Sidang Kerusuhan Kediri, Empat Anak Dituntut 2 Bulan Penjara

Sidang Kerusuhan Kediri, Empat Anak Dituntut 2 Bulan Penjara

Kediri (beritajatim.com) – Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kediri kembali menggelar sidang kasus kerusuhan yang terjadi pada 30 Agustus 2025 lalu. Sidang tertutup yang digelar Senin, 29 September 2025 itu menghadirkan empat terdakwa anak yang dituntut dua bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Syaecha Diana.

Dalam surat tuntutan yang dibacakan JPU, para terdakwa dinyatakan bersalah karena melakukan pencurian dengan pemberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 363 KUHP. Namun, tim penasihat hukum terdakwa menyatakan keberatan terhadap pasal yang diterapkan.

Mohamad Rofian, penasihat hukum terdakwa, menilai penerapan pasal tidak tepat karena nilai barang yang diambil tidak memenuhi unsur kerugian besar. “Karena ini merupakan tindak pidana ringan kalau kami menganggap. Karena apa? Karena nilai dari barang tersebut itu tidak memenuhi parameter nilainya Rp2 juta setengah, ya ini di bawah Rp1 juta,” tegasnya.

Pada sidang sebelumnya, pihak penasihat hukum juga menghadirkan saksi adecat atau saksi meringankan untuk menyangkal keterangan saksi yang dihadirkan JPU.

“Dan dari tuntutan itu sebelumnya memang sudah ada beberapa rangkaian saksi ya, mulai dari saksi yang dari JPU, itu saksinya kita sangkal, ada beberapa yang kita sangkal, yang mana memberatkan dari anak yang berhadapan dengan hukum. Dan kita juga mendatangkan saksi adecat atau saksi yang meringankan, di mana itu menjelaskan barang yang dibawa itu nilainya tidak besar, nilainya hanya di bawah Rp1 juta,” imbuhnya.

Mohamad Rofian, penasihat hukum terdakwa.

Tim penasihat hukum lainnya, Muhammad Ridwan Said Abdullah, menambahkan bahwa terdakwa sejatinya tidak mengambil barang hasil pengerusakan, melainkan hanya memungut barang yang sudah berserakan.

“Jadi barang yang diambil itu adalah bukan barang dari hasil pengerusakan, bukan. Tapi barang yang sudah berserakan tapi diambil, itu yang pertama. Terus yang kedua, dia mengambil barang itu bukan untuk dijual ataupun untuk didistribusikan pada orang lain. Istilahnya zaman sekarang itu anak-anak FOMO hanya untuk gagah-gagahan saja,” jelasnya.

Meski demikian, pihak kuasa hukum tetap mengapresiasi langkah JPU yang hanya menuntut dua bulan penjara bagi terdakwa anak di bawah umur. “Kalau tuntutannya sih oke, kita mengapresiasi. Cuma kalau penerapan pasalnya yang kurang pas kalau menurut kami. Kalau yang 2 bulan kok, oke lah kita mengapresiasi,” terangnya.

Rofian menegaskan, penegakan hukum memang harus memberi sanksi tegas, tetapi tetap objektif sesuai fakta persidangan.

“Jadi artinya di fakta dibersihkan itu, klien kami satu itu tidak melakukan aksi, yang kedua tidak melakukan penjarahan, ketiga tidak merusak. Jadi klien kami itu kebetulan ada bareng ya, kebetulan anak-anak berserakan, terus dibawa pulang gitu, dan nilainya pun tidak besar. Tidak seberapa,” tandasnya.

Sidang lanjutan dijadwalkan pada Rabu, 1 Oktober 2025, dengan agenda pembacaan pembelaan (pledoi) dari pihak kuasa hukum. [nm/ian]