Tanggapi Narasi Sesat Tayangan Trans7, Senator Nawardi: Kiai Tidak Memperkaya Diri

Tanggapi Narasi Sesat Tayangan Trans7, Senator Nawardi: Kiai Tidak Memperkaya Diri

Surabaya (beritajatim.com) – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Jawa Timur, Ahmad Nawardi, menanggapi keras tayangan televisi nasional yang narasinya dinilai melecehkan kiai dan pesantren.

Tayangan tersebut disebut menyebarkan narasi sesat bahwa tradisi santri atau wali santri memberi amplop merupakan modus kiai memperkaya diri, dengan intonasi suara yang terkesan merendahkan.

Menurut Senator Nawardi, tuduhan tersebut menunjukkan kebutaan total terhadap realitas pengorbanan kiai dan mekanisme gotong royong yang telah menjadi tulang punggung pesantren di Indonesia, khususnya di Jawa Timur yang memiliki ribuan pesantren berusia ratusan tahun.

Nawardi secara tajam membalik narasi sesat itu dengan analogi sederhana namun menohok. Ia meminta agar tudingan-tudingan konyol dan tidak berdasar terhadap kiai segera dihentikan.

“Amplop kecil yang diberikan santri atau wali murid kepada kiai bukanlah untuk memperkaya diri kiai. Sebaliknya, itu adalah investasi moral yang disalurkan kembali untuk keberlangsungan pendidikan,” tegasnya, Selasa (14/10/2025).

“Kiai itu adalah petani jiwa. Tugasnya bukan hanya mengajar, tapi menanam, merawat, dan memanen akhlak mulia. Beliau bekerja 24 jam sehari tanpa menghitung jam kerja, mengorbankan hidupnya demi menjaga moral anak bangsa.”

Nawardi menjelaskan bahwa ketika seorang santri atau wali santri memberikan amplop tabarukan, uang itu bukan untuk kepentingan pribadi sang kiai.

“Itu adalah benih yang mereka titipkan. Benih ini tidak dimakan sendiri oleh ‘Petani Jiwa’ (kiai), melainkan ditaburkan kembali ke tanah pesantren — untuk membeli kitab baru, memperbaiki asrama yang bocor, memberi makan santri miskin, atau membiayai operasional pondok,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa hasil dari penanaman benih itu adalah buah ilmu dan santri berakhlak, yang manfaatnya dirasakan oleh masyarakat, desa, hingga negara. Karena itu, menuduh kiai memperkaya diri dengan “amplop” dari santri adalah tuduhan absurd tanpa dasar.

“Tuduhan itu sama bodohnya dengan menuduh perpustakaan nasional korup karena menerima sumbangan buku. Uang itu bukan untuk memperkaya kiai, tapi untuk memastikan roda pendidikan pesantren tetap berputar dan cahaya ilmu tidak padam,” tutur Nawardi.

Ia mengajak masyarakat untuk berhenti menyebarkan fitnah yang dapat merusak moral bangsa. Nawardi juga menantang para penuduh untuk datang langsung ke pesantren dan melihat bagaimana pendidikan di sana membentuk generasi berakhlak.

“Jika narasi sesat ini terus disebarkan, benteng akhlak bangsa bisa runtuh. Menurut saya, para penuduh itulah yang buta terhadap keindahan tawadhu dan keikhlasan berkorban,” pungkas Nawardi.
(tok/kun)