamannya di Sumber, Banjarsari, Solo, Selasa (17/12/2024) lalu.

    “Dan saya tidak dalam posisi membela atau memberikan penilaian. Karena keputusan sudah terjadi,” lanjutnya. 

    Pernyataan PDIP soal Ada Utusan Minta Jokowi Tak Dipecat 

    Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus, menungkapkan, sempat ada permintaan agar Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mundur dari jabatanNYA pada 14 Desember 2024 atau sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Deddy menyebut, permintaan itu disampaikan oleh seorang utusan yang disebutnya memiliki kewenangan.

    Selain meminta Hasto mundur, utusan itu juga meminta PDIP tak melakukan pemecatan Jokowi.

    “Sekitar tanggal 14 Desember, itu ada utusan yang menemui kami, memberitahu bahwa Sekjen harus mundur lalu jangan pecat Jokowi,” kata Deddy di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu (12/3/2025).

    Tak hanya itu, Deddy menuturkan bahwa utusan tersebut juga menyampaikan terdapat 9 orang kader PDIP ditarget aparat penegak hukum.

    “Dan menyampaikan ada sekitar 9 orang dari PDIP yang menjadi target dari pihak kepolisian dan KPK,” ujarnya.

    “Jadi, itu lah salah satu dan itu disampaikan oleh orang yang sangat berwenang,” ucapnya menambahkan.

    Karenanya, Deddy meyakini bahwa kasus yang menjerat Hasto bukan murni penegakan hukum.

    “Karena seharusnya kalau memang KPK ingin menjadi lembaga yang sebenar-benarnya ingin menegakkan hukum, maka sungguh banyak persoalan-persoalan yang bisa dipecahkan oleh KPK,” tegasnya.

    KPK ditantang untuk memeriksa keluarga Presiden Ketujuh RI, Joko Widodo alias Jokowi

    Tantangan itu diungkap oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.

    Menanggapi hal itu, Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution menilai jika permintaan itu sah saja.

    Bahkan Bobby menyebut jika wajar Hasto meminta KPK untuk memeriksa mertuanya dan keluarga.

    “Ya silakan, silakan saja. Namanya permintaan,” ucapnya seusai pisah sambut  dan serah terima jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut dari PJ Gubernur Sumut Fatoni kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Bobby Nasution dan Surya di Kantor Gubernur, Senin (3/2/2025). 

    Gubernur Sumut ini juga mengatakan, memberikan masukan kepada KPK hal yang wajar.

    “Masukan  itu, diperbolehkan semua. Jadi sah-sah saja, masukan, kritik ya silakan saja, kita diperbolehkan semua untuk melakukan itu,” katanya.

    Untuk diketahui dilansir dari Kompas.com, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto meminta KPK tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum.

    Hal ini disampaikan Hasto usai ditahan oleh Komisi Antirasuah terkait kasus dugaan perintangan penyidikan kasus dugaan suap yang menjerat eks anggota legislatif dari PDIP, Harun Masiku.

    Hasto meminta KPK berani mengungkap berbagai kasus korupsi, termasuk melakukan pemeriksaan terhadap keluarga Joko Widodo.

    “Semoga ini menjadi momentum bagi Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menegakkan hukum tanpa kecuali, termasuk memeriksa keluarga Pak Jokowi,” kata Hasto, saat akan dibawa ke Rumah Tahanan KPK, Kamis (20/2/2025 )lalu. 

    SEKJEN PDIP DITAHAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto, Kamis (20/2/2025). Hasto tak menyesal atas perbuatannya. Ia justru menantang KPK untuk periksa keluarga Jokowi. (KOMPAS.com/IRFAN KAMIL)

    Dokumen Skandal Pejabat Negara Era Jokowi di Tangan Connie Bakrie, KPK Tantang Hasto Cs Segera Lapor

    Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto telah ditahan KPK sejak Kamis (20/2/2025.

    Setelah penahanan Hasto Kristiyanto ini, publik menunggu isi dokumen rahasia yang dipegang Connie Rahakundini Bakrie.

    Dokumen rahasia itu disebut tentang dokumen skandal dahsyat para petinggi negara. 

    Pada saat itu, Connie menyebut bakal membongkar semua skandal jika Sekjen PDIP ditahan. 

    Kini, Hasto Kristiyanto telah ditahan atas kasus penyuapan dan pelarian Harun Masiku, politisi PDIP.

    Connie Bakrie muncul menjelaskan soal dokumen skandal itu. 

    Connie yang mengklaim kini berada di Rusia menyebutkan bahwa dokumen itu tidak bisa disebar. 

    Ia cuma menyimpan dan tak boleh menyebarkan meskipun Hasto telah dipenjara. 

    “Banyak sekali yang menyebut saya menyimpan dokumen dari Pak Hasto Kristiyanto.

    Yang anda sebutkan terkait FPI lah, itulah.

    Saya cuma dititipkan menandatangani notaris.

    Saya cuma dititipkan. Tidak boleh menyebarkan atau memindahtangankan,”kata Connie dikutip dari video yang disebar akun Ferry Koto pernyataannya di twitter, Minggu (23/2/2025). 

    Padahal, pada akhir Desember 2024, PDIP mengancam akan menunjukkan video skandal petinggi negara. 

    Ancaman ini setelah mereka mengaku menjadi korban kriminalisasi. 

    Apalagi sekarang Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto telah ditahan oleh KPK kasus penyuapan dan pelarian Harun Masiku. 

    Sebelumnya, Juru Bicara PDIP Guntur Romli mengungkap soal dokumen dan video skandal pejabat itu pada Jumat 27 Desember 2024 lalu.

    Guntur Romli saat itu mengatakan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang akan membongkar dokumen dan video itu.

    “Betul (akan diungkap ke publik). Sebagai perlawanan. Bukan serangan balik, tapi sebagai perlawanan terhadap kriminalisasi,” kata Guntur Romli dikutip dari Kompas.com.

    Guntur mengatakan bahwa ancaman untuk membongkar skandal ini merupakan respons terhadap tuduhan kriminalisasi yang dialami Hasto yang kala itu baru saja ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Harun Masiku.

    Dia sangat yakin informasi dan video yang akan disampaikan oleh Hasto adalah akurat.

    Mengingat Hasto memiliki pengalaman selama sembilan tahun di lingkaran kekuasaan pemerintahan Presiden ke-7, Joko Widodo.

