Surabaya (beritajatim.com) – Anggota Komisi D DPRD Surabaya, Zuhro Mar’ah, mengungkapkan bahwa Kota Surabaya masih kekurangan sekitar seribu guru di sekolah negeri. Menurutnya, kondisi ini dikhawatirkan berdampak pada kualitas pendidikan, terutama bagi siswa inklusi yang membutuhkan perhatian dan pendampingan khusus.
“Sekolah di Surabaya sudah menerima siswa inklusi, tapi belum semua sekolah punya guru pendamping khusus. Anak berkebutuhan khusus itu perlu penanganan yang berbeda, bukan hanya diajar guru biasa yang dilatih singkat,” ujar Zuhro, Rabu (12/11/2025).
Zuhro menjelaskan, Surabaya memang telah menerapkan sistem pendidikan inklusi di seluruh SD dan SMP negeri. Namun, penerapan tersebut belum diimbangi dengan ketersediaan guru pendamping khusus (GPK) yang memadai. Padahal, menurutnya, keberadaan GPK dengan latar belakang pendidikan khusus sangat penting untuk mendukung perkembangan siswa secara maksimal.
“Kalau ada guru pendamping khusus, anak-anak inklusi bisa berkembang akademisnya dan bakat-minatnya juga tereksplor,” jelasnya.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga mengkritisi kebijakan nasional yang melarang pengangkatan tenaga honorer. Menurutnya, kebijakan tersebut membuat pemerintah daerah kesulitan menambah tenaga pengajar untuk menutupi kekurangan yang ada.
“Ini yang repot. Kita kekurangan seribu guru, tapi nggak bisa nambah karena nggak boleh ada honorer. Jadi ya nunggu rekrutmen ASN atau PPPK, itu pun kuotanya kadang jauh dari kebutuhan,” kata Zuhro.
Oleh karena itu, ia mendorong Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya bersama Dinas Pendidikan untuk mencari mekanisme alternatif dalam pemenuhan tenaga pengajar, terutama di bidang pendidikan inklusi. Menurutnya, semangat otonomi daerah seharusnya memungkinkan Pemkot berinovasi tanpa menyalahi aturan pusat.
“Surabaya kan otonomi daerah. Harusnya bisa cari solusi tersendiri tanpa melanggar aturan pusat. Karena kalau menunggu rekrutmen nasional terus, pendidikan kita bisa tertinggal,” tegasnya.
Zuhro berharap persoalan kekurangan guru, terutama guru pendamping khusus, dapat menjadi prioritas Pemkot Surabaya dalam perencanaan pendidikan ke depan. Dengan begitu, semangat pendidikan inklusi tidak hanya sebatas kebijakan, tetapi benar-benar dirasakan manfaatnya oleh seluruh siswa.
“Kita ingin Surabaya menjadi barometer pendidikan di Indonesia. Tapi itu hanya bisa terwujud kalau kebutuhan dasar seperti tenaga pengajar benar-benar terpenuhi,” pungkasnya. [adv]
