Jombang (beritajatim.com) – Pengadilan Negeri (PN) Jombang kembali menggelar sidang PMH (Perbuatan Melawan Hukum) antara seorang pengusaha bernama Soetikno (56) melawan adik iparnya sendiri, Diana Suwito (46), Senin (16/10/2023). Soetikno sebagai penggugat, sedangkan Diana tergugat.
Sidang dipimpin oleh hakim Faisal Akbaruddin Taqwa dan dua hakim anggota Muhammad Riduansyah dan Luki Eko Ardianto. Penggugat diwakili oleh kuasa hukumnya, Sri Kelono dkk. Sementara tergugat diwakili pengacaranya, Andri Andri Rachmad dkk. Hadir pula tergugat dari perwakilan Polres Jombang dan Polda Jatim.
Hakim menanyakan legalitas kuasa hukum dari kedua belah pihak. Hakim kemudian mengatakan bahwa tahap selanjutnya adalah mediasi. Penggugat dan tergugat menyerahkan kepada majelis hakim untuk menentukan mediator. “Hakim yang menjadi meditor adalah Ibu Ida Ayu Masyuni,” ujar Faisal Akbaruddin.
Kuasa hukum penggugat Sri Kalono dalam gugatannya menjelaskan bahwa saat ini kliennya mendekam di sel tahanan lapas IIB Jombang lantaran sudah berstatus tersangka dalam kasus pidana yang dilayangkan oleh Diana Soewito.
Namun demikian, kliennya melayangkan gugatan PMH terhadap Diana Soewito, yang tak lain istri dari almarhum adik dari Soetikno, yakni almarhum Subroto. Menurut Sri Kelono, tergugat dianggap melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) secara perdata.
BACA JUGA:
Gugatan PMH Pengusaha Jombang Terhadap Adik Ipar Dinilai Salah Alamat
Karena Diana tidak menanggung biaya pemakaman suaminya (Subroto). Padahal Diana adalah sebagai ahli waris golongan pertama. Sehingga pemakaman tersebut dibiayai oleh Soetikno dan keluarganya.
Warisan, kata Sri, itu bukan hanya harta, tapi utang dan kewajiban-kewajiban lainnya.
Dalam materinya, pihak Soetikno juga menggugat Diana sebesar Rp 5,9 Miliar. Sedangkan kepada Polres Jombang, penggugat menuntut agar perkara pidana terhadap keduanya dihentikan.
Diana Suwito dikonfirmasi terkait gugatan PMH itu mengatakan bahwa secara hukum, sepasang suami-isteri, ketika pasangannya meninggal, secara otomatis ahli waris jatuh kepada pasangannya yang masih hidup.
“Secara hukum di Indonesia seperti itu. Artinya, saya memang sebagai istri yang ditinggalkan, mau tidak mau secara hukum, (warisan) jatuh kepada istri. Hal seperti itu seharusnya tidak perlu dipertanyakan. Tidak perlu diperpanjang,” kata Diana ketika dihubungi secara terpisah.
Andri Rachmad, kuasa hukum Diana Suwito menambahkan, dalam pernikahan antara Diana Suwito dengan almarhum Subroto Adi Wijoyo, tidak terdapat perjanjian pra nikah. Lantaran harta yang ditinggalkan mendiang Subroto bukanlah harta benda yang istimewa.
BACA JUGA:
Pengusaha di Jombang Dipolisikan Adik Ipar
Harta yang ditinggalkan hanya KTP, HP (handphone), perhiasan hadiah pernikahan, termasuk cincin kawin. Jadi bukan berupa tanah, bangunan atau gedung. “Pada saat mendiang Subroto disemayamkan. Ada uang sumbangan yang digalang oleh pihak keluarga,” ujarnya.
Hanya saja, oleh pihak keluarga, Diana tidak pernah dikasih tahu tentang itu. Sehingga Diana tidak tahu berapa jumlah sumbangan dan berapa isi uang dalam kotak tersebut berapa. “Klien kami hanya tahu kotaknya saja. Karena tidak pernah diajak berunding,” lanjut Andri.
Padahal, menurut pengacara asal Surabaya ini, seorang istri yang masuk dalam golongan ahli waris 1, harusnya tahu. Begitu juga saat pemesanan perlengkapan dan kebutuhan makam. Soetikno Cs memesan sendiri. Lagi-lagi Diana tidak diajak berunding.
Yang lebih ironis, nama Diana sebagai istri almarhum juga tidak dicantumkan dalam bongpay (batu nisan). “Semuanya dipesan mereka sendiri. Klien saya tidak pernah diajak musyawarah. Padahal Bu Diana adalah ahli waris golongan pertama,” sambungnya.
BACA JUGA:
Dinilai Wanprestasi, Mertua di Jombang Gugat Menantu
Andri melanjutkan, sebenarnya klien-nya sempat menanyakan kepada Soetikno terkait ada tidaknya biaya yang harus dibayar oleh Diana. Semisal untuk pembelian peti mati. Namun oleh pihak penggugat dijawab tidak ada.
“Nah, sekarang klien saya malah digugat oleh Soetikno karena dianggap tidak mau bertanggungjawab dan tidak mau menanggung biaya pemakaman dll. Mereka bikin acara sendiri, habisnya sekian juta, dan kami tak tahu habisnya berapa, tapi tiba-tiba ditagihkan ke kami,” ujarnya.
Diana kembali mnenegaskan bahwa saat suaminya sakit akses di rumah sakit juga ditutup oleh pihak keluarga. “Saya berterima kasih diberi kesempatan terakhir untuk membelikan bunga di peti jenazah. Perawatan di rumah sakit juga saya yang bayar. Tapi saya tidak mengajak hitung-hitungan,” jelas Diana. [suf]