    Ia bahkan mengklaim bahwa skandal ini akan lebih mengejutkan dibandingkan dengan kasus “Watergate” di Amerika Serikat.

    “Ini skandal besar melebihi kasus Watergate di Amerika. Bagaimana rekayasa hukum dengan menyalahgunakan aparat negara dipakai untuk membunuh lawan politik. Daya ledaknya luar biasa,” tegas Guntur.

    Guntur Romli juga pernah mengungkapkan bahwa Hasto Kristiyanto telah menitipkan dokumen dan video skandal pejabat negara kepada pengamat militer, Connie Rahakundini Bakrie.

    Dokumen tersebut saat ini berada di Rusia, di mana Connie sedang menjalankan tugasnya sebagai Guru Besar di Saint Petersburg State University.

    Diakui Connie Rahakundini Bakrie bahwa sejumlah dokumen dalam berbagai bentuk diduga berisi informasi mengenai dugaan skandal sejumlah pejabat dalam negeri.

    “Betul. Silakan cek Instagram saya, karena itu sumber beritanya. Saya yang sampaikan,” kata Connie saat dihubungi Kompas.com, Senin (30/12/2024) lalu.

    Connie mengatakan  langkah itu diambil sebagai langkah pengamanan supaya dokumen itu tidak dihilangkan.

    Menurut Connie, berbagai dokumen itu dititipkan ketika dia pulang ke Jakarta dan dibawa ketika kembali ke Rusia.

     Gedung Merah Putih KPK. (https://www.kpk.go.id/)

    Tantangan KPK pada Hasto Cs

    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah  meminta Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, melaporkan dokumen-dokumen yang memuat skandal pejabat negara ke lembaga anti-rasuah.

    Meski demikian, KPK tak akan langsung menghakimi seseorang melakukan tindak pidana.

    Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan pihaknya akan mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam menangani setiap perkara.

    Karena itu, Asep mengimbau Hasto Cs agar membawa dokumen tersebut ke KPK sebagai bukti terkait kasus korupsi oleh pejabat negara.

    “Jadi kalau punya misalkan dokumen untuk men-challenge, bawa. Tunjukkan kepada kita bahwa misalkan dokumen-dokumen tidak benar. Ini buktinya,” tegas Asep di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (9/1/2025), dikutip dari Kompas.com.

    Asep mengaku tahu dokumen-dokumen itu telah dititipkan ke pengamat militer, Connie Bakrie, lalu dibawa ke Rusia, lewat media.

    Sekali lagi, Asep mengatakan lebih baik dokumen itu dibawa ke KPK untuk segera diproses.

    “Saya juga lihat di media, dokumen dititipkan kepada seorang profesor, kemudian dibawa ke Rusia.”

    “Sebetulnya, kalau itu memang dokumen terkait dengan perkara yang sedang kita tangani, dibawa saja ke sini,” pungkasnya.

    Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, juga telah meminta Hasto untuk melaporkan dokumen skandal pejabat negara yang dimiliki ke aparat penegak hukum (APH).

    Sebab, kata Tessa, KPK sebagai lembaga anti-rasuah, berharap siapapun yang memiliki informasi mengenai dugaan korupsi, bisa segera melaporkan.

    “KPK berharap siapapun yang memiliki informasi tentang adanya tindakan korupsi yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk bisa melaporkan hal tersebut kepada APH yang berwenang menangani perkara korupsi,” ujar Tessa.

    Karena itu, Tessa menyarankan agar Hasto melapor ke KPK, Kejaksaan Agung (Kejagung), atau Polri.

    Ia pun memastikan APH akan menindaklanjuti laporan Hasto sesuai prosedur.

    “Agar dapat dilakukan tindakan sesuai prosedur yang berlaku,” tukas Tessa.

    Respons Jokowi

    Presiden ke-7 RI Joko Widodo merespons pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kepada KPK untuk memeriksa juga keluarga Jokowi.

    Pernyataan Hasto Kristiyanto muncul setelah dirinya ditahan oleh KPK, Kamis (20/2/2025) kemarin.

    Dalam pernyataannya, Hasto meminta agar keluarga Jokowi juga diadili.

    Jokowi merespons santai dan tertawa saat ditanya mengenai pernyataan Hasto Kristiyanto.

    “Hasto minta keluarga Jokowi diadili,” tanya awak media.

    “Ha-ha-ha-ha. Ya kalau ada fakta hukum, ada bukti hukum, ya silakan,” kata Jokowi sambil tersenyum kepada awak media, di kediamannya di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Jawa Tengah, Jumat (21/2/2025).

    Jokowi menilai bahwa pernyataan semacam itu sudah sering dilontarkan sehingga dia merasa tidak perlu mengulang-ulang tanggapannya. 

    “Ya sudah sering kan pernyataan seperti itu, masa saya ulang-ulang terus,” ungkapnya.

    Presiden Jokowi juga menegaskan bahwa dirinya siap untuk diadili, asalkan ada dasar hukum yang jelas untuk menjeratnya.

    “Kalau ada bukti hukum, ada fakta hukum. Ya silakan,” tegasnya. 

    Sebelumnya, Hasto Kristiyanto menyatakan bahwa penahanannya oleh KPK mencerminkan sikap lembaga tersebut yang dinilai pandang bulu.

    Ia berharap penahanannya menjadi momentum bagi KPK untuk menegakkan hukum tanpa kecuali, termasuk memeriksa keluarga Presiden Jokowi. 

    “Semoga ini menjadi momentum bagi Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menegakkan hukum tanpa kecuali, termasuk memeriksa keluarga Pak Jokowi,” kata Hasto saat akan dibawa ke Rumah Tahanan KPK, Kamis malam.

    Harun Masiku, kader PDIP yang kini buron kasus suap di KPK. (Tribunnews.com)

    Jejak Kasus

    KPK menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus suap terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

    Selain itu, Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merintangi penyidikan atau obstruction of justice (OOJ) dalam kasus Harun Masiku.

    Dalam perkara ini, Hasto bersama Saeful Bahri, Donny Tri Istiqomah, dan Harun Masiku disebut menyuap Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina sebesar 19.000 Dollar Singapura dan 38.350 Dollar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai dengan 23 Desember 2019.

