Sengketa Tanah di Bangkalan, Tanda Tangan Diduga Dipalsukan

Sengketa Tanah di Bangkalan, Tanda Tangan Diduga Dipalsukan

Bangkalan (beritajatim.com) – Sebidang tanah seluas 75 meter persegi di Dusun Maadan, Desa Bator, Kecamatan Klampis, Kabupaten Bangkalan, diduga diserobot oleh pihak lain dengan cara memalsukan tanda tangan. Kasus ini terungkap saat Abd Rahman, ahli waris dari tanah tersebut, mengalami kesulitan saat hendak membuat sertifikat.

Rahman menjelaskan bahwa masalah bermula ketika ia pulang dari luar negeri pada tahun 2009 dan berniat membuatkan sertifikat atas tanah milik ayahnya. Namun, setelah melalui proses di Badan Pertanahan Nasional (BPN), tanah tersebut diketahui telah dimiliki oleh seseorang berinisial S. Padahal, keluarga Rahman tidak pernah menjual tanah itu kepada siapapun.

“Jadi saya sebagai ahli waris ke BPN mengajukan pembuatan sertifikat. Namun setelah melalui beberapa proses, tanah itu telah disertifikat oleh orang lain tanpa sepengetahuan kami,” ujar Rahman, ditulis Rabu (8/1/2025).

Menurut data kohir yang dimiliki keluarganya, tanah milik ayahnya tersebut memiliki luas total 1.300 meter persegi. Namun, dari jumlah itu, tanah seluas 75 meter persegi tidak bisa disertifikatkan.

“Jadi yang 75 meter persegi tidak bisa kami sertifikatkan karena sudah didahului orang lain. Kamipun tidak tahu kenapa orang luar yang bukan keluarga kami bisa memiliki sertifikat atas tanah milik kami ini,” imbuhnya.

Rahman juga menemukan kejanggalan dalam sertifikat yang dimiliki S, yaitu adanya tanda tangan ibu kandungnya. Namun, ia memastikan bahwa ibunya tidak pernah memberikan tanda tangan karena tidak bisa baca tulis.

“Kami juga heran, kenapa di situ ada tanda tangan ibu saya. Padahal ibu saya tidak bisa baca tulis. Bahkan, di KTP itu menggunakan sidik jari, bukan tanda tangan,” ungkapnya.

Sertifikat yang dimiliki S diketahui diterbitkan pada tahun 2003, saat Rahman masih berada di luar negeri. Ia menduga adanya keterlibatan perangkat desa, kecamatan, dan oknum BPN yang menjabat pada waktu itu.

“Bahkan, di tahun 2009 saat kami ke BPN, itu kami sempat dicegah sama petugas di sana agar tidak melanjutkan tindakan kami untuk mendapatkan hak tanah kami ini,” tuturnya.

Rahman juga menyebutkan bahwa sengketa tanah tersebut sudah pernah diajukan ke pengadilan, tetapi tidak menemukan jalan keluar. Kini, ia berencana melanjutkan upaya hukum dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Kami akan melakukan upaya, salah satunya akan ke PTUN melakukan gugatan untuk mendapatkan hak kami kembali. Karena kami punya semua berkas kepemilikan sejak awal,” pungkasnya. [sar/beq]