Jakarta –
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bicara tentang usulan perpanjangan program restrukturisasi kredit terdampak COVID-19. Adapun usulan ini sebelumnya diusung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Airlangga mengatakan, pemerintah akan membuka opsi agar perpanjangan kredit terdampak COVID-19 ini hanya dilakukan pada segmen Kredit Usaha Rakyat (KUR).
“Kita akan melihat dari sisi KUR karena ada permintaan dari asuransi untuk meningkatkan jumlah cadangannya,” kata Airlangga, ditemui di St. Regis Jakarta, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (11/7/2024).
Airlangga menjelaskan, sektor asuransi dijadikan sebagai salah satu indikatornya. Pasalnya, tekanan di industri asuransi yang menjamin kredit perbankan menunjukkan bahwa persoalan risikonya juga meningkat.
“Persoalan risiko meningkat kan tentu kaitannya dengan kredit yang berpotensi bermasalah,” sambungnya.
Meski opsi tersebut telah lahir, Airlangga sendiri belum dapat memastikan apakah restrukturisasi kredit COVID-19 di perbankan akan batal atau tetap dilakukan. Saat ini, proses pendalaman masih terus dilakukan.
“Nanti kita akan studi, ada cara lain yang bisa dilakukan. Nah ini sedang kita kaji dalam kebijakan KUR,” ujar Airlangga.
“Tadinya kan kita (perpanjangan restrukturisasi) buat kelas menengah, tetapi kelihatannya menengah ke bawah ini perbankan merasa cukup resilien, sehingga tentu kita lihat yang KUR secara spesifik,” sambungnya.
Sebagai tambahan informasi, sebelumnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, stimulus restrukturisasi kredit perbankan dampak COVID-19 berakhir 31 Maret 2024. OJK menyatakan, industri perbankan telah siap menghadapi berakhirnya kebijakan tersebut.
Namun pada bulan Juni kemarin, Jokowi meminta agar restrukturisasi kredit pandemi COVID-19 diperpanjang sampai 2025. Hal ini merupakan salah satu bahan pembahasan dalam Sidang Kabinet Paripurna.
Menanggapi usulan tersebut, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, pihaknya akan mengambil langkah pendalaman dan evaluasi atas program restrukturisasi kredit yang telah berjalan kemarin.
“Kam akan dalami, lakukan evaluasinya, baik terkait dengan yang telah diselesaikan di Maret lalu, restrukturisasi kredit pandemi itu, maupun juga terhadap isu yang disampaikan ada potensi kemungkinan keterbatasan pertumbuhan kredit di segmen tertentu,” kata Mahendra, ditemui di Komplek Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2024).
Mahendra mengatakan, sebelum pengambilan keputusan pencabutan program restrukturisasi Maret kemarin, telah dilakukan serangkaian penghitungan dari segi kecukupan modal hingga Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Pihaknya juga mengawal dan memperhatikan agar kebijakan ini tidak mengganggu likuiditas dan kapasitas pertumbuhan kredit.
Di sisi lain, OJK melihat bahwa pertumbuhan kredit di 2024 justru lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Tercatat per April 2024 kredit tumbuh double digit di angka 13,09% secara year-on-year (yoy) ke posisi Rp 7.310 triliun. Angka ini naik dari pertumbuhan di periode yang sama pada tahun lalu di 8,08% di posisi Rp 6.464 triliun.
“Jadi kalau dari segi itu sebenarnya yang terjadi maupun dari segi pada saat akhir Maret tempo hari, maupun setelahnya tidak ada yang anomali. Tapi di lain pihak, kami paham (alasan permintaan perpanjangan) dan kemarin mendapat pesan, bahwa ada perhatian khusus terhadap potensi dari pertumbuhan kredit di segmen tertentu,” ujarnya.
(shc/rrd)