    Uang pelicin ini diberikan supaya Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil I Sumsel, menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.

    Untuk diketahui, Riekzy Aprilia merupakan kader PDIP peraih suara tertinggi kedua setelah Nazarudin Kiemas.

    Setelah Nazarudin meninggal, maka Riekzy yang berhak menggantikan posisinya di DPR RI. 

    Namun, Hasto lebih memilih Harun Masiku untuk duduk di DPR, meskipun perolehan suaranya masih di bawah Riekzy.

    Dalam sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu, Biro Hukum KPK menyampaikan bahwa Hasto menawarkan Riezky jabatan komisaris di perusahaan BUMN agar mau melepas posisinya untuk Harun Masiku.

    Namun, Riezky menolak tawaran itu dan bersikukuh duduk di DPR RI.

    Hasto kemudian menemui Komisoner KPU saat itu yakni Wahyu Setiawan.

    “Dalam pertemuan tersebut pemohon meminta Wahyu Setiawan untuk menetapkan sebagai Caleg terpilih DPR RI atas nama Maria Lestari dari Dapil I Kalimantan Barat dan Harun Masiku dari Dapil I Sumatera Selatan,” ucap Biro Hukum KPK.

    Setelah itu Hasto menunjuk advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah sebagai kuasa hukum PDIP dalam sidang pengujian materil terkait peraturan KPU tentang pemungutan dan penghitungan suara dalam Pemilu 2019 di Mahkamah Agung (MA).

    “Adapun pengujian materil itu dimaksudkan untuk mengakomodasi kepentingan agar menetapkan Harun Masiku mendapatkan limpahan suara dari almarhum Nazarudin Kiemas,” ucap Biro Hukum.

    Langkah uji materil ini dilakukan oleh kubu Hasto lantaran pada tahap rekapitulasi suara nasional 21 Mei 2019 dan rapat penetapan kursi dan calon terpilih 31 Agustus 2019, KPU menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon terpilih dari Dapil I Sumsel.

    Pada 23 September 2019 Riezky dihubungi oleh Donny Tri untuk diminta bertemu di kantor DPP PDIP di Jakarta.

    Namun karena Riezky saat itu sedang di Singapura, Saeful Bahri yang merupakan kader PDIP diutus oleh Hasto untuk menemui yang bersangkutan di Shangri-La Orchar Hotel Singapura pada 25 September 2019 dan menyampaikan pesan dari Sekjen PDIP tersebut.

    “Dalam pertemuan tersebut, Saeful Bahri mengatakan jika diutus dan diperintah oleh Pemohon (Hasto) dan meminta kepadanya (Riezky Aprilia) untuk mengundurkan diri dari caleg terpilih dan akan diberi rekomendasi menjadi Komisioner Komnas HAM dan Komisaris BUMN,” ungkap tim Biro Hukum KPK.

    Dari pertemuan itu disebutkan juga bahwa permintaan Riezky untuk mundur supaya posisinya di DPR dapat digantikan oleh Harun Masiku.

    “Namun Riezky Aprilia menolak tegas dan mengatakan akan melawan,” jelasnya.

    Mengetahui penolakan itu, Hasto tetap mengupayakan agar Harun menjadi anggota DPR RI dari Dapil I Sumsel.

    “Dengan cara memerintahkan dan mengendalikan operasi senyap yang dilakukannya Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah,” ujarnya.

    Kucurkan Rp 400 Juta

    Hasto disebut mengucurkan uang Rp 400 juta untuk membantu Harun Masiku menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan. 

    Anggota Tim Biro Hukum KPK, Endang Tri Lestari, mengungkapkan pada awal September 2019, kader PDIP Saeful Bahri meminta eks anggota Bawaslu RI 2005-2010, Agustiani Tio Fridelina, untuk membantu mengurus PAW DPR RI tahun 2019-2024 Harun Masiku ke KPU.

    Pada Desember 2019, Agustiani mengabarkan kepada Saeful bahwa Komisioner KPU Wahyu Setiawan meminta uang Rp 1 miliar. 

    Saeful meminta Agustiani, yang juga merupakan anggota DPP PDIP, untuk menawar besaran uang yang diminta Wahyu, dan akhirnya disepakati Rp 900 juta. 

    Selanjutnya, Saeful bersama kader PDIP Donny Tri Istiqomah menemui Harun Masiku di Hotel Grand Hyatt dan menyampaikan permintaan Wahyu.

    “Pada permintaan itu, Harun Masiku menyanggupi biaya operasional Rp 1.500.000.000 (Rp 1,5 miliar). Selanjutnya, Hasto Kristiyanto mempersilakannya,” tutur Endang. 

    Pada 13 Desember 2019, Saeful Bahri melaporkan perkembangan pengurusan PAW Harun Masiku kepada Hasto.

    Elite PDIP itu mempersilakan pengurusan dilanjutkan, dan apabila perlu, ia akan menalangi sebagian biaya yang diperlukan dalam mengurus PAW.

    “Hasto mengatakan, ‘ya silakan saja, bila perlu saya menyanggupi untuk menalanginya dulu biar urusan Harun Masiku cepat selesai’,” ujar Endang. 

    Pada 16 Desember 2019, sekitar pukul 16.00 WIB, staf Hasto yang bernama Kusnadi menemui Donny di ruang rapat Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat.

    Ia menitipkan uang dalam amplop warna coklat yang dimasukkan di dalam tas warna hitam.

    Kusnadi menyampaikan bahwa dirinya menjalankan perintah Hasto untuk menyerahkan uang pengurusan operasional PAW Harun Masiku dengan rincian Rp 400 juta dari Hasto dan Rp 600 juta dari Harun. 

    “Masih pada tanggal 16 Desember 2019, Donny Tri Istiqomah menghubungi Saeful Bahri melalui chat WhatsApp, yang berbunyi, ‘Mas Hasto ngasih Rp 400 juta, yang Rp 600 (juta) Harun katanya, sudah kupegang,’” kata Endang. 

    Lolos OTT

    Terungkap juga di persidangan praperadilan, bahwa Hasto Kristiyanto masuk dalam target operasi tangkap tangan (OTT) tim penyelidik bersama Harun Masiku pada 2019.

