Tangis Immanuel Ebenezer di Balutan Rompi Oranye Setelah Jadi Tersangka Korupsi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Hilang sudah tampang garang penuh wibawa yang biasa ditunjukkan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer ketika menginspeksi mendadak perusahaan-perusahaan bandel yang memainkan hak karywan mereka.
Pada Jumat (22/8/2025) kemarin, pria yang akrab disapa Noel justru menampilkan raut muka sedih bahkan menangis dengan balutan rompi oranye dan tangan terborgol.
Noel dan 10 orang lainnya digiring petugas KPK untuk ditampilkan di ruang jumpa pers usai mereka ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan sertifikat keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan.
Noel berjalan paling depan, diikuti oleh tersangka lainnya.
Dia melipat bibir ke dalam seraya berjalan perlahan, menatap ke arah wartawan dengan mata sembap di balik kacamata berbingkai warna hitam.
Noel terisak dan mulutnya melepas helaan napas, pada beberapa saat ia pun sempat mengusap bagian matanya.
Sesekali ia melirik ke luar Gedung Merah Putih KPK, melihat udara bebas yang mungkin tidak bisa ia nikmati untuk beberapa waktu ke depan.
Gestur Noel yang tak biasa itu lantas mengundang sorakan dari para jurnalis yang sibuk mengabadikan momen.
Meski mendapat sorakan wartawan, Noel tetap percaya diri mengacungkan jempol ke arah mereka sambil berusaha tersenyum.
Immanuel Ebenezer sesungguhnya bukan satu-satunya ‘pemain’ dalam praktik pemerasan yang sudah terjadi sejak tahun 2019.
Selain Noel, ada 10 orang yang ditetapkan sebagai tersangka, mereka adalah Irvian Bobby Mahendro selaku Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3 Kemenaker tahun 2022-2025, Gerry Adita Herwanto Putra selaku Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja Kemenaker.
Kemudian, Subhan selaku Subkoordinator Keselamatan Kerja Direktorat Bina K3 Kemenaker tahun 2020-2025, Anitasari Kusumawati selaku Subkoordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja Kemenaker, Fahrurozi selaku Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 Kemenaker.
Lalu, Hery Sutanto selaku Direktur Bina Kelembagaan Kemenaker 2021-2025, Sekarsari Kartika Putri sleaku subkoordinator, Supriadi selaku koordinator, serta Temurila dan Miki Mahfud dari pihak PT KEM Indonesia.
Dalam perkara ini, KPK menduga ada praktik pemerasan dalam pengurusan sertifikasi K3 yang menyebabkan pembengkakan tarif sertifikasi dari ratusan ribu menjadi jutaan.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan, tarif sertifikasi K3 semestinya hanya sebesar Rp 275.000, tetapi praktik pemerasan membuat para pekerja atau buruh harus mengeluarkan biaya hingga Rp 6.000.000 untuk pembuatan sertifikasi K3.
“Karena adanya tindak pemerasan dengan modus memperlambat, mempersulit, atau bahkan tidak memproses permohonan pembuatan sertifikasi K3 yang tidak membayar lebih,” kata Setyo saat jumpa pers, Jumat.
KPK mencatat selisih pembayaran tersebut mencapai Rp 81 miliar yang kemudian mengalir kepada para tersangka, termasuk kepada Noel yang mendapat jatah Rp 3 miliar.
Setyo menyebutkan, kasus pemerasan ini sudah terjadi sejak tahun 2019 ketika Noel belum menjadi pejabat.
Namun, setelah menjabat di Kemenaker, Noel justru membiarkan praktik itu terjadi bahkan ikut meminta jatah.
“Peran IEG (Immanuel Ebenezer) adalah dia tahu, dan membiarkan bahkan kemudian meminta. Jadi artinya proses yang dilakukan oleh para tersangka ini bisa dikatakan sepengetahuan oleh IEG,” kata Setyo.
Setyo mengatakan, selain mendapatkan Rp 3 miliar, Noel juga mendapatkan motor merek Ducati dari hasil pemerasan tersebut.
Berdasarkan konstruksi perkara tersebut, KPK menerapkan pasal pemerasan pada Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap Noel dan kawan-kawan,bukan pasal penyapan.
Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, pasal ini digunakan karena ditemukan modus mempersulit proses sertifikasi K3.
“Kenapa menggunakan Pasal Pemerasan? Tidak menggunakan Pasal Suap? Tadi di awal sudah disampaikan oleh Bapak Ketua bahwa ada tindak pemerasan ini dengan modus memperlambat, mempersulit, atau bahkan tidak memproses. Itu perbedaannya,” kata Asep.
Asep mengatakan, pemerasan yang dilakukan tersangka membuat para buruh mendapatkan tekanan secara psikologis karena sertifikat tersebut sangat dibutuhkan.
“Sehingga si pemohon menjadi tertekan secara psikologis. Dan dia juga kan perlu cepat barangnya. Dan dia tidak ada kepastian kapan ini bisa segera selesai,” ucap dia.
Setelah ditetapkan jadi tersangka, Noel menyampaikan permintaan maaf kepada Presiden RI Prabowo Subianto.
“Saya ingin sekali, pertama saya mau minta maaf kepada Presiden Pak Prabowo,” kata Noel, sapaan akrabnya, saat meninggalkan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (22/8/2025).
Kemudian, Noel juga menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga dan rakyat Indonesia.
“Kedua, saya minta maaf kepada anak dan istri saya. Ketiga, saya minta maaf terhadap rakyat Indonesia,” ujar dia.
Noel lantas mengeklaim bahwa ia tidak terjaring OTT KPK.
Ia juga mengaku tidak terjerat kasus pemerasan sebagaimana dituduhkan oleh KPK.
“Saya juga ingin mengklarifikasi bahwa saya tidak di-OTT, pertama itu. Kedua, kasus saya bukan kasus pemerasan, agar narasi di luar tidak menjadi narasi yang kotor memberatkan saya,” kata Noel.
Tidak tanggung-tanggung, Noel pun berharap mendapatkan amnesti setelah menjadi tersangka KPK.
“Semoga saya mendapat amnesti Presiden Prabowo,” kata Noel.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tangis Immanuel Ebenezer di Balutan Rompi Oranye Setelah Jadi Tersangka Korupsi Nasional 23 Agustus 2025
/data/photo/2025/08/22/68a84dde5f62b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)