Sengketa Sawah Puluhan Tahun di Pandaan Akhirnya Disidangkan, Warga Harap Ada Kepastian Hukum

Sengketa Sawah Puluhan Tahun di Pandaan Akhirnya Disidangkan, Warga Harap Ada Kepastian Hukum

Pasuruan (beritajatim.com) – Sengketa lahan sawah di Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan, akhirnya memasuki sidang perdana di Pengadilan Negeri Bangil. Perkara ini mencuat setelah konflik kepemilikan lahan disebut berlangsung puluhan tahun tanpa penyelesaian hukum yang jelas.

Sidang pidana pertama tentang penyerobotan ini menjadi perhatian warga sekitar karena objek sengketa merupakan sawah produktif. Lahan tersebut hingga kini masih dikuasai pihak yang dilaporkan, meski proses hukum telah berjalan.

Pelapor, Sampunah, warga Dusun Mbangajang, Desa Kebonwaris, menyebut perampasan lahan terjadi sejak tahun 2002. “Yang merampas itu bapaknya Rudi, kakak kandung saya sendiri,” ujar Sampunah saat ditemui usai sidang, Rabu (17/12/2025).

Ia menegaskan objek sengketa adalah sawah, bukan tanah kering sebagaimana yang tercantum dalam pasal yang dipersoalkan. Menurutnya, sawah itu langsung digarap secara sepihak sejak awal peristiwa.

Sampunah mengungkapkan bahwa perampasan lahan disertai ancaman kekerasan. “Kalau bapak saya melarang ke sawah, ada ancaman dibacok pakai parang,” katanya.

Tidak hanya itu, ia juga menceritakan ibunya sempat mengalami kekerasan fisik saat mencoba melerai. Peristiwa tersebut disebut diketahui banyak warga sekitar pada waktu itu.

Setelah terduga pelaku utama meninggal dunia pada 2018, penguasaan sawah diduga dilanjutkan oleh anaknya. Sampunah mengaku mulai serius menempuh jalur hukum setelah kejadian tersebut.

Ia menyampaikan laporan ke kepolisian sejak 2021, namun prosesnya berjalan lambat. Perkara baru tercatat resmi dan bergulir hingga persidangan pada 2025.

“Ini sidang pertama setelah laporan panjang dari 2022,” ujar Sampunah. Ia berharap persidangan kali ini memberikan kejelasan hukum atas hak kepemilikan sawahnya.

Sampunah menegaskan sawah seluas 4.800 meter persegi tersebut merupakan miliknya secara sah. Kepemilikan itu dibuktikan dengan sertifikat yang diterbitkan atas namanya.

Ia menjelaskan lahan tersebut berasal dari hibah keluarga karena pewaris tidak memiliki anak. Proses hibah dilakukan di balai desa dan langsung disertifikatkan.

Dalam persidangan, pihak pelapor juga menyoroti penerapan pasal yang dinilai tidak sesuai dengan kondisi objek sengketa. Sampunah menilai perubahan pasal membuat perkara terkesan diperingan.

Kuasa hukum pelapor, Ridwan Opu, menyebut perkara ini seharusnya bisa ditangani lebih cepat. “Prosesnya terlalu lama, padahal objek sengketa dan kepemilikan cukup jelas,” ujarnya.

Opu menegaskan kliennya memiliki bukti kepemilikan sah berupa sertifikat. Ia berharap majelis hakim dapat memutus perkara secara adil dan objektif.

Pihak pelapor berharap melalui sidang di PN Bangil ini, konflik lahan dapat segera diselesaikan. Mereka menginginkan sawah tersebut kembali dikelola oleh pemilik sah sesuai putusan pengadilan. (ada/kun)