    Anggota Tim Biro Hukum KPK, Kharisma Puspita Mandala, menyampaikan, pada Rabu (8/1/2020), tim KPK sedang bergerak untuk melakukan OTT terkait suap PAW anggota DPR RI yang melibatkan Harun Masiku.

    OTT ini merupakan tindak lanjut dari penyelidikan tertutup yang sudah diproses sejak Desember 2019.

    Dalam OTT itu, tim KPK berhasil menangkap kader PDIP Saeful Bahri dan Donny Tri Istikomah di Jakarta Pusat, anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina di kediaman, serta Komisioner KPU Wahyu Setiawan di Bandara Soekarno-Hatta. 

    “Tim KPK kemudian bergerak mengejar Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto dengan bermaksud untuk mengamankan,” kata Kharisma, di ruang sidang PN Jaksel, Kamis.

    Namun, ketika tim penyelidik KPK belum berhasil menangkap Harun dan Hasto, Ketua KPK saat itu, Firli Bahuri, justru mengumumkan melalui media massa bahwa lembaga antirasuah sedang menggelar OTT di KPU pada pukul 16.00 WIB.

    Padahal, saat itu OTT belum tuntas. Tim KPK belum berhasil mengamankan Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto. 

    Berselang beberapa jam, KPK kemudian mendapat informasi bahwa Harun Masiku dan Hasto diduga melarikan diri ke Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta. Lembaga anti-rasuah langsung mengirimkan petugas untuk menangkap Harun. 

    Namun, begitu tiba di PTIK sekitar pukul 20.00 WIB, tim penyelidik dan penyidik KPK yang berjumlah lima orang dihentikan sekelompok orang yang dipimpin AKBP Hendy Kurniawan. Tim KPK diintimidasi, digeledah, dan diinterogasi tanpa prosedur. 

    Alat komunikasi mereka juga disita dan diminta menjalani tes urine meski hasilnya negatif. AKBP Hendy dkk meminta keterangan dari petugas KPK hingga pukul 04.55 WIB keesokan harinya.

    “Petugas KPK malah digeledah tanpa prosedur, diintimidasi, dan mendapatkan kekerasan verbal dan fisik oleh Hendy Kurniawan dan kawan-kawan,” kata Iskandar.

    Dia menyampaikan, terduga pelaku sempat mengambil paksa handphone (HP) milik petugas KPK saat mengejar Harun. Intimidasi terhadap tim KPK itu berakhir setelah Setyo Budiyanto turun tangan.

    Pada saat itu, Setyo, yang merupakan perwira Polri, menjabat sebagai Direktur Penyidikan pada Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK.

    Kini, Setyo yang menyandang pangkat Komisaris Jenderal atau jenderal bintang tiga menjabat sebagai Ketua KPK sejak Desember 2024. (*)

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunSolo.com 

  • 2 Anggota Fraksi Nasdem Mangkir Panggilan KPK soal Kasus Dana CSR BI

    2 Anggota Fraksi Nasdem Mangkir Panggilan KPK soal Kasus Dana CSR BI

    2 Anggota Fraksi Nasdem Mangkir Panggilan KPK soal Kasus Dana CSR BI
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Dua anggota DPR dari Fraksi Partai Nasdem Charles Meikyansah dan Fauzi Amro mangkir dari panggilan
    KPK
    untuk diperiksa sebagai saksi kasus korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI).
    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, keduanya mangkir dari panggilan KPK karena sudah memiliki agenda terjadwal sebelumnya.
    “Ada kegiatan kunjungan yang sudah terjadwal sebelumnya,” kata Tessa saat dihubungi, Jumat (14/3/2025).
    Tessa mengatakan, penyidik akan melakukan pemanggilan ulang terhadap dua politisi Nasdem tersebut.
    “Akan di-
    reschedule
    untuk pemanggilan berikutnya. Kapannya belum terinfo,” ujarnya.
    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Charles Meikyansah dan Fauzi Amro untuk diperiksa sebagai saksi, terkait kasus korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI).
    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Kamis (13/3/2025).
    Adapun KPK telah memeriksa dua anggota DPR RI terkait kasus dana CSR BI yaitu Heri Gunawan dan Satori pada Jumat (27/12/2024).
    KPK pertama kali mengungkap kasus dugaan korupsi dana CSR dari Bank Indonesia pada Agustus 2024.
    Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, penyidik menemukan indikasi penyelewengan dana CSR dari BI dan OJK, yakni dari total program dan anggaran hanya separuh yang disalurkan sesuai tujuan.
    “Artinya ada beberapa, misalkan CSR ada 100, yang digunakan hanya 50, yang 50-nya tidak digunakan. Yang jadi masalah tuh yang 50-nya yang tidak digunakan tersebut, digunakan misalnya untuk kepentingan pribadi,” ujar Asep, Jakarta, Rabu (18/9/2024).
    “Kalau itu digunakan misalnya untuk bikin rumah ya bikin rumah, bangun jalan ya bangun jalan, itu enggak jadi masalah. Tapi menjadi masalah ketika tidak sesuai peruntukan,” ucap Asep.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hasto Hadiri Sidang Perdana di PN Jakpus, Pakai Setelan Jas Hitam

    Hasto Hadiri Sidang Perdana di PN Jakpus, Pakai Setelan Jas Hitam

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menghadiri sidang perdana kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024 dan perintangan penyidikan, Jumat (14/3/2025). 

    Hasto hadir lebih awal mengenakan setelan jas hitam dan kemeja putih di dalamnya. Setelan yang dikenakan olehnya turut dilapisi dengan rompi oranye tahanan KPK.

    Karena hadir lebih awal, sidang dengan agenda pembacaan dakwaan itu pun mulai lebih cepat. Awalnya, menurut Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri (PN) Jakart Pusat SIPP PN Jakpus, Hasto dijadwalkan disidang pada pukul 09.20 WIB. 

    Namun, belum sampai waktu yang sudah dijadwalkan pengadilan, Hasto pun sudah duduk di kursi terdakwa di hadapan Majelis Hakim. 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, KPK menyiapkan sebanyak 12 jaksa penuntut umum untuk membacakan dakwaan di sidang Hasto. 

    Elite PDIP itu adalah tersangka kasus suap dan perintangan penyidikan alias obstruction of justice Harun Masiku. 

    Perkara Hasto terdaftar dengan nomor 36/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt.Pst. Sidang perdana kasus Hasto akan berlangsung pada Jumat, (14/3/2025).

