Jember (beritajatim.com) – Seluruh anggota Komisi D DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, kompak tidak menghadiri sidang paripurna penyerahan rekomendasi Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Tahun 2024 di Rabu (7/5/2025).
Total dari 18 anggota DPRD Jember yang absen, 12 orang di antaranya adalah anggota Komisi D. Ketidakhadiran mereka melengkapi ketidakhadiran Bupati Muhammad Fawait dan Wakil Bupati Djoko Susanto.
Ketua Komisi D Sunarsi Khoris mengaku tak bisa hadir karena menjenguk orang tua. “Saya sudah menyuruh teman-teman datang ke paripurna. Ternyata alasannya macam-macam,” katanya via WhatsApp.
Wakil Ketua Komisi D Achmad Rusdan juga membenarkan jika absen sidang paripurna. “Saya sedang nyambangi anak. Tidak hadiri paripurna,” katanya via pesan WhatsApp.
Anggota Komisi D Achmad Dhafir Syah tidak tahu jika seluruh rekannya tak hadir. “Sorry, saya tidak enak badan, tidak ikut paripurna. Batuk-batuk sudah tiga hari kemarin. Tidak tahu juga (anggota Komisi D tidak hadir). Barangkali pas ada kegiatan lain dengan keluarga,” katanya.
Kendati tidak dihadiri 18 dari 49 anggota DPRD Jember dan bupati maupun wakil bupati, sidang paripurna tetap berlangsung. Rekomendasi DPRD Jember terhadap LKPJ Bupati 2024 diserahkan kepada Pejabat Sekretaris Daerah Jupriono.
Wakil Ketua DPRD Jember Widarto berharap rekomendasi itu ditindaklanjuti dengan baik dan tidak hanya menjadi kertas administratif. Rekomendasi itu dibuat berdasarkan hasil kerja dua panitia khusus yang meminta masukan dari pemangku kepentingan dan masyarakat.
“Betul-betul ditindaklanjuti agar terjadi perbaikan, baik dalam tahun anggaran berjalan 2025 maupun dalam program kegiatan di masing-masing OPD (Organisasi Perangkat Daerah) pada 2026,” katanya.
Rekomendasi tersebut meliputi pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada sumber daya lokal dan penyiapan sumber daya manusia. “Jangan sampai pertumbuhan ekonomi itu dimanfaatkan pihak luar Jember,” kata Widarto.
Selain itu ada rekomendasi perbaikan Indeks Pembangunan Manusia melalui pemerataan akses pendidikan, sarana-prasarana pendidikan, dan peningkatan kualitas guru. “Kita tidak ingin ada penugasan yang jauh dari domisili guru bersangkutan. Jadi domisili dan tempat tugasnya diupayakan tidak terlalu jauh agar tenaganya tidak habis di jalan,” kata Widarto.
Sementara untuk sektor kesehatan, DPRD Jember merekomendasikan kepada pemerintah daerah, agar mengambil kebijakan yang memastikan program Universal Health Coverage tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
“Kita tahu dulu J Pasti Keren niatnya baik tapi menimbulkan persoalan di belakang hari. Nah kita ingin UHC tidak menimbulkan masalah. Pemkab Jember harus serius dan ada langkah-langkah mitigasi,” kata Widarto.
Salah satunya soal migrasi besar-besaran kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari pembiayaan mandiri ke pembiayaan daerah. “Kalau mereka yang bukan pekerja bukan penerima upah bermigrasi ke kelas III yang dibiayai APBD, maka berapapun anggaran yang kita siapkan akan jebol,” kata Widarto.
Soal pendapatan asli daerah (PAD), DPRD Jember merekomendasikan kebijakan retribusi parkir pinggir jalan agar lebih dioptimalkan. “Kalau dulu peraturan pemerintah melarang penggunaan parkir berlangganana, sekarang sudah diperbolehkan. Ini memungkinkan untuk sistem penarikan retribusi parkir ini diubah ke sistem berlangganan kalau dirasa lebih efektif,” kata Widarto.
DPRD Jember juga ingin kerja sama dengan pihak ketiga dalam pengelolaan suimber daya alam dievaluasi. “Saya dengar (retribusi) tambang kapur di Puger, nilanya masih sangat kecil. Padahal standarnya tidak segitu. Ini bisa kita cek ulang, negosiasi ulang, dan kalau perlu diperbarui,” kata Widarto.
Sementara untuk bangunan mangkrak yang sudah mendapat lampu hijau dari kejaksaan seperti di Rumah Saklit Daerah dr. Soebandi dan kantor Kecamatan Jenggawah, ditrekomendasikan DPRD Jember untuk dilanjutkan agar tidak muspro.
“Tapi asrama haji, legal opinionnya masih proses. Kita tunggu hasilnya, karena tidak mungkin sesuatu yang bermasalah kita bangun. Nanti bisa bermasalah di kemudian hari” kata Widarto. [wir]
