Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Studi Ungkap Orang Kaya Lebih Berisiko Kena Kanker, Apa Pemicunya?

Studi Ungkap Orang Kaya Lebih Berisiko Kena Kanker, Apa Pemicunya?

Jakarta

Sebuah studi yang dilakukan di Universitas Helsinki, Finlandia, meneliti hubungan antara socio-economic status atau SES dengan berbagai penyakit. Penelitian mengungkapkan bahwa orang kaya secara genetik memiliki risiko kanker lebih besar dibandingkan dengan orang miskin.

Mereka yang mempunyai SES tinggi ternyata memiliki risiko genetik yang lebih tinggi terhadap berbagai jenis kanker, seperti kanker payudara, prostat, dan jenis kanker lainnya.

Sebaliknya, mereka yang kurang mampu secara genetik lebih rentan terhadap penyakit diabetes, radang sendi, depresi, alkoholisme, dan kanker paru-paru.

Pemimpin studi Dr Fiona Hagenbeek, dari Institute for Molecular Medicine Finland (FIMM) mengatakan bahwa hasil awal dapat menyebabkan skor risiko poligenik, yang digunakan untuk mengukur risiko penyakit berdasarkan genetika, kemudian ditambahkan ke protokol skrining untuk beberapa penyakit.

“Memahami bahwa dampak skor poligenik pada risiko penyakit bergantung pada konteks dapat mengarah pada protokol skrining yang lebih bertingkat,” kata Dr. Hagenbeek, dikutip dari New York Post pada Sabtu (28/12/2024).

“Misalnya, di masa depan, protokol skrining untuk kanker payudara dapat disesuaikan sehingga perempuan dengan risiko genetik tinggi dan berpendidikan tinggi menerima skrining lebih awal atau lebih sering daripada perempuan dengan risiko genetik lebih rendah atau berpendidikan lebih rendah,” imbuhnya.

Penelitian ini mengumpulkan data genomik, SES, dan kesehatan dari sekitar 280.000 warga Finlandia yang berusia 35 hingga 80 tahun. Penelitian ini disebut sebagai penelitian pertama yang mencari kaitan dalam 19 penyakit umum di negara-negara berpenghasilan tinggi.

“Sebagian besar model prediksi risiko klinis mencakup informasi demografi dasar, seperti jenis kelamin dan usia biologis, dengan menyadari bahwa kejadian penyakit berbeda antara pria dan wanita, dan bergantung pada usia,” ucap Dr. Hagenbeek.

“Mengakui bahwa konteks seperti itu juga penting saat menggabungkan informasi genetik ke dalam perawatan kesehatan merupakan langkah awal yang penting,” sambungnya.

“Tetapi sekarang, kami dapat menunjukkan bahwa prediksi genetik risiko penyakit juga bergantung pada latar belakang sosial-ekonomi seseorang,” tandasnya.

Ia juga menjelaskan walaupun informasi genetika tidak berubah sepanjang hidup, namun dampak genetika terhadap risiko penyakit dapat berubah seiring perubahan keadaan atau bertambahnya usia.

Penelitian lebih lanjut juga dapat dilakukan untuk memahami sepenuhnya hubungan antara profesi tertentu dan risiko penyakit. Penelitian juga harus dilakukan di negara-negara berpendapatan rendah.

(suc/suc)