    “Sidang pertama, 14 Maret 2022 pukul 09.20 WIB – selesai,” demikian dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat alias PN Jakpus yang dikutip, Jumat (7/3/2025).

    Adapun 12 jaksa yang dikerahkan KPK itu antara lain Surya Dharma Tanjung, Rio Frandy, Wawan Yunarwanto, Nur Haris Arhadi, Yoga Pratomo, Arif Rahman Irsady, Sandy Septi Murhanta Hidayat, Muhammad Albar Hanafi, Dwi Novantoro, Mohammad Fauji Rahmat, Rio Vernika Putra, Greafik Loserte.

    Sebelum dilimpahkan ke pengadilan, penyidik antikorupsi telah melakukan pelimpahan tahap dua pada kasus Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Kamis (6/3/2025). 

    Pada tahapan ini, tim penyidik menyerahkan berkas tersangka dan barang bukti pada kepada tim jaksa penuntut umum (JPU). Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menyebut pelimpahan yang dilakukan penyidik hari ini meliputi dua kasus yang menjerat Hasto. 

    “Pada hari ini Kamis, tanggal 6 Maret 2025, telah dilaksanakan kegiatan pelimpahan tersangka dan barang bukti dari Penyidik kepada Penuntut Umum untuk perkara tersangka HK [Hasto],” ujar Tessa kepada wartawan, Kamis (6/3/2025).

    Untuk diketahui, Hasto dijerat dengan dua kasus oleh KPK. Elite PDIP itu ditetapkan tersangka pada kasus dugaan suap penetapan anggota DPR 2019-2024 serta dugaan perintangan penyidikan. 

    Sementara itu, Tim penasihat hukum Hasto menyayangkan tindakan KPK karena mereka baru saja mengajukan tiga orah ahli hukum sebagai saksi meringankan, Selasa (4/3/2025), dan kini praperadilan yang diajukan masih bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. 

    “Sayang sekali bahwa kecurigaan kami yang selama ini kami melihat bahwa unsur politisnya sangat tinggi, dan pada persidangan Senin kemarin kami melihat bahwa KPK tidak hadir ini untuk menguatkan kecurigaan kami, bahwa ini kasus Mas Hasto Kristianto ini sangat keental dengan nuansa politis,” ujarnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (6/3/2025). 

  • Daftar 5 Tersangka Korupsi Dana Iklan Bank BUMD Jabar, Dilarang Bepergian ke Luar Negeri – Halaman all

    Daftar 5 Tersangka Korupsi Dana Iklan Bank BUMD Jabar, Dilarang Bepergian ke Luar Negeri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan lima orang tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan dana iklan Bank Daerah di Jawa Barat (Jabar), Kamis (13/3/2025). 

    Lima tersangka tersebut, termasuk Direktur Utama nonaktif bank Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Jawa Barat, Yuddy Renaldi (YR).

    Demikian disampaikan Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (13/3/2025).

    “Pada tanggal 27 Februari 2025 KPK menerbitkan lima surat perintah penyidikan untuk lima tersangka,” katanya, Kamis.

    Selanjutnya, KPK mencegah Yuddy Renaldi (YR) dan empat tersangka lainnya bepergian ke luar negeri. 

    Pada 28 Februari 2025, KPK telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor 373 Tahun 2025.

    “Bahwa pada 28 Februari 2025, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 373 Tahun 2025 tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap 5 orang berinisial YR, WH, IAD, SUH, dan RSJK,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis, dilansir Kompas.com.

    Tessa menjelaskan, alasan pencegahan Yuddy Renaldi cs di Indonesia ini untuk proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi. 

    “Keputusan ini berlaku untuk 6 bulan,” lanjutnya.

    Daftar Tersangka Kasus Bank BUMD Jabar, Dilarang Bepergian ke Luar Negeri

    Yuddy Renaldi (YR) Eks Dirut Bank Daerah
    Widi Hartono (WH), pimpinan Divisi Corporate Secretary bank
    Ikin Asikin Dulmanan (IAD), pengendali PT Antedja Muliatama (AM) dan Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM)
    Suhendrik (SUH), pengendali PT BSC Advertising dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE)
    R Sophan Jaya Kusuma (RSJK), pengendali PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB) dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB).

    Sebelumnya, KPK menetapkan Yuddy Renaldi (YR) sebagai tersangka terkait kasus korupsi di lingkungan Bank Daerah atau BUMD, pada Kamis (13/3/2025). 

    “Lima orang tersangka, dua orang adalah saudara YR Dirut Bank (daerah), WH selaku Pimpinan Divisi corsec Bank (Daerah)” ujar Budi Sokmo, Kamis.

    Sementara itu, tiga orang swasta adalah pemilik agensi iklan.

    Konstruksi Perkara

    Pada periode 2021–2023, bank BUMD Jabar Banten merealisasikan belanja beban promosi umum dan produk bank yang dikelola oleh Divisi Corsec sebesar Rp409 miliar untuk biaya penayangan iklan di media TV, cetak, dan online via kerja sama dengan enam agensi.

    Masing-masing agensi mendapatkan anggaran yang berbeda-beda.

    Untuk PT CKMB Rp41 miliar; PT CKSB Rp105 miliar; PT AM Rp99 miliar; PT CKM Rp81 miliar; PT BSCA Rp33 miliar; dan PT WSBE Rp49 miliar.

    Namun, KPK menduga, lingkup pekerjaan yang dilakukan agensi hanya menempatkan iklan sesuai permintaan bank serta penunjukan agensi dilakukan dengan melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa (PBJ).

    “Terdapat selisih uang dari yang diterima oleh agensi dengan yang dibayarkan ke media [selisih antara yang dibayarkan dari bank ke agensi dengan agensi ke media], yaitu sebesar Rp 222 miliar,” Plh Direktur Penyidikan, Budi Sokmo, dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis.

    Lebih lanjut, Budi menjelaskan, Rp222 miliar tersebut, digunakan sebagai dana non-budgeter oleh bank.

    Di mana peruntukan dana non-budgeter itu, sejak awal disetujui oleh Yuddy Renaldi selaku dirut dan Widi Hartono untuk bekerja sama dengan enam agensi.

