JAKARTA – Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tesaa Mahardika Sugiarto menjelaskan alasan pihaknya mencegah eks Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly ke luar negeri bersama Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.
Pencekalan Yasonna dikritik oleh PDIP. Partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri ini menilai langkah KPK mencegah Yasonna tak memiliki alasan yang jelas. Tessa menegaskan, upaya tersebut beralasan hukum.
“Semua tindakan yang dilakukan oleh penyidik itu memiliki dasar hukum. Ada prosedurnya sebelum itu diajukan dan disetujui oleh pimpinan KPK untuk melakukan pencegahan yang jelas,” kata Tessa kepada wartawan, Jumat, 27 Desember.
Tessa menekankan, semua pihak yang dicegah untuk pergi ke luar negeri dibutuhkan keterangannya di dalam negeri dalam proses pendalaman kasus-kasus korupsi.
“Supaya prosesnya bisa lebih cepat. Intinya seperti itu,” ungkap Tessa.
Hanya saja, Tessa menyebut belum memiliki informasi sejauh mana keterlibatan Yasonna dalam kasus suap Harun Masiku yang kini juga menyeret Hasto Kristiyanto.
“Ya itu belum sampai ke sana, masih didalami oleh penyidik.
Semua pihak, bukan cuma yang disebut saja. Semua pihak yang bertanggung jawab tentunya akan kita proses sesuai aturan hukum yang berlaku,” jawabnya.
Hasto Kristiyanto dicegah ke luar negeri usai ditetapkan sebagai tersangka kasus suap yang menyeret Harun Masiku. KPK turut mencegah Yasonna yang juga Ketua DPP PDIP ke luar negeri berkaitan dengan kasus tersebut.
“Pada tanggal 24 Desember 2024, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1757 Tahun 2024 tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap 2 orang warga negara Indonesia yaitu YHL dan HK,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika dalam keterangannya, Rabu, 25 Desember.
Pada 18 Desember lalu, KPK sempat memeriksa Yasonna dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPP PDIP sebagai saksi kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku menjadi Anggota DPR RI periode 2019-2024.
Larangan bepergian ke luar negeri kepada Yasonna dan Hasto dilakukan karena keberadaan mereka di Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi.
“Keputusan ini berlaku untuk 6 bulan,” ungkap Tessa.