Jakarta –
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan masyarakat agar mewaspadai dan mengantisipasi cuaca panas yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Bahkan beberapa wilayah seperti Flores Timur di Provinsi Nusa Tenggara Barat suhu panas mencapai 38,4 derajat celsius pada 27 Oktober 2024.
Beberapa wilayah lain seperti Majalengka di Jawa Barat, Semarang di Jawa Tengah, dan Bima di Nusa Tenggara Barat juga mengalami suhu panas sekitar 37-37,8 derajat celsius. Ketua Tim Kerja Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG Ida Pramuwardani menjelaskan sebenarnya ini adalah sebuah fenomena umum yang kerap terjadi khususnya pada bulan Mei dan Oktober.
Meski begitu, ia mengimbau masyarakat untuk tetap waspada mengingat tren peningkatan suhu terus terjadi setiap tahunnya.
“Namun, juga kalau kita melihat dari long trennya memang ada peningkatan yang selalu konsisten dari tahun ke tahun. Jadinya kita perlu waspada juga, karena ini terus meningkat, jadi ke depannya potensi peningkatan ada peluangnya cukup besar,” kata Ida ketika dihubungi oleh detikcom, Kamis (31/10/2024).
Menurutnya ada empat faktor yang memicu suhu panas di beberapa wilayah Indonesia belakangan ini. Beberapa di antaranya adalah keberadaan siklon tropis di sekitar Indonesia dan posisi sumbu matahari.
Keberadaan siklon tropis di sekitar Filipina dan Laut China Selatan menarik massa udara yang ada di sekitarnya, termasuk di Indonesia, Situasi ini disebut Ida mengganggu pertumbuhan dan tutupan awan di wilayah Indonesia.
“Ini menyebabkan pertumbuhan awan yang saat ini sudah banyak, mulai terganggu. Sehingga Indonesia karena tutupan awannya berkurang, karena semua energi ditarik ke sana, sehingga sinar matahari itu terpapar ke permukaan bumi cukup maksimal,” sambung Ida.
Ida menambahkan posisi sumbu matahari yang ada saat ini juga mendukung faktor suhu yang semakin panas. Ia menuturkan pergerakan sumbu matahari saat ini berada di belahan bumi selatan, sehingga penyinaran di wilayah selatan ekuator seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara menjadi lebih optimal.
Selain, itu ia mengungkapkan faktor kecepatan angin yang menurun juga memberikan dampak pada cuaca yang lebih panas. Kecepatan angin menurut Ida sangat berkontribusi dalam distribusi panas.
Ketika kecepatan angin rendah, maka panas ‘terperangkap’ dan tidak bisa berpindah ke tempat lainnya.
“Jadinya banyak wilayah Indonesia itu tidak ada penurunan suhu, malah suhunya panas karena terpapar sinar matahari, tidak ada pergerakan massa udara, sehingga terakumulasi panasnya,” tandasnya.
(avk/naf)