    Perbuatan Melawan Hukum

    Budi juga mengungkapkan, Yuddy Renaldi bersama-sama Widi Hartono sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK), mengetahui dan/atau menyiapkan pengadaan jasa agensi tahun 2021–2023 sebagai sarana kick back.

    Yuddy bersama Widi mengetahui dan/atau memerintahkan pengguna barang untuk bersepakat dengan rekanan jasa agensi dalam penggunaan kick back.

    Dirut bersama PPK mengetahui dan/atau memerintahkan Panitia Pengadaan untuk mengatur pemilihan agar memenangkan rekanan yang disepakati.

    PPK melaksanakan pengadaan jasa agensi tahun 2021–2023 dengan melanggar ketentuan, sebagai berikut:

    1. Menyusun dokumen harga perkiraan sendiri (HPS) bukan berupa nilai pekerjaan melainkan fee agensi, guna menghindari lelang;

    2. Memerintahkan panitia pengadaan agar tidak melakukan verifikasi dokumen penyedia sesuai standar operasional prosedur (SOP);

    3. Membuat penilaian tambahan setelah pemasukan penawaran, sehingga terjadi post bidding.

    Selanjutnya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal tersebut berkaitan dengan kerugian keuangan negara.

    Adapun ancaman hukuman untuk Pasal 2 dan 3 UU Tipikor adalah pidana penjara seumur hidup atau minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun untuk Pasal 2, dan minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun untuk Pasal 3.

    Atas perbuatan rasuah para tersangka, KPK menduga, kerugian keuangan negara sebesar Rp222 miliar.

    (Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Ilham Rian Pratama, Kompas.com)

  • Korupsi Iklan BJB, KPK Tetapkan 5 Tersangka Termasuk Eks Dirut Yuddy Renaldi

    Korupsi Iklan BJB, KPK Tetapkan 5 Tersangka Termasuk Eks Dirut Yuddy Renaldi

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan iklan Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB) pada 2021 sampai 2023.

    Dua orang dari unsur Bank BJB dan tiga lainnya merupakan pihak swasta, tetapi KPK belum melakukan penahanan terhadap seluruh tersangka.

    “KPK per tanggal 27 Februari 2025 telah menerbitkan 5 buah Sprindik. Tersangka dua orang dari pejabat Bank Jabar Banten, kemudian tiga orang dari swasta,” kata Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo Wibowo saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 13 Maret 2025.

    Secara terperinci lima tersangka adalah Direktur Utama nonaktif Bank BJB; Yuddy Renaldi, Pimpinan Divisi Corsec Bank BJB; Widi Hartono, pemilik agensi Arteja Mulyatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri; Ikin Asikin Dulmanan, pemilik agensi PSJ dan USPA; Suhendrik, dan pemilik agensi CKMB dan CKSB; Sophan Jaya Kusuma.

    Budi menjelaskan, pada 2021, 2022, dan Semester 1 2023, Bank BJB merealisasikan belanja beban promosi umum dan produk Bank yang dikelola Divisi Corsec sebesar Rp 409 miliar untuk biaya penayangan iklan di media TV, cetak, dan online melalui kerja sama dengan enam agensi.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun enam agensi adalah PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB), PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB), PT Antedja Muliatama (AM), PT Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM), PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE), dan PT BSC Advertising.

    Dengan rincian PT Cipta Karya Mandiri Bersama menerima dana iklan Rp41 miliar, PT Cipta Karya Sukses Bersama Rp105 miliar, PT Antedja Muliatama Rp99 miliar, PT Cakrawala Kreasi Mandiri Rp81 miliar, PT BSC Advertising Rp33 miliar, dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres Rp49 miliar.

    “Ditemukan fakta bahwa lingkup pekerjaan yang dilakukan agensi hanya menempatkan Iklan sesuai permintaan BJB serta penunjukan agensi dilakukan dengan melanggar ketentuan PBJ (pengadaan barang dan jasa)” ucap Budi.

    Budi menyebut, terdapat selisih uang dari yang diterima oleh agensi dengan yang dibayarkan ke media yaitu sebesar Rp222 miliar. Menurutnya, uang Rp222 miliar tersebut digunakan sebagai dana non-budgeter oleh BJB.

    “Yang sejak awal disetujui oleh YR selaku Dirut bersama-sama dengan WH untuk bekerjasama dengan 6 Agensi tersebut di atas untuk menyiapkan dana guna kebutuhan non-budgeter BJB,” ujar Budi.

    Fakta Perbuatan

    Yuddi Renaldi bersama-sama dengan Widi Hartono selaku pejabat pembuay komitmen (PPK) mengetahui dan/atau menyiapkan pengadaan jasa agensi tahun 2021 sampai 2023 sebagai sarana kickback.

    Ia menyebut, Yudi bersama Widi mengetahui dan/atau memerintahkan pengguna barang untuk bersepakat dengan rekanan jasa agensi dalam penggunaan kickback.

    “Dirut bersama-sama dengan PPK mengetahui dan/atau memerintahkan Panitia Pengadaan untuk mengatur pemilihan agar memenangkan rekanan yang disepakati,” kata Budi.

    “Dirut bersama-sama dengan PPK mengetahui penggunaan uang yang menjadi dana non budgeter BJB,” ucapnya melanjutkan.

    PPK melaksanakan pengadaan jasa agensi tahun 2021 sampai 2023 dengan melanggar ketentuan sebagai berikut:

    Menyusun dokumen HPS bukan berupa nilai pekerjaan melainkan fee agensi, guna menghindari lelang Memerintahkan Panitia Pengadaan agar tidak melakukan verifikasi dokumen penyedia sesuai SOP Membuat penilaian tambahan setelah pemasukan penawaran, sehingga terjadi Post Bidding

    “Terhadap kelima tersangka tersebut di atas telah dilakukan pencekalan/larangan bepergian ke luar negeri oleh KPK,” ucap Budi.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Kasus Iklan BJB, KPK Sita Deposito Rp 70 Miliar danSejumlah Kendaraan

    Kasus Iklan BJB, KPK Sita Deposito Rp 70 Miliar danSejumlah Kendaraan

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita berbagai aset dalam penyidikan kasus pengadaan iklan di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB). Di antara barang yang disita, terdapat deposito senilai Rp 70 miliar serta sejumlah kendaraan.

