Smelter Bauksit Mandek, Ini Usulan Pengusaha Biar Hilirisasi Jalan

23 January 2024, 21:20

Jakarta, CNBC Indonesia – Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) menyebut bahwa hilirisasi bauksit RI masih mandek. Padahal, pemerintah sudah melarang ekspor bauksit sejak Juni 2023 lalu.
Agar hilirisasi bauksit ini bisa berjalan, pengusaha pun menyuarakan usulannya. Bahkan, salah satu usulannya yaitu pengusaha meminta agar pemerintah kembali membuka keran ekspor bauksit agar pengusaha mendapatkan sumber pendanaan untuk membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) bauksit di dalam negeri.
Hal tersebut diungkapkan Plh. Ketua Umum APB3I Ronald Sulistyanto. Dia menyebut, usulan ini dilontarkan karena perusahaan membutuhkan pendanaan untuk membangun smelter. Terlebih, investasi smelter bauksit bisa dikatakan tinggi yakni mencapai US$ 1,2 miliar atau Rp 18,8 triliun (asumsi kurs Rp15.670 per US$) untuk kapasitas pengolahan 2 juta ton per tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Nah ini kan harus dicari jalan. Sehingga kita bisa seiring, hilirisasi bisa jalan, ekspor kalau ini diberikan juga bisa jalan. Negara-negara lain juga ada smelter, dia juga jual, ekspor. Karena ini kan nilai tambah,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, dikutip Selasa (23/1/2024).
Ronald juga mengatakan pembangunan smelter, khususnya pada 8 smelter bauksit, di Indonesia masih mandek lantaran pendanaan yang ‘seret’.
“Sudah sering saya katakan masalahnya hanya financial. Karena apa? Karena biaya sangat besar. Untuk (kapasitas) 2 juta ton itu ya, not more than kira-kira US$ 1,2 miliar. Dan ini bukan ringan,” ucapnya.
Ronald mengatakan sumber pendanaan yang bisa diharapkan oleh para perusahaan yang ingin membangun smelter di Indonesia melalui investor asing. Dia pun mengatakan untuk mendapatkan pendanaan dari investor asing itu tidak bisa didapatkan dengan mudah.
“Nah kalau yang kita harapkan sekarang, investor yang biasanya lebih mudah, itu sudah tidak mudah-mudah amat hari ini. Kenapa? Karena ada proses panjang, ada Covid, ada macam-macam, ada perubahan kebijakan, policy dan sebagainya. Ini yang menjadi hambatan kita bersama,” bebernya.
Adapun, Ronald juga mengungkapkan bahwa pendanaan dari dalam negeri sulit untuk didapatkan lantaran pengembalian dana dari perusahaan kepada bank dalam negeri dinilai terlalu lama karena masa Break Even Point (BEP) atau titik impas yang panjang.
“Bayangkan kalau perbankan lokal saja tidak bersedia untuk membiayai. Dalam tanda petik quote and quote, karena tidak feasible menurut beliau. Saya sudah bicara banyak dengan bank-bank tertentu. Apalagi luar negeri. Kan ini masalah,” ungkapnya.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Pionir Hilirisasi RI, Inalum Rayakan HUT Ke-48

(wia)

Tokoh

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi