Ponorogo (beritajatim.com) – Menjelang peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 22 Oktober 2025, suasana khas pesantren mulai terasa di lingkungan pemerintahan Kabupaten Ponorogo. Sejak Senin (13/10/2025), seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di jajaran Pemkab Ponorogo diwajibkan mengenakan busana ala santri.
Untuk ASN laki-laki, diwajibkan memakai sarung dan peci hitam, sementara ASN perempuan mengenakan busana muslimah. Pemerintah daerah juga meminta ASN non-muslim agar menyesuaikan pakaian dengan semangat kebersamaan Hari Santri.
Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, menegaskan bahwa tradisi bersarung menjelang Hari Santri bukan sekadar seremonial, melainkan bagian dari budaya pemerintahannya yang telah berjalan selama beberapa tahun.
“Santri itu berjuang, santri itu berkorban. Bahkan yang melatarbelakangi kemerdekaan dan 10 November selalu ada keterlibatan santri. Maka pemerintah menetapkan Hari Santri. Kami menyambut itu sudah 4–5 tahun yang lalu, setiap Hari Santri kami bersarung bersama-sama,” kata Bupati Sugiri, Senin (13/10/2025).
Menurut Sugiri, mengenakan sarung bukan hanya bentuk penghormatan terhadap santri dan dunia pesantren, tetapi juga cara untuk menggugah semangat perjuangan dan nilai-nilai luhur santri.
“Pertama dalam rangka menghormati. Kedua, agar masuk ke ruang-ruang santri dan menggugah spirit santri yang luar biasa. Maka kami tandai dengan bersarung,” lanjutnya.
Bupati yang akrab disapa Kang Giri itu juga mengungkapkan, peringatan Hari Santri tahun ini akan digelar lebih meriah. Selain apel besar dan doa bersama, kegiatan juga akan diisi dengan “Santri Run” serta berbagai kegiatan ekonomi kreatif yang melibatkan masyarakat.
Lebih dari sekadar seremoni, Kang Giri menilai momentum Hari Santri sebagai penggerak ekonomi lokal. Ia menyebut kegiatan tersebut mampu menghidupkan sektor perdagangan, mulai dari pedagang sarung, busana muslim, hingga pelaku usaha kecil di Ponorogo.
“Ekonomi jadi tumbuh karena pedagang sarung dan pedagang baju muslim jadi laku. Ada kincir ekonomi yang kita gerakkan bersama. Di setiap event apa pun, kami mencoba menggerakkan kincir ekonomi,” ungkapnya.
Kang Giri berharap semangat Hari Santri tidak hanya dimaknai secara simbolis, tetapi juga menjadi penggerak peradaban dan penjaga karakter bangsa.
“Kami ingin Hari Santri ini jadi penggerak ekonomi, penggerak peradaban, dan menjaga karakter Indonesia tetap jos,” tegasnya.
Menariknya, ajakan mengenakan sarung dan gamis tidak hanya berlaku bagi ASN, tetapi juga menyentuh seluruh lapisan masyarakat Ponorogo. Mulai dari siswa, mahasiswa, guru, pedagang, pemilik kafe dan warung, hingga wartawan.
“Semua ASN dan masyarakat tanpa terkecuali menggunakan sarung dan gamis. Agama lain menyesuaikan. Termasuk siswa, mahasiswa, guru, pedagang, kafe, warung, wartawan, mohon dengan hormat menggunakan sarung di Hari Santri. Sembilan hari,” pungkas Bupati Sugiri. [end/beq]