    “Kami menyita sejumlah uang dalam bentuk deposito kurang lebih Rp 70 miliar, serta beberapa kendaraan roda dua dan roda empat,” ujar Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (13/3/2025).

    Budi tidak memerinci sumber penyitaan tersebut. Namun, ia mengungkapkan KPK telah menggeledah 12 lokasi dalam penyidikan kasus ini. Salah satunya adalah rumah mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, pada Senin (10/3/2025), serta kantor BJB di Bandung pada Rabu (12/3/2025).

    Selain deposito dan kendaraan, KPK juga menyita aset berupa tanah, rumah, dan bangunan yang diduga memiliki keterkaitan dengan perkara ini.

    “Kami menduga aset-aset tersebut berkaitan erat dengan perkara yang sedang ditangani, baik dari segi tempus (waktu) maupun cara perolehannya,” jelas Budi.

    Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Selain Yuddy Renaldi, empat tersangka lainnya, yaitu Widi Hartono (WH) selaku pimpinan divisi Corsec BJB, Ikin Asikin Dulmanan (IAD) selaku pengendali agensi, Suhendri (S) selaku pengendali agensi, dqn Sophan Jaya Kusuma (SJK) selaku pengendali agensi. KPK menduga kasus ini menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 222 miliar.

  • Pastikan Segera Panggil Ridwan Kamil, KPK: Perlu Diklarifikasi

    Pastikan Segera Panggil Ridwan Kamil, KPK: Perlu Diklarifikasi

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan segera menjadwalkan pemanggilan mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (RK), untuk mengklarifikasi barang bukti yang disita dari rumahnya. Penggeledahan tersebut dilakukan dalam rangka penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di lingkungan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB).

    “Kami pasti akan memanggil yang bersangkutan karena dalam penggeledahan di rumahnya, kami menyita beberapa barang bukti. Tentu perlu diklarifikasi kepada beliau,” ujar Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (13/3/2025).

    Budi belum mengungkap kapan tepatnya Ridwan Kamil akan dipanggil. Namun, ia memastikan KPK juga akan memanggil pihak-pihak lain yang terkait dalam kasus ini.

    “Sesegera mungkin kami akan memanggil seluruh saksi untuk mengklarifikasi barang bukti yang telah kami sita dari tempat yang bersangkutan,” tegasnya.

    KPK mengendus indikasi mark up dalam pengadaan iklan di lingkungan BJB yang diduga menyebabkan kerugian negara dalam jumlah besar.

    “Jumlahnya cukup banyak. Dari anggaran ratusan miliar, potensi kerugian negara bisa mencapai sekitar setengahnya,” ungkap Ketua KPK, Setyo Budiyanto, di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Rabu (12/3/2025).

    Dalam penggeledahan yang dilakukan pada Senin (10/3/2025), KPK menyita sejumlah dokumen dan barang bukti dari rumah Ridwan Kamil.

    Namun, Setyo enggan membeberkan detail barang atau dokumen yang telah disita.

    “Semua barang bukti masih diteliti. Jika tidak ada relevansi dengan kasus, tentu akan dikembalikan,” jelas ketua KPK.

  • Geledah Rumah Ridwan Kamil, KPK: Ada Petunjuk

    Geledah Rumah Ridwan Kamil, KPK: Ada Petunjuk

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan alasan penggeledahan rumah mantan Gubernur Jawa Barat (Jabar), Ridwan Kamil (RK), pada Senin (10/3/2025). Penggeledahan ini dilakukan setelah KPK menemukan petunjuk baru terkait kasus dugaan korupsi pengadaan iklan lingkungan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB).

    “KPK dalam melaksanakan upaya paksa penggeledahan tentunya berdasarkan petunjuk-petunjuk yang kami peroleh sebelumnya,” ujar Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (13/3/2025).

    Budi tidak mengungkap secara rinci petunjuk yang diperoleh KPK, namun menegaskan bahwa rumah Ridwan Kamil menjadi prioritas utama dalam penggeledahan.

    “Saya selaku kasatgas yang menangani perkara ini menilai bahwa rumah saudara RK adalah lokasi pertama yang paling penting untuk digeledah,” tuturnya.

    Lebih lanjut, Budi menambahkan bahwa ada aspek teknis penyidikan yang tidak bisa dijelaskan secara terbuka.

    KPK mengendus dugaan mark up dalam pengadaan iklan di lingkungan BJB yang berpotensi menimbulkan kerugian negara dalam jumlah besar.

    “Jumlahnya cukup banyak. Dari anggaran ratusan miliar, indikasi potensi kerugian negara bisa mencapai setengahnya,” ungkap Ketua KPK, Setyo Budiyanto, di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Rabu (12/3/2025).

    Selain menggeledah rumah Ridwan Kamil, KPK juga menyita sejumlah dokumen dan barang bukti yang saat ini tengah diperiksa lebih lanjut.

    Namun, Setyo enggan membeberkan secara rinci dokumen atau barang yang telah disita.

    “Bukti-bukti yang ditemukan akan diteliti terlebih dahulu. Jika tidak relevan, tentu akan dikembalikan,” tegas ketua KPK.

  • Ridwan Kamil Jadi Sasaran Pertama KPK, Apa Kaitannya dengan Skandal Korupsi BJB?

    Ridwan Kamil Jadi Sasaran Pertama KPK, Apa Kaitannya dengan Skandal Korupsi BJB?

    PIKIRAN RAKYAT – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di beberapa lokasi terkait dugaan korupsi pengadaan iklan Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB) tahun 2021-2023. Tempat yang pertama kali digeledah adalah rumah mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (RK) yang berlokasi di Bandung pada Senin, 10 Maret 2025.

    Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo menjelaskan penggeledahan di rumah Ridwan Kamil dilakukan bukan tanpa alasan. Menurutnya, langkah tersebut diambil berdasarkan petunjuk yang diperoleh dalam proses penyidikan.

    “KPK dalam melaksanakan upaya paksa penggeledahan paksa penggeledahan tentunya ada petunjuk-petunjuk sebelumnya yang telah kita dapatkan sehingga kami melakukan penggeledahan,” kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 13 Maret 2025.

    Akan tetapi, Budi tidak dapat membeberkan secara detail mengenai alasan konkret kenapa rumah Ridwan Kamil yang pertama kali digeledah. Karena, kata dia, hal itu menyangkut teknis penyidikan yang tidak bisa diungkap secara terperinci.

