Seruan Akademisi Jabodetabek: DPR Selidiki Penyalahgunaan Kekuasaan

15 March 2024, 6:36

Jakarta, CNN Indonesia — Akademisi perguruan tinggi se-Jabodetabek membuat Seruan Salemba untuk mendesak berbagai pihak mengembalikan demokrasi dan tata negara Indonesia ke jalur yang benar.
Ada tujuh poin dalam Seruan Salemba. Salah satunya mendesak DPR RI untuk turun tangan menyelidiki penyalahgunaan kekuasaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Mendukung parlemen DPR RI untuk segera bekerja menjalankan fungsi-fungsi menyuarakan suara rakyat, melakukan penyelidikan secara terbuka terhadap penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan eksekutif agar dapat dipertanggungjawabkan,” kata akademisi Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun membacakan seruan di Gedung IMERI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Kamis (14/3).
Para akademisi juga mendesak penyelenggara negara untuk menyiapkan suksesi kekuasaan dengan cara bermartabat dan beretika. Hal itu demi kepentingan bangsa dan negara.

Poin selanjutnya adalah reformasi hukum yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, khususnya terkait politik dan pemilu. Kemudian, tidak lagi merumuskan hukum dengan mengabaikan kedaulatan rakyat.
Para akademisi juga mendesak penghentian intimidasi terhadap warga negara yang menggunakan hak berekspresi. Mereka berpendapat banyak kalangan berupaya mengingatkan pemerintah untuk mematuhi konstitusi dan negara hukum.
Poin kelima, mengajak warga masyarakat luas agar menjadi warga negara yang paham serta sadar akan hak-haknya. Selain itu, masyarakat berani mempertanyakan kebijakan publik, khususnya yang dilakukan eksekutif agar dapat dipertanggungjawabkan.

Seruan Salemba juga mengajak para ilmuwan di semua daerah untuk tetap bekerja keras menghasilkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
“Dengan mengutamakan nilai etika, moral, serta budaya luhur yang diamanatkan oleh para pendiri bangsa,” ujar Ubed.
Poin terakhir Seruan Salemba adalah menyerukan kepada seluruh komponen bangsa untuk menjadikan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sebagai musuh bersama.
Seruan itu diikuti beberapa akademisi, seperti Harkristuti Harkrisnowo, Hafid Abbas, Franz Magnis Suseno, Akmal Taher, Bivitri Susanti, Ubedilah Badrun, Sulistyowati Irianto, Andreas Santoso, dan Faisal Basri.
Deklarasi serupa juga telah dilakukan akademisi UGM beberapa waktu lalu. Mereka menamakan gerakan tersebut “Petisi Bulaksumur”.
“Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada,” bunyi petikan Petisi Bulaksumur, dibacakan Guru Besar Fakultas Psikologi UGM Koentjoro, di Sleman, DIY, Rabu (31/1). (dhf/fra)

[Gambas:Video CNN]