Sosok Alumni UGM yang Sebut Praperadilan Kasus Ijazah Jokowi Bisa Jadi Jebakan Bagi Roy Suryo Cs

Sosok Alumni UGM yang Sebut Praperadilan Kasus Ijazah Jokowi Bisa Jadi Jebakan Bagi Roy Suryo Cs

GELORA.CO – Kuasa hukum Roy Suryo, Refly Harun, menilai opsi pengajuan praperadilan justru berpotensi merugikan kliennya.

Ia menyebut langkah hukum tersebut bisa menjadi “jebakan Batman” bagi Roy Suryo, Rismon Sianipar, serta Tifauzia Tyassuma alias Dokter Tifa yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).

Pernyataan itu disampaikan Refly merespons sikap Polda Metro Jaya yang sebelumnya mempersilakan para tersangka mengajukan gugatan praperadilan apabila tidak menerima hasil penyidikan yang telah dilakukan.

Dalam penanganan perkara tersebut, penyidik disebut telah menggelar perkara sebanyak dua kali.

Selain itu, proses penyidikan juga telah melalui dua kali asistensi dari Bareskrim Polri serta satu gelar perkara khusus yang dilakukan atas permintaan pihak tersangka.

Meski demikian, praperadilan tetap dimungkinkan untuk diajukan karena para tersangka masih menyatakan keberatan atas hasil gelar perkara khusus tersebut.

Secara hukum, praperadilan merupakan kewenangan Pengadilan Negeri sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), antara lain untuk menilai sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, hingga permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi.

Refly Harun Ragukan Netralitas Praperadilan

Refly Harun menyatakan dirinya tidak sepakat jika kliennya menempuh jalur praperadilan.

Ia menilai kondisi penegakan hukum di Indonesia saat ini tidak sepenuhnya berjalan normal.

“Mengenai praperadilan begini, kita ini kan seolah-olah everything is oke, ya kan? Negara hukum Indonesia, the rule of law dan lain sebagainya. Enggak begitu dong, Bro. Kita tahu bahwa banyak hal-hal yang kemudian penegakan hukum itu enggak normal,” ucapnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Minggu (21/12/2025).

Ia menambahkan, akses terhadap keadilan dinilai tidak selalu setara bagi setiap pihak.

“Makanya saya katakan, If you part of the government then praperadilan itu gampang, bisa lolos. Tapi ketika Anda pada posisi yang berbeda, Anda harus hati-hati, bisa jadi jebakan Batman,” tegasnya.

Kritik atas Penetapan Tersangka dan Respons Polisi

Refly juga menyoroti hasil gelar perkara khusus yang menurutnya tidak memuat unsur rasional untuk menetapkan Roy Suryo dan rekan-rekannya sebagai tersangka.

“Kan cuma dikatakan ada 700 bukti dan lainnya, tolong tunjukkan tempus delicti-nya mana, locus-nya mana, peristiwanya apa. Dia main blanket aja, disatukan saja begitu. Enggak bisa begitu tindak pidana, enggak boleh pakai kalau dia kena, dia juga kena kan,” paparnya.

Ia bahkan menilai praperadilan berpotensi melegitimasi proses penyidikan yang dinilainya bermasalah.

“Kalau kita melakukan praperadilan, ini bakal jebakan Batman. Artinya it could be menjadi alat legitimacy bagi sebuah proses penyidikan yang unprofesional seperti ini,” tambah Refly.

Sementara itu, pihak kepolisian menyebut telah menyita 17 jenis barang bukti dan 709 dokumen, termasuk ijazah asli Jokowi yang diterbitkan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), sesuai permintaan para tersangka.

Selain itu, penyidik telah memeriksa 130 saksi dan 22 ahli lintas bidang, mulai dari Dewan Pers, KPI, Kementerian Hukum dan HAM, akademisi forensik digital, ahli bahasa Indonesia, hingga sosiologi hukum.

Polisi menegaskan seluruh tahapan penyidikan dilakukan secara transparan, profesional, dan proporsional.

Sosok Refly Harun

Melansir dari Wikipedia, Refly Harun lahir 26 Januari 1970.

Ia adalah seorang pakar hukum tata negara dan pengamat politik Indonesia.

Refly mengenyam pendidikan sarjananya di Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada (UGM).

Ia juga aktif di kampus sebagai ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum, seperti tertulis di situs UGM.

Setelah lulus pada tahun 1995, ia memulai kariernya menjadi wartawan. Ia menjadi wartawan di Media Group.

Di tengah perjalanannya sebagai pemburu berita, rasa intelektualnya makin membara.

Dia akhirnya memutuskan berhenti dari dunia jurnaslitik dan masuk ke dunia akademisi.

Ia melanjutkan pendidikan S2-nya di Universitas Indonesia di Fakultas Hukum dan program S3-nya di University of Notre Dame, Amerika Serikat.

Karier intelektualnya diuji di lapangan.

Dia mulai menjadi narasumber, pembicara, dan pengamat persoalan hukum tata negara, sengketa Pilkada, dan Pilpres.

Dia juga aktif sebagai konsultan dan peneliti di Centre of Electoral Reform (CETRO).

Selain itu, dia menjadi staf ahli salah seorang hakim konstitusi di Mahkamah Konstitusi (MK). Bahkan dia pernah ditunjuk menjadi ketua tim Anti Mafia MK oleh Ketua MK, Mahfud MD.

Sejak itu namanya makin bersinar. Ia sering menjadi penulis lepas, narasumber, dan muncul di layar kaca.

Pasca pemilihan umum Presiden Indonesia 2014, ia masuk staf ahli presiden.

Tak lama menjadi staf ahli, ia ditunjuk menjadi Komisaris Utama Jasa Marga.

Refly sebagai akademisi aktif mengajar sebagai dosen tetap Ilmu Hukum di Universitas Tarumanagara.

Refly pernah menjabat sebagai Komisaris Utama merangkap Komisaris Independen PT Pelindo I.

Namun, jabatan itu dicopot Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir pada 2020. 

Selain mencopot Refly, Erick juga mencopot tiga komisaris lainnya. Mereka adalah Heryadi, Bambang Setyo Wahyudi  dan Lukita Dinarsyah Tuwo. Dengan demikian, ada empat komisaris Pelindo I yang diberhentikan dari jabatannya pada hari Senin (20/4/2020).

Kemudian sebagai gantinya, Erick menambah lima komisaris baru. Artinya ada tambahan satu jabatan komisaris dari sebelumnya.

Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga mengatakan, alasan pencopotan Refly Harun dan tiga direksi lainnya dalam rangka refreshing saja. 

“Perlu refreshing di Pelindo sehingga kita ganti empat orang. Jadi mudah-mudahan dengan refreshing ini mudah-mudahan membuat Pelindo I juga akan semakin bergairah kinerjanya,” kata Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga, Senin (20/4).