    “Sehingga kami melakukan penggeledahan terhadap beberapa tempat dan pada saat itu memang secara random adalah satu keputusan saya selaku Kasatgas yang menangani perkara tersebut siapa prioritas pertama saya geledah memang rumahnya RK,” ujar Budi.

    Lima Orang Jadi Tersangka

    KPK dalam kasus ini menetapkan lima tersangka, dengan rincian dua orang dari unsur Bank BJB dan tiga lainnya merupakan pihak swasta. Namun, KPK belum melakukan penahanan terhadap seluruh tersangka.

    “KPK per tanggal 27 Februari 2025 telah menerbitkan 5 buah Sprindik. Tersangka dua orang dari pejabat Bank Jabar Banten, kemudian tiga orang dari swasta,” kata Budi.

    Secaca terperinci lima tersangka adalah Direktur Utama nonaktif Bank BJB; Yuddy Renaldi, Pimpinan Divisi Corsec Bank BJB; Widi Hartono, pemilik agensi Arteja Mulyatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri; Ikin Asikin Dulmanan, pemilik agensi PSJ dan USPA; Suhendrik, dan pemilik agensi CKMB dan CKSB; Sophan Jaya Kusuma.

    Budi menjelaskan, pada 2021, 2022, dan Semester 1 2023, Bank BJB merealisasikan belanja beban promosi umum dan produk Bank yang dikelola Divisi Corsec sebesar Rp 409 miliar untuk biaya penayangan iklan di media TV, cetak, dan online melalui kerjasama dengan enam agensi.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun enam agensi adalah PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB), PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB), PT Antedja Muliatama (AM), PT Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM), PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE), dan PT BSC Advertising.

    Dengan rincian PT Cipta Karya Mandiri Bersama menerima dana iklan Rp41 miliar, PT Cipta Karya Sukses Bersama Rp105 miliar, PT Antedja Muliatama Rp99 miliar, PT Cakrawala Kreasi Mandiri Rp81 miliar, PT BSC Advertising Rp33 miliar, dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres Rp49 miliar.

    “Ditemukan fakta bahwa lingkup pekerjaan yang dilakukan agensi hanya menempatkan Iklan sesuai permintaan BJB serta penunjukan agensi dilakukan dengan melanggar ketentuan PBJ (pengadaan barang dan jasa)” ucap Budi.

    Budi menyebut, terdapat selisih uang dari yang diterima oleh agensi dengan yang dibayarkan ke media yaitu sebesar Rp222 miliar. Menurutnya, uang Rp222 miliar tersebut digunakan sebagai dana non-budgeter oleh BJB.

    “Yang sejak awal disetujui oleh YR selaku Dirut bersama-sama dengan WH untuk bekerjasama dengan 6 Agensi tersebut di atas untuk menyiapkan dana guna kebutuhan non-budgeter BJB,” ujar Budi.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • KPK Panggil 2 Anggota DPR Fraksi Nasdem di Kasus CSR BI

    KPK Panggil 2 Anggota DPR Fraksi Nasdem di Kasus CSR BI

    Bisnis.com, JAKARTA — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil 2 orang anggota DPR dari Fraksi Partai Nasdem sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi corporate social responsibility Bank Indonesia atau CSR BI. 

    Dua orang anggota DPR Fraksi Nasdem yang dipanggil itu adalah Fauzi Amro dan Charles Meikyansah. Keduanya dipanggil oleh penyidik KPK untuk diperiksa hari ini, Kamis (13/3/2025). 

    “Hari ini Kamis (13/3) KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi terkait dengan dugaan TPK dana CSR di Bank Indonesia. Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih, atas nama sebagai berikut: FA dan CM, Anggota DPR RI,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Kamis (13/3/2025). 

    Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, Fauzi dan Charles merupakan anggota DPR Komisi XI DPR periode 2019–2024. Komisi tersebut merupakan Komisi Keuangan DPR yang merupakan mitra kerja dari BI. 

    Untuk diketahui, KPK menduga kasus dugaan korupsi pada pelaksaan program CSR BI, atau Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), itu turut melibatkan sejumlah anggota DPR Komisi XI pada periode sebelumnya. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, sejumlah anggota DPR Komisi XI periode 2019–2024 yang telah beberapa kali diperiksa adalah Heri Gunawan dari Fraksi Gerindra, dan Satori dari Fraksi Nasdem. Rumah keduanya juga telah digeledah oleh penyidik KPK. 

    Beberapa pihak terkait dengan Heri dan Satori juga telah beberapa kali diperiksa oleh penyidik lembaga antirasuah. Misalnya, tenaga ahli mereka di DPR, maupun pihak yayasan diduga penerima manfaat PSBI dari daerah pemilihan (dapil) mereka. 

    Di sisi lain, penyidik KPK juga telah menggeledah kantor BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Desember 2024 lalu. Salah satu ruangan yang digeledah di kompleks kantor BI adalah ruangan kerja Gubernur BI Perry Warjiyo. 

    Meski demikian, KPK sampai saat ini diketahui belum menetapkan tersangka. Surat perintah penyidikan (sprindik) yang diterbitkan bersifat umum. 

    Adapun KPK menduga bahwa dana CSR yang disalurkan bank sentral itu diterima oleh penyelenggara negara melalui yayasan. KPK menduga terjadi penyimpangan, di mana CSR diberikan ke penyelenggara negara melalui yayasan yang direkomendasikan namun tak sesuai peruntukannya. 

    Uang dana CSR, atau Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) itu pun diduga sempat berpindah-pindah rekening sebelum terkumpul lagi ke satu rekening yang diduga merupakan representasi penyelenggara negara. Bahkan, dana itu sudah ada yang berubah bentuk ke aset seperti bangunan hingga kendaraan. 

    Sebagaimana dana CSR, bantuan sosial itu harusnya disalurkan ke dalam bentuk seperti perbaikan rumah tidak layak huni hingga beasiswa. 

    “Ada yang dalam bentuk bangunan, ada yang dalam bentuk kendaraan dan lain-lain. Jadi di situ penyimpangannya tidak sesuai peruntukkannya. Harusnya, dana CSR yang diberikan kepada mereka, dititipkan lah karena mereka merekomendasikan yayasan. Harusnya disalurkan,” terang Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu beberapa waktu lalu.