Diceritakan Reinhart, kebijakan saat itu disebut kacau balau karena suku bunga dinaikkan hingga 60 persen, namun di sisi lain pemerintah tetap melakukan pencetakan uang besar-besaran.
Reinhart juga menyebut strategi berbeda diterapkan pada krisis global 2008.
Kala itu, Purbaya memberi masukan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar peredaran uang domestik tidak ditahan, dan membiarkan sektor swasta menggerakkan roda ekonomi.
“Worked. Growth era SBY 6 persen. Walaupun gak gencar gov spending kaya Jokowi, tapi swastanya gerak,” tukasnya.
Sementara itu, lanjut Reinhart, di era Presiden Jokowi, strategi lebih banyak mengandalkan belanja pemerintah (government spending), meski pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 5 persen.
Saat pandemi Covid-19, sempat ada potensi krisis, namun Menkeu mendorong agar dana bank sentral dikembalikan ke sistem.
“Untung Jokowi gercep katanya jadi bisa survive,” tambahnya.
Kini, di era Presiden Prabowo Subianto, Reinhart melihat Purbaya berusaha mengombinasikan strategi ala SBY dan Jokowi, yakni mendorong sektor swasta sekaligus memperkuat belanja pemerintah.
“Balikin uang ke sistem. Katanya ada 425 T duit cash BI, udah dia order untuk lepas 200T,” Reinhart menuturkan.
Ia juga menyebut dalam rapat tersebut ada anggota DPR yang memberikan respons positif.
Dewan dikatakan sudah lama mengingatkan soal banyaknya dana yang mengendap di Bank Indonesia (BI).
“Ada anggota DPR yang nanggepin katanya dewan udah sering ingetin pemerintah tentang banyak dana ngendep di BI, jadi katanya go ahead aja buat approach nya Menkeu ini,” kuncinya.
