Blitar (beritajatim.com) – Muhammad Muchlison atau Abah Ison, kakak kandung dari mantan Bupati Blitar, Rini Syarifah, mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Blitar. Abah Ison itu menggugat Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Blitar terkait penggeledahan dan penyitaan.
Sebelumnya, Abah Ison memang diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi DAM Kali Bentak senilai Rp4,9 miliar. Selain diperiksa, ternyata rumah Abah Ison juga digeledah dan beberapa barang, dokumen serta uang disita oleh penyidik Kejari Blitar.
Kuasa Hukum Abah Ison, Hendi Priono mengatakan Kejari Blitar tidak mengantongi surat izin penggeledahan dan penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri (PN) Blitar. Karena alasan itu, Abah Ison melalui kuasa hukumnya, Hendi Priono dan Joko Trisno Mudiyanyo melayangkan gugatan pra peradilan untuk Kejari Blitar.
“Penyitaan terhadap barang-barang yang tercantum dalam berita acara membawa barang bukti penggeledahan di rumah klien kami di Desa Tuliskriyo Sanankulon tanpa ada Surat Izin Ketua Pengadilan Negeri Setempat,” jelas Hendi Priono, Selasa (18/3/2025).
Muhammad Muchlison memang dijadikan saksi dalam kasus DAM Kali Bentak. Sebelum Kejari Kabupaten Blitar telah menetapkan satu tersangka dalam kasus DAM Kali Bentak tersebut. Tersangka adalah MB, Direktur CV Cipta Graha Pratama.
Setelah itu Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar melakukan penggeledahan di 2 rumah di Jalan Masjid, Kelurahan Kepanjenlor, Kecamatan Kepanjenkidul, Kota Blitar dan rumah di Dusun/Desa Tuluskriyo, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar yang disebut milik Muhammad Muchlison dilakukan oleh Tim Satuan Tugas Pemberantasan Korupsi Kejari Kabupaten Blitar pada, Kamis (13/3/2025) lalu.
“Ada 80 item barang bukti yang disita Kejari Kabupaten Blitar, kami menilai dari sekian barang bukti yang disita tidak memenuhi kualifikasi barang yang dapat disita sebagaimana ketentuan pasal 39 ayat (1) KUHAP,” terang Hendi.
Dari penyitaan itu, Hendi Priono menerangkan ada beberapa buku tabungan yang turut tersita dari sejumlah bank atas nama kliennya, dirinya berkilah jika M. Muchlison tersangkut kasus tindak pidana korupsi proyek pembangunan Dam Kali Bentak dan tidak mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan tidak pernah menerima aliran dana dari tersangka MB baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pihaknya meminta Kejari Kabupaten Blitar bisa membuktikan adanya bukti permulaan yang cukup terkait dengan hubungan kerugian negara dengan uang sebesar Rp19.810.000 merupakan uang istri pemohon yang sebagian merupakan titipan dari saudara-saudaranya untuk hajatan leluhur.
“Penyitaan ini bentuk upaya paksa dalam proses penyidikan dan harus senantiasa mempertimbangkan Hak Asasi Manusia (perlindungan dan jaminan hukum pemohon dan keluarganya) sehingga harus dilakukan dengan cara tidak melanggar hukum,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Hendi Priono menerangkan dalam konteks permohonan a quo, penggeledahan dan penyitaan oleh Kejari Kabupaten Blitar (termohon) membawa dokumen-dokumen yang tidak berkaitan dengan tindak pidana, dan beberapa barang menjadi sarana hidup istri dan keberlangsungan pendidikan anak-anak pemohon benar-benar menimbulkan penderitaan batin bagi keluarga pemohon.
Belum lagi jika dihubungkan dengan viralnya berita tersebut (penghakiman publik atas pemohon dan keluarganya) padahal status pemohon sebagai saksi.
“Karena penyitaan yang dilakukan kejari Kabupaten Blitar (termohon) melanggar hukum, maka wajar jika klien kami (pemohon) memohon kepada ketua Pengadilan Negeri Blitar untuk menyatakan penyitaan tersebut tidak sah dan untuk mengembalikan barang-barang klien kami,” tutup Hendi. [owi/beq]